Share

Istirahatlah yang Tenang, Istriku!
Istirahatlah yang Tenang, Istriku!
Penulis: Rahma La

Korban Tabrak Lari?

"Kamu itu malu-maluin banget! Kasih tamu minuman, cuma pakai daster. Itu tamu penting, Weni. Kalau dia jijik ngeliat kamu, terus batalin kontrak kerja gimana? Kamu mau tanggung jawab, hah?!" 

Weni hanya menunduk. Dia tidak memberikan reaksi apa pun, membuatku sedikit geram. 

"Benar kata Mama, kamu itu cuma bisa malu-maluin aja."

Aku berjalan meninggalkannya sendirian, tidak ada gunanya lagi berbicara dengan wanita itu. 

Baru saja ingin merebahkan tubuh di tempat tidur, terdengar ada sesuatu yang pecah di dapur. Aku mendengkus, pasti ulah wanita itu lagi. 

"Astaga! Kamu itu memang gak bisa ngapa-ngapain, ya? Piring aja bisa pecah kayak gitu." Aku berkacak pinggang melihatnya.

Benar-benar tidak beres pekerjaannya. Aku menggelengkan kepala, melihat Weni yang tidak bersuara sejak tadi. 

Terdengar suara tangis Vino—bayi kami yang baru berumur satu bulan. Bisa kulihat wajah kebingungan Weni. 

"Maka nya, pekerjaan dari tadi diurusin. Giliran anak nangis, sok sibuk." 

"Bisa kamu bantuin aku, Mas? Tolong ke Vino dulu, nanti aku nyusul." 

Belum sempat aku berkata apa pun, terdengar suara Mama dari arah ruang tamu. 

"Itu kenapa berisik banget? Pusing dengarnya."

Aku hanya melirik Weni. Dia masih membersihkan bekas piring pecah, bahkan ada bekas darah di tangannya. 

Baiklah, biar aku yang menjaga Vino dulu. Weni memang serba lambat. Dia tidak bisa cepat hanya untuk membersihkan rumah. 

Anakku yang satunya masih di sekolah. Hampir sepuluh tahun rumah tangga kami berjalan. Aku bosan melihat pekerjaan Weni yang lambat. 

Padahal, Weni sudah hampir tiga minggu tidak ngapa-ngapain di rumah. Digantikan oleh Ibu setiap kali aku bekerja. 

Namun, setiap kali aku pulang, Weni yang kelihatan bercucuran keringat. Ah, mungkin dia hanya sibuk mengurus Vino. 

Ibu yang paling repot, ketika Weni melahirkan. Istriku itu memang sedikit menyusahkan orang lain. 

"Mas, aku pergi ke minimarket dulu." 

Aku menoleh, ketika sedang sibuk menenangkan Vino. Wanita ini memang menyebalkan sekali. 

"Mau ngapain? Urusan rumah belum selesai aja, udah mau pergi." 

"Ada yang perlu aku beli, Mas. Jagain Vino, ya. Aku cuma sebentar."

Halah, sebentar dari mana. Aku mengabaikan izinnya. 

"Mas?" 

Weni masih di depan pintu. Dia menatapku, belum pergi ketika aku belum memberikan izin. 

"Ya, pergilah sana. Kalau perlu, gak usah pulang. Dasar menyusahkan."

***

"Mana lagi si Weni itu. Belum pulang juga, gak tahu apa, kerjaan di rumah udah numpuk."

Aku menoleh ke Mama yang mengomel sejak tadi. Kemudian melirik jam tangan. Sudah pukul delapan malam. 

Vino sudah ditidurkan Mama barusan. Anak perempuanku yang paling tua sudah tidur. Wanita itu belum pulang juga. Entah kemana hilangnya. 

Kalau dia tidak pulang juga tidak papa. Bebanku berkurang satu. 

"Aduh, coba kamu telepon si Weni itu, Andre. Kerjaan di rumah numpuk. Mama gak mau ngerjainnya, ya. Malas."

Baiklah. Aku mengeluarkan ponsel, menghubungi si Weni. 

Terdengar nada sambung. Aku menyenderkan punggung ke sandaran sofa. Menunggu Weni menjawab panggilan. 

"Halo."

Mendengar suara pria, aku langsung berdiri. Wah, si Weni ternyata ada main di belakangku. 

"Siapa kamu, hah?!"

Memang benar-benar tidak tahu diuntung. Sekarang dia selingkuh dariku? 

"Saya orang yang bantuin Ibu pemilik ponsel ini ke rumah sakit, Pak. Maaf, lupa ngabarin. Tadi, ditahan sama perawat ponselnya. Tidak ada kartu identitas, hanya ada ponsel, tapi dikunci. Jadinya, saya menunggu ada yang menelepon."

Tunggu, penjelasan orang ini berbelit-belit sekali. Apakah dia sedang bersandiwara? 

"Pemilik ponsel ini korban tabrak lari, Pak. Bapak ke rumah sakit saja sekarang, langsung ke ruang mayat." 

"Tabrak lari?!" 

***

Jangan lupa dilike dan subscribe, yaa.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Umi Pipit
lanjut thoor..semngat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status