Share

Istri Buta Kesayangan Bos Besar
Istri Buta Kesayangan Bos Besar
Author: Rizu Key

Bab 1

Author: Rizu Key
last update Last Updated: 2025-05-05 22:29:55

"Kalian benar-benar keterlaluan!" bentak seorang gadis cantik dengan kedua mata berkaca-kaca.

Dia baru saja memergoki dan berhasil merekam calon suaminya yang sedang bercinta dengan adik kandungnya sendiri.

"Kak… ini nggak seperti yang Kak Lita pikirkan…," ucap Jeni gelagapan.

"Kamu keterlaluan, Jen! Aku nggak nyangka kamu rebut calon suami kakakmu sendiri!" hardik Jelita Maharani Wijaya.

Niko Herlambang, yang disebut sebagai tunangan Jelita, segera turun dari tempat tidur, sementara Jeni buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut. Jelita memalingkan wajah, jijik melihat keduanya.

"Lita, aku bisa jelasin ini semua…," kata Niko tergesa.

Namun, Jelita sudah kepalang muak, dan langsung berkata, "Sudahlah, sekarang kita putus. Pernikahan kita batal!"

Niko semakin panik, dia segera mendekati Jelita dan memohon, "Nggak, jangan batalin pernikahan kita. Aku benar-benar mencintaimu, tapi kali ini aku khilaf. Maafin aku, Lita."

Perkataan itu membuat Jeni mengernyitkan dahi. Dia tidak percaya Niko akan berkata seperti itu, karena itu sangat bertolak belakang dengan apa yang pria itu katakan padanya. "Kak Niko?!"

Namun, Niko tidak peduli. Dia hanya fokus pada Jelita yang kini justru menatapnya dengan dingin penuh amarah.

"Aku tidak peduli," kata Jelita singkat, lalu menepis tangan Niko yang sejak tadi menggenggam tangannya.

Jelita bergegas keluar dari apartemen kekasihnya dengan hati hancur. Niat memberi kejutan ulang tahun berubah menjadi mimpi buruk: memergoki tunangan dan adiknya sendiri berselingkuh.

Jelita memilih melajukan mobilnya menuju Restoran Delima, tempat favoritnya. Duduk di pojok sambil menatap jalanan malam sambil meneguk minumannya untuk melepaskan kekesalan. Tapi tak lama, tubuhnya justru terasa panas dan aneh.

"Kenapa panas banget…?" gumamnya, mengibaskan tangan.

AC restoran masih menyala. Orang-orang terlihat biasa saja. Tapi tubuhnya terus panas, dadanya sesak.

Jelita menatap minumannya dengan alis berkerut, lalu bergumam pelan, "Apa jangan-jangan?"

Pandangannya beralih ke sekitarnya, mencari keberadaan pelayan yang tadi membawakan minuman itu untuknya. Namun, dia tidak menemukannya.

Akhirnya, Jelita bangkit dengan tubuh lemas, melangkah gontai ke luar restoran, menahan rasa tak nyaman yang makin menjadi. "Ah, ini semua gara-gara Niko dan Jeni!"

Bruk!

Saat mencoba keluar dari restoran, Jelita justru menabrak seseorang.

"Maaf... ughh…," gumamnya lemah ketika pria itu menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.

Dengan pandangan kabur, Jelita melihat sosok pria tinggi yang sedang menahan tubuhnya itu, seketika aroma maskulin yang menenangkan dari tubuh sang pria menyeruak ke hidung Jelita. Hal itu justru membuat Jelita semakin tak terkendali.

"Tuan... Tolong aku... Ini panas sekali..." pinta Jelita seketika yang sedang dalam pengaruh obat afrodisiak. Dia semakin berani untuk memeluk tubuh pria itu.

Sang pria mengernyit bingung, tetapi segera setelah itu dia menyadari sesuatu setelah melihat dua tahi lalat mencolok di leher Jelita.

"Tuan … tolong …" pinta Jelita lagi karena tak kunjung mendapat jawaban.

Tanpa banyak bicara, pria itu langsung membopong tubuh Jelita menuju hotel terdekat.

Dalam perjalanan, Jelita terus meracau soal tubuhnya yang panas dan perselingkuhan calon suaminya dengan adiknya sendiri. Namun, pria itu sama sekali tidak merespon.

Hingga sampai di hotel, pria itu langsung membaringkan Jelita dengan perlahan. Dia menatap Jelita lekat-lekat dari atas, seolah sedang menatap sosok yang memang telah lama dia cari.

