Share

3. Simbol Cinta

Ada satu cerita yang selalu dibacakan mendiang ibunya ketika Serena kecil. Sebuah dongeng manis yang mengantarkannya pada angan-angan bahwa suatu hari ia akan menjadi puteri yang akan menemukan cinta sejatinya. Sebuah dongeng yang sering dibaca ibunya berulang-ulang tanpa bosan.

"Ibu harap, suatu hari kau juga akan menemukan cinta sejatimu, Nak..." pesan ibunya, Maria, kala itu.

Serena kecil hanya bisa menganggukkan kepalanya. Ia mengharapkan hal yang sama seperti yang diinginkan ibunya. "Iya, Bu... Kalau besar nanti, aku pasti akan bertemu dengan pangeranku. Seseorang yang ibu bilang akan membuatku bahagia seeelamanya..."

Namun kini, harapan itu hanyalah sebuah harapan. Serena bahkan tidak pernah menemukan pangerannya. Ia malah mendapati fakta jika suami yang seharusnya menjaga dan mencintainya malah pergi bersama dengan wanita lain di hari pernikahannya.

Sisa-sisa malam pesta pernikahan itu diakhiri dengan konser musik dari band ternama yang hanya disaksikan oleh Serena. Rupanya semua orang terlalu terpukau dengan penampilan band tersebut sehingga tidak menyadari jika mempelai prianya sudah tidak terlihat sejak dua jam lalu.

"Serena, di mana suamimu?" tanya Tania Dominic, ibu Aarav yang notabene adalah mertuanya. Wanita baik hati dan lembut itu meraih lengan Serena. Pandangannya mencari-cari Aarav yang tidak terlihat di manapun.

Serena gelagapan. Ia bingung harus mengatakan apa pada mertuanya. "Umm... Aarav... Umm... Sedang sakit, Bu. Dia bilang ingin istirahat sebentar di kamar. Tapi entahlah. Acaranya sudah selesai tapi Aarav belum juga bangun. Mungkin dia ketiduran..."

Tania kaget mendengar hal tersebut, pasalnya anak tunggalnya itu tidak menunjukkan tanda-tanda tidak enak badan sebelum acara dimulai. Mungkin karena kelelahan menyalami banyak tamu, Aarav merasa kelelahan sekarang. Tidak bisa dipungkiri, lima ratus undangan yang memenuhi ballroom adalah orang-orang penting yang harus disapa. Terlebih mereka adalah kolega berarti yang dimiliki perusahaan. Aarav tidak mungkin mengabaikan mereka begitu saja.

"Kalau begitu biar Ibu lihat bagaimana keadaannya..." Tania langsung bergegas, berniat melihat kondisi Aarav.

Namun Serena segera mencegahnya. "Ibu, jangan!" teriaknya panik.

Hal tersebut membuat Tania menoleh.

Serena yang menyadari jika ia sudah berlebihan langsung menutupinya dengan senyum. "Maksudku, Ibu jangan menganggu Aarav dulu. Karena tadi dia berpesan agar tidak diganggu. Dia hanya kelelahan, kok. Mungkin sekarang... Ummm... Anu... Mungkin sekarang dia sedang terlelap."

Menyadari jika kalimat menantunya itu ada benarnya juga, Tania langsung menganggukkan kepalanya. "Kau benar, Nak. Aku memang tidak seharusnya menganggu pasangan yang baru saja menikah, bukan?" serunya dengan mengerlingkan mata. "Kalian pasti ingin berdua saja, kan?"

Serena menggoyang-goyangkan tangannya di depan dada. "Bukan begitu maksudku—"

"Tidak apa. Bukankah itu sudah sewajarnya? Ibu akan semakin senang jika kalian cepat memberi Ibu cucu..." gumamnya. "Ah, tapi sudahlah, mau cepat atau lambat semuanya terserah saja. Yang penting Ibu sudah senang Aarav bisa menikah dengan wanita baik-baik sepertimu..."

Serena tersenyum mendengar kalimat itu. "Memangnya, selama ini yang dikenal Aarav tidak baik?"

Tania mengibaskan tangannya. "Tidak ada yang sebaik kau. Semua teman dekat Aarav hanyalah gadis-gadis yang mengincar harta saja. Mereka juga selalu berpakaian terbuka dan seksi. Meskipun sekarang jaman modern, tapi jujur saja, Ibu tidak suka dengan baju-baju yang kekurangan bahan seperti itu. Ibu malah malu saat melihatnya..."

