Share

Kartu Black Card

Untuk itu, tidak perduli jika Bibi Ani adalah

wanita yang pelit bicara, tidak mau bicara.,

atau bagaimana pun itu. 

Selama ia bisa membuat semua makanan yang begitu enak ini lagi untuknya, Aretha tidak akan pernah mempermasalahkan apapun tentang wanita hebat itu kedepannya!

la sudah cukup puas dengan masakannya. Dan itu lebih dari cukup. Berbeda dengan Elvan.

Elvan yang telah terbiasa dengan semua

masakan Bibi Ani, merasa bahwa ucapan Aretha terlalu dilebih-lebihkan. 

Sehingga ketika ia mendengar ucapannya yang membuatnya geli itu, ia menghentikan makannya, lalu bertopang dagu.

Di tatapnya Aretha dengan ekspresi yang tidak bersahabat.

Aretha menatapnya balik, "Apa aku terlalu

berisik?" Tanyanya polos.

"Menurutmu?" Balas Elvan dengan malas.

Aretha kemudian berdeham. Tanpa Elvan

menjawab pun Aretha tahu pria itu merasa terganggu dengan kehadirannya. 

Jadi Aretha memutuskan untuk melanjutkan saja makannya lagi dengan lebih tenang.

Elvan pun kembali melanjutkan makannya

juga, tapi tak kurang dari 5 detik setelahnya, Aretha kembali mengangkat kepalanya dan menatap Elvan dengan serius.

"Tidakkah sebaiknya kita bersikap lebih

harmonis di depan oranglain?" Tanya Aretha

pelan, sambil menunjuk ke arah Bibi Ani yang tengah sibuk mencuci piring.

Ruang dapur dan ruang makan saling

berdekatan dan tanpa penghalang.

Sehingga jika mereka melakukan sesuatu saat ini di meja makan, semua akan terlihat dengan jelas oleh Bibi Ani yang saat ini sedang berada di dapur dan mereka yang sekarang sedang ada di meja makan.

Karena Elvan tidak langsung menjawab

pertanyaan Aretha, Aretha kemudian

mencondongkan kepalanya semakin ke depan untuk berbisik lagi pada Elvan. 

Saking ke depannya, Elvan sampai harus sedikit mundur ke belakang.

"Mungkin saja ada mata-mata di rumahmu."

Bisik Aretha yang membuat Elvan terbelalak tak percaya, "Atau mungkin akan ada orang yang akan tanpa sadar keceplosan mengatakan kalau kau dan aku tidak akur di meja makan. Jadi, tidakkah sebaiknya kita... lebih berhati-hati?? Aretha benar-benar menyuarakan seluruh pemikirannya. 

Dan ia selesai mengatakan itu, Aretha langsung berdiri dan berpindah tempat.

la duduk tepat di samping Elvan, Di jarak yang paling dekat dengan Elvan di meja makan dan langsung mendapat tatapan yang tajam dari pria itu.

"Menjauh dariku sekarang!" Serunya dingin.

Aretha tertegun, merasa telah melakukan

kesalahan dan itu membuatnya terdiam.

"Apa kau tidak mendengarnya? Aku bilang

menjauh dariku! Menjauh dariku setidaknya

50 senti dari sekarang!" Ulang Elvan dengan

kesal.

Aretha langsung mundur cepat dan mengambil langkah seribu, ia memindahkan posisi duduknya kembali ke tempatnya yang semula dan mencibir.

"Haizz! Responmu itu berlebihan sekali!

Menjauh dariku setidaknya 50 centi?

Memangnya aku punya penyakit menular

apa? Dasar, pria arogan!!" Cibir Aretha.

"Apa?" Elvan menyipitkan matanya,

menanggapi gumaman Aretha yang walaupun pelan tapi masih bisa ia dengar.

Tersenyum ramah, "Bukan apa-apa!" Serunya cepat sambil terkekeh.

Elvan menatapnya sengit lalu meletakkan

sendok.

"Kau sebaiknya tidak terlalu banyak membaca

novel atau semacamnya! Cerita fiktif seperti

itu, hanya akan merusak semua sel

imajinatifmu ke akar yang buruk. Bibi Ani

adalah orang kepercayaanku. Kita tidak perlu

berpura-pura di depannya dan kau,

sebaiknya tidak mencoba mencari

kesempatan untuk mendekatiku. Walau hanya

sesaat. Semua itu tidak akan berguna," ujar Elvan dengan sangat mengejutkan yang

langsung membuat Aretha terbelalak.

'Apa? Barusan dia bilang apa? Mencoba

mencari kesempatan untuk mendekatinya?!

Hah! Luar biasa!'

Benar-benar tingkat kepedean yang sangat tinggi bahkan sangat akut! Saking akutnya, sampai Aretha tidak bisa membalas. 

la hanya diam dan kemudian melanjutkan kembali makannya, tapi kemudian tak selang berapa lama ia kembali menatap Elvan dan bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.

