Share

07

Aвтор: Qoi_hami
last update Последнее обновление: 2022-12-16 15:58:40

"Jangan melepaskan pelukanmu, Ron," pinta Rani. Ron menjadi serba salah, bagaimana dia bisa berada di tengah situasi seperti ini. Sebagai seorang laki-laki sulit baginya menahan keinginan naluriahnya. Rani semakin merapatkan dirinya ke tubuh Ron. Ada kenyamanan tersendiri saat mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh sahabatnya. Pikiran Rani melayang, membayangkan kedekatan dua anak manusia yang saling berbagi kasih lewat sentuhan nyata.

"Apa kamu tidak suka ku peluk?" tanya Rani.

"Ah, itu ... ak- aku ...."

"Kamu kenapa? Bukankah hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan kalian?"

"Tapi kamu it,-"

"Aku kenapa? Bukankah seperti ini para wanita jalang di luar sana menggoda pria seperti kalian?"

Rani menarikan jemari tangannya di dada Ron yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Meskipun terhalang oleh kaos yang dikenakan pria itu. Namun, sensasinya membuat Ron harus menahan nafasnya.

"Kenapa Ron? Kenapa harus Angela? Apa karena dia lebih cantik?" tanya Rani dengan nafas memburu menahan ledakan emosi.

"Apa karena aku selalu menahan diri untuk tidak menjadi jalang sepertinya?"

Rani menatap manik kecoklatan milik Ron Ibrahim. Mereka begitu dekat dan intim. Ron bisa menghirup wangi strawberry dari tubuh Rani yang ada di sampingnya. Sejenak pikiran liar Ron membuatnya menggerakkan tangannya untuk mengusap bibir Rani yang begitu menggoda.

Rani membiarkan itu terjadi.

"Ajari aku menjadi seperti mereka."

Ron tersentak. Dia memalingkan wajahnya menatap ke luar kaca mobil. Melihat lalu lalang kendaraan di jalanan. Mereka terdiam selama beberapa menit. Rani dengan rasa frustasinya dan Ron dengan kebingungannya.

Rani yang sedang dikuasai amarah dan kecewa semakin merapatkan tubuhnya. Dengan gerakan kaku wanita itu ingin mendudukkan dirinya di pangkuan Ron. Tentu saja Ron menolak. Pria itu masih sedikit waras untuk tidak menuruti kemauan gila Rani.

"Kamu mabuk?" tanya Ron dengan lembut.

Rani menggelengkan kepalanya. Sepertinya pertanyaan Ron sedikit menyadarkan gadis itu. Kinii dia beringsut menjauh, wajahnya memerah menahan malu.

"Sebaiknya kita meneruskan perjalanan kita," kata Ron.

"Tidak perlu. Antar aku ke villa merah." Titah Rani tak ingin dibantah. Ron melirik ke ponsel yang dipegang oleh Rani.

"Aku sudah mematikan GPS di ponselku."

"Kok kamu tahu?"

"Aku tidak sebodoh itu," jawab Rani terdengar santai.

"Azlan tidak akan berhenti mengekang diriku, kamu tahu itu bukan?"

Ron mengangguk.

"Jika dia bisa mempermainkan aku, kenapa aku tidak boleh mempermainkannya?"

"Apa maksudmu, Rani? Jangan gila!"

"Aku tidak bisa hidup seperti ini terus menerus. Berada dalam bayangan Angela."

"Kamu masih bisa untuk bertahan hanya sampai selesai kontrak," kata Ron memberi saran.

"Aku tidak bisa menahan diri lebih lama lagi," kata Rani.

"Apa maksudmu?"

"Aku harus segera hamil , agar orang-orang menyangka itu anak kami berdua."

"Ron tidak akan mengampunimu."

"Aku tidak peduli. Cepat kita pergi ke villa merah. Aku akan menjadi seperti wanita lainnya."

Ron mengumpat dalam hati. Bukan inginnya terjebak dalam situasi ini. Rani adalah sahabatnya, apakah dirinya bisa dan tega mengambil harta paling berharga yang Rani punya?

"Jika kamu tidak mau, aku bisa meminta orang lain," Rani berkata penuh ancaman.

"Jangan! Kita akan pergi ke Villa merah sekarang." Ron menyetujui permintaan Rani.

Dia pun segera menjalankan kembali mobilnya menuju tujuan Rani.

Rani tersenyum misterius. Wanita polos yang tidak pernah berbuat macam-macam itu ingin sekali membalas dendam pada keluarga Bagaskara. Menyadari bahwa dia tidak punya apa-apa, menyerang perasaan lawan adalah hal yang paling bisa dipikirkannya saat ini. Tidak peduli bagaimana hasilnya nanti.