"Tuan … tolong ini sangat tidak nyaman," rengek Jelita lagi. Dia bahkan tanpa segan menarik ujung baju pria itu untuk menunduk dan lebih dekat dengannya.

"Apa kamu yakin tidak akan menyesal meminta bantuanku?" tanya pria itu dengan senyum tipis.

Jelita menggelengkan kepala, seolah benar-benar yakin dengan keputusannya.

Dan tanpa basa-basi, semua terjadi begitu saja.

Dan malam itu, saat Jelita telah jatuh dalam tidurnya, pria itu justru berdiri di depan jendela kamar hotel sambil menghubungi seseorang.

"Aku sudah mengirim foto seseorang, cari tahu tentangnya," ucap pria itu.

"Siapa wanita itu, Tuan?" tanya pria di seberang sana.

Namun, pria itu justru berdecak pelan. "Cari tahu saja, jangan banyak tanya."

Setelah itu, panggilan terputus.

*

"Ugh…" Jelita melenguh pelan, duduk sambil memegangi kepala yang berat. Seluruh tubuhnya terasa remuk. Matanya menyapu kamar, kasur berantakan, pakaian berserakan… dan tubuhnya polos. Saat menoleh, ia terkejut melihat seorang pria tertidur membelakanginya, juga tanpa busana.

Mata Jelita membesar. Napasnya tercekat. Ia hampir menjerit, tapi buru-buru membungkam mulutnya sendiri. Pandangannya jatuh pada bahu pria itu, ada bekas cakaran. Jelas itu ulahnya.

Perasaan bersalah, takut, dan panik menyerbunya sekaligus.

"Apa yang sudah kulakukan…?" bisiknya lirih. Dengan tangan gemetar, ia segera mengenakan pakaian dan melangkah keluar kamar, nyaris terhuyung.

Di lorong hotel, Jelita berlari. Air mata tak terbendung, hatinya kalut. "Tuhan… kenapa ini harus terjadi padaku?"

Jelita terus berlari meski pangkal pahanya masih nyeri. Ia kembali ke restoran untuk mengambil mobilnya. Tangannya gemetar hebat, kunci mobil beberapa kali jatuh. Bayangan pria tadi menghantuinya, membuat dadanya sesak.

"Argh!" Ia membenturkan kepala ke kemudi, tangisnya pecah. Amarah dan sesal bercampur jadi satu.

'Ini semua karena Niko dan Jeni!' pikirnya kesal, mengingat jelas wajah adiknya di atas ranjang bersama calon suaminya sendiri. "Andai saja itu tidak terjadi, aku tidak akan berakhir seperti ini!"

Beberapa menit berlalu. Ia memaksa dirinya tenang, menyalakan mobil, dan melaju meninggalkan restoran Delima dengan hati yang hancur.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama ayahnya muncul di layar. Seketika, tubuh Jelita kembali bergetar.

Begitu panggilan telepon tersambung, sang ayah justru berkata, "Dasar anak kurang ajar! Bisa-bisanya kamu mencuri dana perusahaan dan membuat Keluarga Herlambang marah besar!"

Jelita terkejut, tidak mengerti dengan apa yang dikatakan ayahnya. Dia pikir, ayahnya akan marah karena dia tidak pulang, tetapi ternyata bukan.

"Pah… Papah bicara apa? Jelita nggak ngerti. Siapa yang curi dana perusahaan?" tanya Jelita kebingungan.

"Jangan pura-pura bodoh kamu, Jelita! Cepat pulang dan bereskan masalah ini!" gertak Reno, ayah Jelita, lagi.

Namun, tak lama suara lain terdengar.

"Papah jangan marahi Kak Lita. Kak Lita nggak mungkin melakukan itu semua," sahut Jeni dengan suara lembut dan tangis yang menderu.

"Jeni… kamu…." gumam Jelita tidak percaya dengan sandiwara yang dilakukan adiknya.

"Dengar itu, Jelita! Adikmu mati-matian membelamu padahal jelas ini semua ulah kotormu! Kamu memang benar-benar anak tidak tahu diuntung, tidak seperti Jeni!" kata Reno dengan penuh amarah.

Emosi Jelita semakin naik. Dia tidak tahu dengan urusan uang itu. Dan sekarang, setelah apa yang adiknya lakukan dengan calon suaminya, dia justru bersandiwara berpura-pura peduli padanya di depan orang tua mereka. Bahkan, sampai membuat ayahnya kembali membanding-bandingkan dirinya dengan Jeni.