Serena tersenyum. Tania adalah sosok ibu mertua yang banyak diidamkan menantu di dunia ini. Wanita itu pula lah yang memaksa Aarav untuk menikahinya. Serena hanya bertemu beberapa kali dengan Nyonya Dominic. Awalnya, ia pikir wanita itu adalah tipikal mertua yang galak. Namun tidak, Tania sangatlah baik dengan perangai yang lembut.

"Ketika pertama kali melihatmu, Ibu sangat senang. Kau gadis yang polos dan juga sopan. Kau bahkan jauh dari kata manipulatif seperti mantan-mantan Aarav. Kau pasti tidak tahu betapa leganya aku ketika putraku menemukan wanita sebaik dirimu. Sebagai Ibunya, aku sangat bahagia melebihi siapapun di dunia ini, Serena..." Tania lantas meraih bahu Serena. Lalu menepuknya perlahan. "Semoga hubungan kalian selalu awet, langgeng, dan bahagia..."

Serena mengangguk. Ia lantas memeluk Tania dengan sayang. Kerinduannya pada sosok ibu kandung membuatnya merasa jika Tania hidup untuk menjadi mertua sekaligus ibunya. "Terima kasih, Ibu..."

"Ah ya, aku punya hadiah untukmu..."

Serena melepaskan pelukannya dengan lembut. Lalu menatap Tania. Senyumnya merekah. "Hadiah apa?"

Tania lantas melepaskan kalung yang ia pakai. Wanita itu lantas menggenggamnya. Lalu menyerahkannya pada Serena. "Kalung ini, adalah pemberian dari ayah Aarav ketika kami menikah dulu... Aku tidak pernah melepaskannya sekalipun seumur hidupku. Tapi hari ini kuberikan kalung ini padamu. Sebagai simbol jika aku memberikan cinta, kasih sayang dan pengorbanan yang kelak harus kau lanjutkan sebagai seorang isteri pada suamimu..."

Serena menggelengkan kepalanya. "Jangan, Bu... Kalung ini pasti sangat berharga untuk Ibu. Aku tidak bisa menerimanya..."

"Serena!" panggil Tania. Wanita itu lantas menggelengkan kepalanya. "Aku sudah berniat memberikan kalung ini pada istri Aarav sejak lama. Dan kini aku menemukan wanita itu. Dia adalah kau! Jadi kumohon, terimalah kalung ini sebagai pemberian dan sambutan pertama dariku..."

Tangis Serena langsung mengucur deras. Ia tidak menyangka jika Tuhan mempertemukannya dengan sosok mertua sebaik Tania. Serena bahkan tidak pernah membayangkan akan bertemu dengannya. Namun Tuhan memberinya kesempatan untuk merasakan hangatnya cinta dari seorang ibu. Dari seorang Tania...

Tania lantas memasangkan kalung tersebut pada leher Serena. Kalung dengan berlian cantik sebagai hiasannya itu terlihat begitu pas di lehernya. Serena meraba kalung tersebut.

Simbol cinta, kasih sayang, dan pengorbanan yang harus ia berikan pada Aarav...

Serena menyadari dengan pahit jika ia bersedia memberikan ketiganya untuk pria itu. Tapi masalahnya, apakah Aarav bersedia menerimanya? Apakah pria itu bersedia menerima kasih sayang dan pengorbanan yang akan ia berikan? Dan cinta, bukankah Aarav sudah memiliki cintanya sendiri?

Serena memeluk Tania sekali lagi. "Terima kasih banyak, Ibu Tania... Aku akan berusaha berjalan di belakang Aarav dan menjadi wanita yang menurut apapun semua perkataannya."

Tania menggelengkan kepalanya. "Tidak, Nak. Kau tidak boleh berjalan di belakang Aarav. Tapi kau harus berjalan bersisian dan beriringan dengannya. Bukan sebagai bawahan, bukan sebagai atasan. Tapi sebagai teman seperjalanan. Kau mengerti?"

Serena mengangguk penuh senyum.

"Dan kau tidak boleh hanya menurut atas apa yang Aarav perintahkan padamu. Ada kalanya kau melawan jika itu adalah perintah yang bertentangan dengan kebaikan. Kau harus tegas. Karena, kau adalah asisten nahkoda dalam rumah tangga ini. Mengerti?"

Serena mengangguk lagi. "Semua yang Ibu katakan akan aku ingat hingga nanti..."

Tania tertawa. "Dasar anak penurut! Sekarang Ibu antar kau ke kamarmu. Istirahatlah... Acaranya sudah selesai. Dan kau harus tidur!"

"Baik, Ibu mertua yang cantik..."

"Ish!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status