Ron mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Mereka berdua menuju Villa merah yang terletak di daerah Bogor. Perjalanan sekitar tiga jam mereka tempuh.

"Ponselmu begitu berisik, Ron."

Ron mendesah gusar. Itu pasti Azlan, batin Ron.

"Boleh aku bantu angkat?"

Rani sudah menebak itu Azlan, karena ponselnya sengaja dia matikan. Tentu pria menyebalkan itu menghubungi Ron.

"Halo, Ron."

Teriak Azlan keras. Terpaksa Rani menjauhkan benda pipih itu dari telinganya.

"Aku belum budeg, Azlan!"

"Kenapa kamu yang mengangkat telpon milik Ron?"

"Tenanglah, dia terlalu lelah."

"Di mana kalian saat ini?"

"Ups, tolong pelankan suaramu Azlan! Ron kelelahan."

"Jangan menguji kesabaran ku, Maharani!"

"Aku dan Ron sedang menikmati hari berdua, jangan menggangguku."

Tanpa permisi Rani mematikan panggilan.

Ron menatap sahabat sekaligus mantan kekasih sahabatnya. Banyak sekali pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Namun, semua hanya berhenti di kerongkongan. Ron menghela nafas berat.

"Apa yang kamu rencanakan, Rani?"

"Rasa sakit."

"Berhentilah, tidak perlu memperpanjang urusan dengan Bagaskara."

"Tidak, sampai Azlan mengaku kalah," jawab Rani.

Mobil masih membelah jalan raya, kali ini Rani memandang ke luar kaca mobil. Sesekali dia menyenandungkan lagu kesukaannya.

Persetan dengan segala kepolosan dan kehormatan yang dia jaga. Jika pada akhirnya dia dipecundangi oleh Azlan.

Rani meyakinkan hatinya untuk menjerat Azlan. Dia akan membuat pria itu menangis darah telah berani menyakitinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   Bab.18

    Siang hari yang ditunggu oleh Rani akhirnya datang juga. Wanita itu telah bersiap dengan memakai setelan blazer yang sangat cocok dengan bentuk tubuhnya. Tentu saja kesan cantik juga smart terpancar begitu jelas. Deswita Maharani, nama yang sangat cocok sekali dengan bentuk tubuh dan penampilan wanita itu.Cantiknya badas. Rani sudah bersiap di ruang tamu. Sesuai dengan pesan yang ditinggalkan oleh Nyonya Besar bahwa Azlan akan menjemputnya sebentar lagi.Iseng-iseng Rani mengirim pesan pada Ron. Menanyakan pada pria itu apakah ikut pertemuan bisnis atau tidak. Ron menjawab iya. Hari ini ada agenda pertemuan dengan klien bisnis Bagaskara, dan para CEO membawa para istrinya untuk saling berkenalan. Rani menyunggingkan senyum penuh kemenangan."Harusnya kamu sadar diri."Rani kaget mendengar suara itu, dirinya langsung menoleh dan mendapati Angela yang sedang berjalan ke arahnya."Aku pikir kamu akan punya selera yang bagus, sayangnya itu hanya ada dalam pikiranku.""Apa maksudmu? aku h

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   Bab.17

    Nafas Angela tampak memburu menandakan bahwa wanita itu sedang emosi. Rani berjalan mendekatinya dengan tenang dan senyum tipis tersemat begitu jelas di bibirnya."Jangan senang dulu, kamu bukanlah tandinganku. Level kita berbeda.""Oya ... di mana perbedaannya?""Aku adalah majikanmu di sini." Angela berkata dengan tegas. Rani tidak serta merta ketakutan, justru wanita itu terbahak pelan."Lalu apa tujuanmu mengikuti ku sampai di sini? Bukankah seorang majikan dengan level tinggi tidak akan mau menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Tempat kaum rendahan seperti kami?"Angela membuang muka setelah mendengar pertanyaan dari Rani. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat untuk mematahkan anggapan wanita saingannya itu."Oh, biar ku tebak. Kamu sangat penasaran dengan tempat baruku dan ingin mengejekku. Cih ... itu terlalu murahan. Orang kaya membulli orang miskin. Bukankah terdengar sangat konyol?""Jika memang tebakanmu itu benar, kamu bisa apa? Paling-paling bisanya menangis tanpa su

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   16.