Jelita benar-benar tidak habis pikir. Dan ini semua, kemungkinan besar juga pasti ulah Niko dan Jeni untuk membuat Jelita bungkam soal perselingkuhan mereka.

Namun, setelah ini Jelita akan langsung menyerahkan bukti perselingkuhan Jeni dan Niko. Dia tidak akan diam begitu saja.

"Aku nggak melakukan itu, Pah! Aku akan membuktikannya!" geram Jelita lalu langsung memutuskan panggilan telepon itu.

Fokus Jelita kembali beralih pada jalanan dengan emosi semakin mencuat. Namun, tak berselang lama, tiba-tiba suara klakson yang nyaring terdengar.

TIINN!

Jelita tersentak, sebuah mobil melaju cepat dari arah depan. Panik, ia membanting setir dan menginjak rem sekuat tenaga.

Sreeeet!

Brukk!

Mobilnya menghantam pembatas jalan. Bagian depan ringsek, asap mengepul.

Jelita terhempas, kepala terbentur keras. Darah mengalir dari pelipisnya. Kesadarannya mulai memudar.

Beberapa warga berlarian, panik. Seseorang menelepon ambulans, sementara mobil lain yang nyaris menabraknya melesat pergi.

Dengan napas tersengal dan pandangan buram, Jelita berbisik, "Sakit…."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 80

    "Ada apa, Sayang?" tanya seorang pria yang bersamanya."Ah. Nggak ada apa-apa. Aku mau ke toilet sebentar.""Baiklah, Jen. Aku akan menunggumu," sahut pasangan Jeni, Dion."Iya. Sebentar saja, kok," sahut Jeni sembari mengecup singkat pipi Dion dan menyambar tas tangannya.Wanita cantik yang mengenakan gaun selutut berwarna merah maroon, rambut diikat ekor kuda, serta tubuhnya yang tinggi semampai membuat penampilannya terlihat begitu sempurna. Namun ia menutupi wajahnya dengan sapu tangan karena menyadari keberadaan kamera pengawas di beberapa sudut restoran.Wanita itu tak lantas pergi ke kamar kecil. Ia memilih berjalan menuju ke tempat di mana Royal tadi datang. Dan benar saja, saat menoleh keluar, ia terpaku karena di balkon, sosok kakaknya duduk seorang diri. Menikmati langit malam dengan nuansa penuh romantis yang manis."Kak Lita...." bisiknya, menahan napas. Kedua tangannya tergenggam erat.Lalu pandangannya tertuju pada seorang pelayan yang mendorong troli. Pelayan wanita it

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 79

    "Kita sebenarnya mau ke mana, Mas? Apakah ada jamuan makan malam dengan klien?" tanya Jelita."Bukan. Aku mau mengajakmu makan malam sekaligus kencan," jawab Royal sembari tersenyum lembut.Jelita ikut tersenyum dan segera memeluk suaminya. "Benarkah begitu?""Iya. Ayo kita berangkat sekarang. Tom sudah menunggu di bawah," ajak Royal yang kemudian menggendong tubuh ramping Jelita dan mereka turun menggunakan lift.Malam itu Royal sudah bersiap dengan setelan tuxedonya. Sementara Jelita juga sudah mengenakan gaun indah warna hitam dengan rok panjang berbelahan sampai ke lutut. Wajahnya pun dirias begitu cantik dengan bantuan Bi Jum.Mereka berdua segera menuju ke pusat kota, berhenti di depan sebuah restoran Italia bergaya klasik. Mungkin jika Jelita bisa melihat, wanita itu akan senang dan bisa menikmatinya. Namun Royal tak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya ingin istinya menikmati makan malam romantis bersamanya.Bangunan bata merah dengan jendela lengkung besar dan balkon luas di la

