Share

Bab 3 : Bukan Menjual Diri

Aldi memilih untuk menunggu di lobi. Namun, sudah hampir satu jam di sana nyatanya Ayuda tidak kembali juga ke hotel. Aldi mulai gelisah, dia pun menghubungi sekretaris Affandi untuk membantu berbicara ke pria itu, siapa tahu Ayuda bisa dihubungi oleh papanya.

“Apa?”

Aldi terperanjat saat sekretaris Affandi yang bernama Hari memberitahunya bahwa saat ini Affandi juga panik, setelah menelepon putrinya tapi tidak ada jawaban.

“Apa mungkin dia diculik?” tanya Hari. “Bagaimana kalau lapor polisi?”

“Diculik? Lapor polisi, ini belum ada satu kali dua puluh empat jam, tentu polisi belum mau menerima laporan, sebaiknya aku minta saja pihak hotel membukakan pintu kamarnya,” kata Aldi. Pria itu bergegas menuju meja front office lagi dan mengatakan bahwa ada kejanggalan yang terjadi.

Awalnya pihak hotel menolak, Aldi bahkan harus berdebat dengan manager hotel. Hingga dia mengancam jika ternyata Ayuda pingsan atau mengalami keadaan darurat di dalam kamar, maka pihak hotel harus beranggungjawab.

Mendengar itu manager hotel memilih menghubungi General Manager, dia baru berani setelah sang GM menyetujui. Akhirnya Aldi beserta manager dan dua staff hotel menuju kamar Ayuda.

Sesaat setelah pintu dibuka, mereka langsung menerobos masuk. Aldi membuka pintu kamar mandi, dia mengernyit dan semakin yakin bahwa sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.

Melihat Aldi panik, manager dan staff hotel pun tak kalah panik. Hingga mereka mendengar Aldi menelepon dan berkata, “Nona tidak ada di kamarnya, aku akan menunggu di sini sampai malam, jika Nona Ayuda belum kembali juga aku yakin ada sesuatu yang terjadi padanya.”

_

_

“Sa-sa-sayang kenapa kepalamu?” tanya Wangi melihat Jiwa pulang dengan bagian belakang kepala tertempel plester dan perban. Untung saja hari sudah malam, jika tidak pasti mertuanya akan histeris melihat putranya mendapat luka terlebih di kepala.

Jiwa melempar jasnya sembarangan lantas membuka kancing kemeja. Wangi yang yakin bahwa sang suami pasti sudah meniduri Arra nampak menggigit bibir bawah. Namun, semua ini sudah kesepakatan bersama, keputusan yang dia ambil dengan Jiwa.

Awalnya mereka memang ingin melakukan prosedur bayi tabung menggunakan Arra sebagai ibu pengganti, tapi semua rencana itu gagal terlaksana karena dokter yang membantu program akhirnya bersikeras tidak mau melakukan tindakan memasukkan sel telur yang nantinya sudah dibuahi ke tubuh wanita lain. Dokter itu masih memikirkan karirnya ketimbang uang, tindakan yang ingin Wangi lakukan illegal di negara ini. Alhasil, dari pada dituntut terus oleh mertuanya, Wangi memilih membiarkan saja Jiwa menjamah tubuh wanita lain, toh dia tahu Jiwa sangat mencintainya. Ia lebih molek dari gadis yang menurutnya kampungan bernama Arra itu.

“Dia memukulku menggunakan vas bunga,” ucap Jiwa.

“A-a-apa?” Wangi tergagap, dia tak percaya gadis lemah itu berani memukul kepala Jiwa.

“Seharusnya kita lakukan saja prosedur itu di luar negeri,” keluh Jiwa. Ia seolah menyalahkan Wangi karena luka yang dia terima.

“Jangan bicara seperti itu! kita sudah sepakat. Karirku sedang berada di puncak, pergi ke luar negeri, bagaimana kalau publik tahu aku memakai ibu pengganti? itu hanya akan membuatku kehilangan popularitas,” jawab Wangi. Ia terdengar sangat egois. Wanita yang gila akan pengakuan itu berdiri di depan Jiwa, dia raih tangan pria itu lantas berucap manja. Setiap kata yang keluar dari bibirnya bak madu yang membuat Jiwa terperdaya.

“Semuanya sudah kita sepakati, kamu akan membuat gadis itu hamil. Setelah dia hamil aku akan berpura-pura hamil juga, orang-orang tidak akan tahu karena aku akan menutupinya sampai nanti waktunya melahirkan. Anak itu akan jadi anak kita, kamu tidak akan kehilangan posisi di perusahaan dan aku juga tidak perlu susah payah mengurangi kegiatan dan melahirkan,” ujar Wangi panjang lebar.