"Kalau begitu, selain Bibi Ani dan juga Dirga

siapa lagi yang ternyata juga tahu tentang

pernikahan palsumu ini? Apa ada oranglain

lagi? Apa kau sudah memberitahukan pada

oranglain? Kalau ada siapa itu?" Tanya Aretha tanpa jeda.

Elvan langsung menghelah napas, ia malas

menjawab.

"Entahlah." Serunya.

Aretha mengaduk-aduk makanannya dan

berpikir. "Lalu, kalau begitu.." Belum selesai Aretha berkata, Elvan sudah melemparkan tatapan yang menusuk.

"Bisakah kita makan dengan tenang?" Ujarnya dingin.

Dan mereka pun akhirnya kembali

melanjutkan makan mereka masing-masing

dengan sangat tenang dan hening. 

Tidak ada yang berani bersuara, dan tidak ada yang ingin memulai pembicaraan lagi. 

Keduanya benar-benar makan dengan sangat damai tapi juga menyesakkan bagi Aretha.

******

"Nyonya Aretha, apa Anda sudah mengerti

dengan semua yang sudah saya katakan?"

Tanya Dirga pada Aretha.

Ketika ia tengah menjelaskan semua perihal apa saja yang harus di lakukan Aretha, dan tidak harus di lakukan Aretha di kediaman suami kontraknya.

Aretha melemparkan pandangan malas dan

mengangguk.

"Ya ya, Aku mengerti. Bukankah semalam kau sudah mengatakan semuanya itu padaku? Lalu kenapa kau harus mengulangnya lagi?" Semalam, Dirga jelas-jelas sudah berceloteh panjang lebar dengannya di dalam mobil saat mereka dalam perjalanan pulang setelah acara resepsi selesai. 

Lalu apa-apaan sikapnya ini? Pria ini kembali mengulang semua hal setiap kata pun.

Apakah ini 'Dejavu? "Aku benar-benar sudah mengingat semuanya." Seru Aretha lagi dengan yakin dan mantap. 

la mengulang kembali semua yang sudah dikatakan Dirga secara lengkap dan menyeluruh.

"Pertama, aku diharuskan menjaga semua

barang yang ada di dalam rumah ini agar tetap bersih dan rapi seperti sediakala. Lalu aku tidak dizinkan untuk mengotori, merusak atau bahkan memecahkan semua benda yang ada di rumah ini apapun yang terjadi. Bahkan memindahkannya secara sembarangan," papar Aretha.

"Kedua, Tuan Elvan-mu itu adalah orang yang

sangat gila akan kebersihan dan kerapihan. la

tidak suka jika ada orang yang mengutak-atik

barang miliknya. Jadi, jika aku bahkan

hanya menggeser satu inci saja barang

miliknya yang sudah tertata dengan sangat

rapi dan akurat tanpa sepengetahuannya, ia

akan segera tahu, dan hal itu tentu saja tidak

akan berdampak baik untukku ke depannya."

"Lalu ketiga, karena wilayahku adalah hanya

sebatas kamarku, dapur, ruang makan, serta

ruang santai yang sedang aku gunakan

sekarang. Aku tidak diizinkan untuk

melangkah ke ruangan manapun yang lain,

tanpa seizin darinya. Bahkan jika suatu saat

aku ingin menggunakan ruang tamu miliknya

aku diharusnya melapor dulu padanya, dan

jika di setujui, aku baru boleh menggunakannya?"

"Keempat. Aku tidak diizinkan untuk masuk ke

kamarnya, walaupun tentu saja tidak ada

alasan untukku melakukan itu. Tapi aku tidak

diizin masuk ke dalam baik saat ada

pemiliknya maupun tidak. Aku juga tidak

diizinkan untuk masuk ke dalam ruang

kerjanya sembarangan dan ruang bacanya

tanpa permisi. Jika begitu, kenapa tidak

sekalian saja kau meminta bosmu itu untuk

menguncinya? Mengunci semua tempat yang

tidak boleh kumasuki, bukankah itu akan lebih

mudah?" Aretha meniup pelan rambutnya yang menggangu.

"Lalu aku juga tidak diperbolehkan membuat

keributan dan berisik, mengganggunya dengan hal-hal lain yang tidak penting, juga

tidak diperbolehkan. Dan karena aku hanya

penghuni sementara di sini, aku diharuskan

mengikuti semua aturan itu tanpa protes dan

mengeluh. Aku harus bertindak sebagai

bayangan yang bisa membuat bosmu itu

merasa nyaman senyaman ia sebelum

menikah. Benar-benar damai tanpa gangguan. Benar begitu 'kan?" Ujar Aretha mengakhiri semua aturan gila yang ditekankan padanya dengan sikap meremehkan.

Dirga mengangguk. "Anda benar," balas Dirga singkat.

Walaupun perjelasannya itu sedikit di lebih-

lebihkan dan terkesan kurang baik, tapi semua yang dikatakan Nyonya Aretha adalah memang benar adanya.

 la memang telah meminta Aretha untuk melakukan semua itu atas perintah

atasannya, Tuan Elvan.