    Pagi ini adalah kepindahan Rani ke kediaman Bagaskara. Entah apa yang telah direncanakan oleh keluarga terpandang itu, tetapi Rani yakin keluarga super kaya itu mempunyai niat yang tidak baik kepadanya. Terlebih Angela. Jadi Rani tidak akan mengandalkan Angela, Rani akan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri."Apa semuanya sudah siap?""Ya, jika ada yang ketinggalan aku bisa mengambilnya sendiri," jawab Rani."Oke, kita berangkat sekarang saja. Aku sudah sangat kelaparan. Kamu tega membuatku seperti ini," ucap Azlan kesal.Mendengar keluhan Alan, Rani malah tertawa dengan keras."Sejak menikah dengan Angela, ku pikir otakmu sedikit bergeser ke belakang, Azlan.""Apa maksudmu aku menjadi bodoh?""Ya, itu kamu tahu. Bukankah dulu juga kamu terkadang ke sini meskipun setengah tahun sekali. Kamu juga terbiasa memesan makanan secara online. Entah dimana kamu meninggalkan kepintaran itu, Azlan."Azlan memilih tidak menjawab, pria itu membantu Rani menggeret koper yang lumayan berat. Berdeb

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   15.

    "Apa yang kamu lakukan, Rani? Kamu benar-benar membuatku kesal.""Aku hanya meminjam suamimu sebentar, ya ... cukup satu malam saja.""Apa yang akan kamu lakukan, jalang? Dia suamiku !""Jangan menyebutkan nama panggilanmu sendiri, Angel. Itu sama sekali tidak keren.""Aku meminjamnya untuk tetap berada di sampingku. Besok pagi aku pindah ke kediaman Bagaskara. Sangat tidak bagus jika aku pindahan tanpa dibantu oleh suamiku," lanjut Rani dengan nada setenang mungkin. Dia juga tidak salah menyebutkan bahwa Azlan adalah suaminya, toh mereka memang menikah, meskipun yang hadir di pernikahan saat itu adalah Angela.Di seberang sana, Angela mengepalkan tangannya. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa."Ingat Angel, nama baik keluarga Bagaskara ada di tanganmu dan suamimu. Jika kamu tidak macam-macam, aku juga tidak akan berbuat macam-macam.""Aku pegang ucapanmu."KlikPanggilan pun dimatikan oleh Rani. Dia tidak mau mendengar ocehan tak bermanfaat dari Angela kembali. Pun dia tidak berencana

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   14.

    Perjalanan kedua orang itu terasa hening. Azlan tidak mau memulai pembicaraan pun dengan Rani yang memilih terdiam. Sejujurnya Rani merasa jijik berada di dekat Azlan. Apalagi membayangkan pria itu sudah bertahun-tahun berhubungan dengan Angela. Rasa-rasanya perut Rani seperti diaduk-aduk dan mual. Rani masih ingat betapa Angela sering bercerita tentang ganasnya sang kekasih saat mencumbunya. Hah, andai Rani tidak kuat, mungkin dia sudah ikut icip-icip seperti yang Angela sarankan. Atau malah menjadi gila karena membayangkan kekasihnya mencumbu orang lain."Apa kau sudah makan?" "Sudah, Ron memasakkan untukku."Ada rasa aneh yang menyusup ke dalam hati pria itu. Rasa tidak suka jika wanita di sampingnya di perhatikan oleh orang lain. Padahal biasanya Rani akan terlebih dulu mengajaknya makan. Meskipun dia tetap akan berpura-pura sibuk saat makan bersama wanita itu.Rani menoleh saat tidak ada tanggapan dari pria di sampingnya. Dia merasa aneh karena tidak biasanya si pria memberikan

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   13.

    Ron dan Rani menoleh. Betapa terkejutnya mereka melihat tubuh menjulang tinggi di depan pintu. Keduanya asyik mengobrol hingga melupakan pintu yang tadi belum tertutup sempurna. Apalagi mereka juga akan segera pergi."Rani, kemari Sayang!""Pulanglah, istrimu mencarimu!" Rani jengah karena dunianya begitu sempit. Azlan selalu saja muncul di hadapannya."Istriku bernama Deswita Maharani," sahut Azlan dengan suara yang dalam dan penuh penekanan.Rani menghela nafas panjang. Bosan rasanya meladeni Azlan yang mempermainkan perasaannya."Sudahi dramamu, Azlan! Jangan membuatku terlihat bodoh dengan kelakuanmu itu!""Aku tidak bermaksud seperti itu, aku terpaksa melakukannya."Rani tersenyum getir dan menyerahkan tasnya pada Ron. Kemudian dirinya maju mendekati Azlan yang sudah setengah gila itu. "Kamu pulanglah, besok pagi aku mulai bekerja di kediaman Bagaskara. Kita punya banyak waktu untuk bertemu.""Benarkah?""Aku bukan pembual sepertimu, bukan?""Apa kamu sudah menerima pernikahan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status