Jiwa hanya diam, saat ini ucapan istrinya itu entah kenapa terdengar sangat tidak bisa dia terima. Padahal dia sadar memang menyepakati semua itu dengan Wangi.

“Maaf karena hal ini kamu terluka, aku akan memberi pelajaran ke gadis itu nanti,” kata Wangi dengan sorot mata merayu Jiwa.

_

_

Di sisi lain Ayuda benar-benar merasa geram, dia masih tidak bisa berpikir jernih, otaknya gagal mencerna apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia hanya berniat pergi ke minimarket membeli sesuatu, tapi malah diseret dan berakhir diperkosa oleh pria gila.

Ayuda masih duduk melipat kaki bersandar pada kepala ranjang saat pintu kamarnya terbuka. Pria yang dia tahu merupakan anak buah Jiwa itu meletakkan nampan berisi makanan ke lantai. Pria itu agak gentar karena Ayuda berani memukul sang bos dengan vas bunga.

“Makan ini! dan jangan menatapku seperti itu,” hardik si pria.

“Heh … sapu ijuk,” sembur Ayuda melihat rambut pria itu yang berdiri mirip sapu. “Berikan clutch-ku! Beraninya kamu melemparnya tadi, kamu pikir berapa harganya, Ha! mau kerja keras seumur hidup pun, aku yakin kamu tidak akan bisa mengganti tas tanganku itu jika sampai rusak.”

Pria itu tersenyum mencibir, tak tinggal diam dia pun membalas ucapan Ayuda. “Jangan sok, kamu tak lebih dari gadis murahan, rela menjual diri demi uang.”

“Brengsek! Siapa yang kamu bilang menjual diri!” Ayuda bangkit dari atas ranjang, dia hendak mendekat ingin memukul pria tadi tapi terhalang pecahan vas yang masih berserakan, lagi pula pria itu buru-buru menutup dan mengunci pintu kamarnya lagi.

Ayuda menahan gemuruh di dalam dada, tangannya mengepal hingga kuku jarinya memucat. Ia berjanji akan membalas semua tindakan bejat Jiwa yang sudah merenggut paksa kehormatannya ini.

“Aku akan menghancurkanmu, lihat saja nanti! Bedebah sialan, berani-beraninya kamu melakukan ini padaku.”

***

Siang hari di hari berikutnya, Aldi nampak berjalan cepat menuju sebuah gedung, di sana dia sudah ditunggu oleh Hari dan juga Affandi. Pria paruh baya itu nampak sangat cemas, dia bahkan langsung menampar pipi Aldi meluapkan kekesalan karena beranggapan pria itu tak becus menjaga putrinya.

Aldi hanya menunduk, meski dia tahu ini bukan murni kesalahannya tapi beginilah nasib bawahan. Bahkan dia yakin jika sampai Ayuda tidak ditemukan dalam kondisi selamat, maka nyawanya juga akan ikut terancam.

“Pak, ini bukan kesalahan Aldi. Nona Ayuda sengaja berbohong soal jam kedatangannya,” ucap Hari, dia membela pria yang sama-sama hanya bawahan seperti dirinya itu.

“Maaf Pak!” Aldi masih menunduk, dia tidak mungkin melawan Affandi yang terkenal kasar tapi sangat mencintai putri tunggalnya.

Affandi masih menatap nyalang pada Aldi, hingga seorang bawahannya yang sejak tadi sibuk dengan laptop memanggil.

“Saya sudah bisa menemukan lokasi di mana ponsel Nona Ayuda berada,” ucap pria itu.

Semua orang lantas mendekat, mereka melihat di layar laptop terpampang sebuah titik yang mengedip beberapa kali.

“Perbesar!” titah Hari.

“I-i-ini … “ Aldi terbata-bata saat menyadari titik itu menunjuk sebuah lokasi yang lumayan jauh dari hotel tempat Ayuda menginap. “Kenapa ponsel Nona ada di perkebunan teh?” tanyanya heran.

“Nona Ayuda kemungkinan dalam bahaya, apa mungkin dia diculik?”

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Sari 💚
siapa yang memanipulasi ayuda sih, dijual diam2, eh malah dikira jual diri
goodnovel comment avatar
Alyatus Sani
Ga wangi di sana ga disini jahat semua loh heran...
goodnovel comment avatar
Lkems Fhitria
wangi jadi inget si putra, bener2 nama wangi tak sebagus namanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status