Share

2. Selamat Menempuh Luka

Serena mendapatkan begitu banyak kado, ucapan selamat, dan doa dari semua yang hadir. Bukan tanpa alasan, keluarga Dominic adalah salah satu keluarga yang memiliki banyak relasi dan kolega. Seharusnya Serena bahagia, tapi entah kenapa ia merasa amat sedih.

"Selamat, Serena. Aku tidak menyangka kau akan menikah dengan keluarga kaya raya! Sekarang, hutang-hutang keluarga kita lunas. Dan rumah kita tidak akan jadi dilelang. Bagus bukan?" seru Lisa, ibu tirinya dengan senyum lebar. Wanita dengan rambut berombak berwarna perak itu terlihat sangat heboh dengan pakaiannya.

Serena tersenyum lembut. "Terima kasih, Ibu..."

Kini Viona, saudara tirinya ikut menyalami Serena. Gadis yang dua tahun lebih tua darinya itu bahkan melakukan cipika-cipiki padanya. "Selamat, Serena. Kau benar-benar menciptakan berita yang besar dengan menikahi putra pewaris Dominic grup. Aku tidak menyangka akan memiliki saudari tiri yang begitu tersohor saat ini..."

Serena hanya bisa menganggukkan kepalanya. Setelah Viona dan ibunya berlalu, ia melihat ayahnya, Adam, sedang menyunggingkan senyum penuh kebahagiaan. Entah sejak kapan Serena melihat senyum itu setelah ibu kandungnya meninggal. Sosok Adam seperti pria yang hanya hidup karena Tuhan masih memberinya napas. Bukan karena ia ingin. Dan hari ini, Serena melihat ayahnya terlihat begitu tampan dan gagah dalam balutan jas sederhana yang sudah usang karena usianya yang sudah tua.

Serena menghambur ke pelukan ayahnya. "Ayah..."

Adam membalas pelukan putrinya. Baginya Serena tetaplah gadis yang sama. Yang begitu lugu dan polos. Ia tidak menyangka jika gadis yang begitu bersedih akan kepergian ibunya bertahun-tahun lalu itu kini sudah beranjak dewasa. "Ayah senang kau bisa menemukan tambatan hatimu secepat ini..."

Serena mendesah. "Tapi pernikahan ini hanyalah sebuah kesalahpahaman, Ayah. Aku hanya... Sedikit takut!" seru Serena.

Adam tersenyum. Ingatannya kembali ke beberapa hari yang lalu ketika ia menemukan Serena dan Aarav dalam satu kamar saat pagi-pagi buta. Dan hal itulah yang mengharuskan keduanya untuk segera menikah. Singkatnya, dua keluarga yang timpang itu lantas melakukan pertemuan keluarga, mengatur semua urusan pernikahan, dan melamar Serena dengan waktu yang begitu singkat.

Dan hal itulah yang mungkin membuat putrinya itu sedikit kebingungan. Tidak dapat dipungkiri jika keduanya bahkan tidak saling mengenal sebelumnya. Mereka tidak pernah saling bertemu. Juga... fakta jika sebenarnya Serena sudah memiliki kekasih bernama Noah, membuat wanita itu merasakan hal demikian.

"Aarav adalah pria yang baik. Jangan percaya gosip di luaran sana, Nak. Dia bahkan sangat menyayangi ibunya, dan kau tahu itu... Ayah percaya jika Aarav adalah pria yang tidak akan mengecewakanmu..."

Kalimat itu membuat Serena sedikit tenang. Meskipun faktanya saat ini tubuhnya benar-benar gemetar. "Apa Ayah bahagia untuk pernikahanku ini?"

Adam mengangguk. "Bahagia. Tapi aku hanya tidak menyangka jika kedatangan Tuan Dominic ternyata bukan untuk melelang rumah kita. Tapi adalah untuk bertemu dengan jodohnya..."

Serena mengangguk. Ia juga tidak pernah tahu jika kedatangan pengusaha besar ke rumahnya itu adalah untuk menikah dengannya. "Tapi, Ayah... Bagaimana jika pernikahan ini tidak akan mudah bagiku?"

Adam tertawa. "Tidak ada yang mudah dalam pernikahan, Nak. Kau tahu itu. Bahkan setelah ibumu pergi pun aku juga tetap mendapatkan banyak kesulitan. Jadi pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa kau takuti. Tapi pernikahan adalah suatu proses yang harus kau jalani dan kau hadapi seumur hidupmu. Dan semua orang tahu itu..."

Ya, benar kata ayahnya. Serena tidak boleh takut pada pernikahan yang ia jalani. Jika Aarav menyulitkannya setiap hari, maka Serena juga akan melawannya setiap hari. Sesulit apapun pernikahannya, maka Serena akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat ayahnya tidak kecewa padanya.