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 78

    Ponsel Jelita berdering dari dalam tas kecilnya. Wanita itu segera meraih tasnya dan mengambil ponsel tersebut. Dari nada deringnya, ia tahu bahwa suaminya yang menelepon."Sebentar, Mah. Mas Royal nelfon," ujarnya."Ya. Angkatlah. Dan sebaiknya kamu segera beri tahu suamimu soal ini," ujar Nilam sembari mengusap lembut lengan putrinya.Jelita mengangguk. Lalu wanita itu memencet tombol karet berwarna hijau. Nilam pun mengamati putrinya."Halo, Mas? Ada apa?" tanya Jelita."Jelly, kamu masih di tempat Mamah?" tanya pria itu dari ujung panggilan."Iya, Mas. Aku masih sama Mamah. Kenapa?" Jelita bertanya balik."Aku sedang dalam perjalan ke sana menjemputmu.""Baiklah. Aku akan menunggu Mas Royal di sini," jawab Jelita."Ya."Panggilan berakhir. Jelita menggenggam ponselnya. "Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Nilam cemas.Jelita menggeleng pelan. "Nggak ada, kok, Mah. Tapi... Kalau Mas Royal tahu Jeni sudah dibebaskan, aku khawatir Mas Royal marah," ujarnya.Nilam menggenggam tangan put

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 77

    Wanita muda itu mengenakan atasan satin tipis dan rok mini. Reno menghela napas dalam diam. Dalam hati, ada amarah yang berkecamuk. Tapi dia membiarkannya. Karena menurut pria itu, Jeni memang sudah banyak membantunya selama ini."Jeni...." panggil Reno pelan. "Kamu benar-benar tidak tahu di mana ibumu sekarang?"Jeni membalikkan tubuhnya. Ia tampak santai di luar, namun ada sedikit jeda sebelum menjawab."Tentu saja aku nggak tahu, Pah," ucapnya datar. "Aku bahkan belum bertemu Mamah lagi sejak saat itu...."Nada suaranya tenang, tetapi matanya tidak bisa menyembunyikan kegelisahan. Reno memperhatikan itu, tapi memilih tak mengungkitnya."Baiklah kalau begitu," gumamnya pelan, sembari menunduk. "Papah cuma khawatir kalau... Jelita dan suaminya yang menemukannya."Mendengar nama kakak dan kakak iparnya langsung membuat tubuh Jeni seketika menegang. Kedua tangannya yang tadi bersandar di pinggangnya kini mengepal erat. Ia mencoba mengatur ekspresi wajahnya aga

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 76

    Saat pesta belum usai, Reno berjalan ke luar gedung perusahaannya –mantan perusahaannya. Pria itu kembali ke dalam mobil, duduk diam di sana untuk menenangkan diri."Pak, kita mau ke mana?" tanya sang sopir."Pulang!" jawab Reno ketus."Baik, Pak."Mobil sedan hitam itu menyusuri jalanan kota dengan tenang, melaju meninggalkan perusahaan yang tidak akan bisa dia datangi lagi seenaknya. Di dalamnya, Reno duduk di kursi belakang dengan wajah masam. Tatapannya kosong menatap ke luar jendela, tapi pikirannya penuh sesak. Suara tepuk tangan dan sorak sorai dari aula tadi masih terngiang di telinganya. Putri sulungnya , Jelita, berdiri di atas panggung dengan kepala tegak, menyatakan dirinya sebagai penerus perusahaan.Jelita yang kini mengambil alih perusahaannya, justru membuat Reno senang karena mulai saat itu, ia tak akan menanggung kerugian besar yang telah terjadi. Akan tetapi, Reno merasa ada yang mengganjal selama ini, sesuatu yang mengusiknya. Reno gelisah, bukan karena kehilangan

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 75

    Jelita melangkah masuk dengan tenang, meski jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Di sampingnya, Royal berjalan dengan gagah, tubuh tegapnya mendampingi sang istri seolah menjadi benteng pelindung untuknya. Sorot mata pria itu tajam namun hangat, sesekali melirik wanita buta di sisinya yang tampak anggun mengenakan gaun putih keemasan.Kilau lampu gantung menyinari kehadiran mereka. Gaun Jelita yang menjuntai elegan seperti menyihir mata para tamu undangan. Tatapan-tatapan terkejut, bisik-bisik pelan, dan gumaman kebingungan mulai terdengar memenuhi aula yang mewah itu."Itu Bu Jelita, kan? Anaknya Pak Reno?" bisik salah satu wanita paruh baya kepada temannya."Iya, kamu benar... sudah lama sekali dia nggak kelihatan. Katanya kecelakaan dan buta, tapi kenapa bisa ada di sini?""Terlebih lagi, siapa pria di sampingnya itu? Apakah itu suami Bu Jelita? Bukan Pak Niko lagi?""Pak Reno nggak pernah cerita kalau Bu Jelita sudah menikah.""Kamu benar. Kabar pernikahan yang terseba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status