Dan jika wanita itu merasa kesal dengan

semua aturannya itu, wanita itu jelas tidak

bisa berbuat apapun karena itu sudah

menjadi konsekuensi yang harus

di tanggungnya.

******

Tuan Elvan adalah pribadi yang sangat

perfeksionis dan rapih, ia tidak suka dengan

segala sesuatu yang merepotkan dan

membuang-buang waktu. 

Berinteraksi dengan orang luar, apalagi harus beramah-tamah dengan wanita yang tidak dicintainya, menurutnya itu akan sangat percuma.

Pernikahannya dengan Aretha adalah sebuah

pernikahan yang terjadi atas dasar

keterpaksaan yang harus diterimanya.

Elvan tahu dengan pasti, sekalipun bukan saat ini tapi mungkin suatu saat nenek pasti akan tetap memaksanya untuk menikah dengan cara apapun sampai ia berhasil.

Karenanya untuk mencegah hal-hal yang tidak di inginkan, Elvan harus membuat beberapa batasan yang diperlukannya. 

Toh, istri kontraknya ini memang dibayar untuk itu, dan Dirga kebagian tugas sebagai pengingat dan juga penengah diantara mereka.

"Saya harap anda melakukannya dengan

sebaik-baiknya." Dirga memberi penegasan

kuat untuk menegaskan seluruh ucapannya di

awal. 

la berharap Nyonya-nya yang baru ini

bisa mengerti dengan baik situasinya

sekarang, wanita ini mau tidak mau harus mengeluh.

Mendengar ucapan Dirga, Aretha kembali

mengangguk dengan yakin.

"Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan

membuat masalah," balas Aretha dengan santai.

Dirga pun mengangguk. "Dan satu hal lagi."

Aretha melemparkan tatapan tidak senangnya

lagi, ketika Dirga kenmbali ingin menambahkan sesuatu.

"Masih ada lagi?" Tanyanya kesal. Karena kesal, Aretha mengira Dirga akan kembali menguruinya lagi dengan segala macam ceramah yang tidak menarik untuknya. 

Sampai-sampai ia sempat berpikir ingin menarik kembali kata-katanya dulu, soal

Dirga yang dianggapnya punya dedikasi tinggi

dan berprofesionalitas kerja yang luar biasa.

Untuk sekarang, di matanya, pria itu tidak

lebih dari sesosok ibu mertua yang cerewet

dan banyak menuntut. 

Atau jangan-jangan sebenarnya Dirga memang adalah salah satu keluarga Elvan yang tidak dipublish?

Ayah tiri Elvan yang tidak di ketahui khalayak

ramai dan saat ini sedang berpura-pura

menyamar menjadi asistennya? 

Sehingga, karena itu dia senang sekali merecoki pendatang baru di keluarganya?

Aretha melemparkan pandangan dengan malas, sementara Dirga alih-alih berniat ingin

memberikan ceramah, Dirga justru memberikan Aretha sebuah kartu hitam dari

dalam saku jasnya. 

Aretha meresponnya dengan bingung. "Apa ini?" Tanya Aretha.

"Unlimited blackcard." Jawab Dirga.

Aretha tak bergeming, ".??"

"Ini adalah kartu kredit unlimited yang bisa

Anda gunakan untuk waktu-waktu tertentu.

Jika ada yang mendesak atau ada sesuatu yang penting anda bisa menggunakannya, jadi saya sarankan anda menggunakannya

secara bijak dan tepat. Semua transaksi akan

selalu tercatat di bawah pengawasan saya."

Papar Dirga dengan beberapa intonasi yang

mengisyaratkan, bahwa dirinya akan selalu

memantau apa pun gerak-gerik Aretha melalui kartu yang diberikannya itu.

Di mana jika Aretha menggunakannya di luar

jalur, maka pria itu akan mengetahuinya dan

bersiap untuk bertindak?

Aretha melemparkan senyum ramahnya sejenak, ia menatap kartu hitam yang kini sudah ada di tangannya itu dengan perasaan ngeri sekaligus meremehkan. 

Seumur-umur, Aretha belum pernah melihat atau bahkan menyentuh kartu yang sangat langka dan berbahaya ini.

Tapi berdasarkan apa yang pernah

di dengarnya, kartu langka semacam ini hanya bisa di keluarkan dan diperuntukkan untuk orang-orang tertentu. 

Hanya mereka yang berasal dari kelas yang berbeda dan dari kalangan tertentu yang bisa memilikinya, dan siapapun yang memegang kartu tersebut dia bebas menggunakannya sesuka hati tanpa perlu memikirkan batasan limit, yang mana kartu itu sendiri tidak memiliki limit.

Memikirkan begitu pentingnya kartu yang ia

dapat, Aretha langsung buru-buru memasukkan kartu tersebut ke dalam dompet dan menyimpannya. 

Saat ini, ia masih belum menduga bahwa suatu saat kartu itu bisa menjadi bumerang untuk dirinya di kemudian hari.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status