"Serena..."

Serena menoleh. Pandangannya langsung menangkap tubuh jangkung milik Aarav sedang tersenyum lembut padanya. Serena ketakutan, ia tahu jika pria yang kini sudah resmi menjadi suaminya itu hanyalah berpura-pura baik di depan semua orang. Hanya Serena dan Tuhan yang tahu betapa kejam pria itu di belakang semua orang.

"Ada yang ingin mengucapkan selamat pada kita, Sayang... Dia datang jauh-jauh dari LA hanya untuk menghadiri pernikahan kita..." seru Aarav. Pria itu menggamit lengan Serena. Setengah memeluknya.

Di balik pelukan itu, Serena merasa tubuhnya sekaku baja. Ia tidak bisa bergerak.

"Kami harus pergi dulu, Sir... Selamat menikmati hidangannya..." seru Aarav yang langsung dibalas dengan tepukan oleh ayah Serena.

"Tentu, Nak. Terima kasih..."

Serena pun berpamitan kepada ayahnya. Ia lantas mengikuti Aarav yang mengajaknya ke kursi pelaminan. Di sana ia melihat sesosok tubuh langsing dengan pakaian yang seksi dan nyaris terbuka tersenyum padanya. Wanita dengan rambut semerah tembaga itu lantas memeluknya. Dan detik itu Serena mengetahui jika wanita itu adalah wanita yang ia lihat dalam foto beberapa waktu yang lalu. Seorang wanita yang diakui Aarav sebagai wanita yang seharusnya ia nikahi.

"Ah, jadi ini istrimu, Aarav..." seru wanita bernama Evelyn itu dengan logat yang khas. Wanita itu menatapnya dari atas ke bawah. "Dia terlihat... Cantik! Meskipun agak sedikit... Yah, kau tahulah apa maksudku..." katanya dengan nada mengejek.

Serena hanya bisa diam.

"Perkenalkan, aku Evelyn. Dan aku jauh-jauh datang dari LA hanya untuk melihat seberapa cantik istri dari kekasihku ini..." ujarnya. Kali ini wanita itu mengulurkan tangan. Seolah berniat mengajak Serena untuk berkenalan. Tapi Serena hanya bergeming hingga wanita itu kembali menarik tangannya.

Dada Serena semakin terasa ngilu ketika mendengar jawaban Aarav yang diucapkan secara terang-terangan di hadapannya. "Tidak lebih cantik darimu, Evelyn-ku sayang. Kau jangan khawatir! Aku akan segera menceraikannya setelah ini."

Evelyn tertawa. Lalu memeluk Aarav secara diam-diam. Hal tersebut membuat Serena membulatkan mata. "Jangan risaukan itu. Kita mainkan saja permainannya..."

Serena mengepalkan tangannya. "Permainan apa yang kalian maksud?"

Kini ganti Aarav yang menjawab, "Permainan yang kau awali, Serena. Bukannya kau menipuku dengan naik ke atas ranjangku dengan tujuan kunikahi? Bukankah kau menggunakan cara licik untuk membuat hutang-hutang keluargamu lunas dengan cara instan?!"

Tuduhan itu membuat wajah Serena merah padam. Ia menggeleng. "Kau salah, Aarav. Aku tidak pernah berusaha merayumu. Aku juga tidak tahu kenapa ketika aku membuka mata aku sudah berada di atas tempat tidur yang kau tempati!!!" bela Serena. Ia mengatakan fakta sebenarnya tentang malam itu. Bahwa semua itu hanyalah kebohongan. Bahwa ia tidak pernah berusaha merayu Aarav dengan tujuan agar pria itu membebaskannya dari hutang keluarganya.

"Jadi kau berdalih jika seseorang memindahkanmu di malam hari lalu melepaskan semua pakaian kita?" Aarav tertawa. "Jangan bodoh. Kau pikir aku orang yang akan mudah percaya pada dongeng semacam itu? Jangan mimpi!"

Serena merasa air matanya ingin tumpah. Tapi seperti janjinya, ia tidak akan pernah menunjukkan kelemahannya. Tidak akan!

"Sudahlah, Aarav. Lebih baik kita pergi dan bersenang-senang saja!" seru Evelyn, menarik tangan Aarav.

Serena menghalangi langkah keduanya. "Tapi acaranya belum selesai. Kemana kau akan pergi? Bagaimana jika semua orang mencarimu?"

"Apa pedulimu, Jalang?! Katakan saja pada semua orang kalau aku sakit dan harus istirahat. Sekarang, minggir!"

Dan Serena pun membiarkan dua orang itu melangkahkan kakinya untuk pergi bahkan sebelum acara pernikahan usai.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status