Semenjak kejadian malam itu suasana di rumah semakin dingin pria itu bahkan jarang pulang, Nadya berusaha tetap menunggunya. Walau bagaimana pun dia tetap suaminya, sudah dua minggu berlalu Bastian selalu pulang terlambat bahkan dia tidak pulang. Menanyakan kabar pun dia tidak pernah, dia cuek acuh bahkan dingin, sekalinya pulang Bastian tidak berbicara dengannya.
Malam ini Nadya bersiap untuk menghadiri acara pesta ulang tahun kakek Baskoro yang akan segera di gelar. Make up tipis menghiasi wajah cantik Nadya, lipstik andalannya berwarna pink muda menempel sempurna di area bibirnya. Nadya membiarkan rambutnya terurai dan sedikit ia catok bergelombang. Wanita itu tersenyum dan menatap wajahnya di depan cermin. Akan tetapi sudah jam tujuh malam Bastian belum mengabarinya dia bahkan tidak pulang semalaman. Dan malam ini Bastian tidak kunjung datang membuat hati dan perasaan Nadya resah gelisah. “Bagaimana kalau dia tidak datang? apa yang akan aku katakan pada kakek dan mamah?” Gumam Nadya menatap jam yang menempel di dinding tembok. Nadya bergegas keluar kamar dengan gaun cantik menempel sempurna di tubuhnya dia juga mengenakan tas kecil yang akan dia pegang sebagai perhiasannya Nadya memakai kalung pemberian Bastian pada saat mereka menikah. “Kenapa dia belum kunjung datang? acara akan segera di mulai.” Ucap kembali Nadya dengan pikirannya yang sangat resah. Tidak menunggu waktu lama Bastian datang dengan mobil hitam miliknya Nadya tersenyum akhirnya pria itu datang juga. Terlihat Bastian sudah rapih dengan kameja hitam, pria itu terlihat sangat tampan membuat Nadya terdiam. “Tuan, akhirnya kau datang juga.” Ucap Nadya tersenyum menghampiri. Bastian tidak menghiraukannya dia bergegas menarik tangan mulus Nadya untuk segera masuk ke dalam mobil. “Masuklah, jangan pernah berbicara lagi, saya muak mendengarmu.” Bastian menutup pintu mobil dan bergegas pergi meninggalkan rumah bersama Nadya. Di dalam perjalanan Nadya hanya diam membisu tangannya mencekal erat tas yang dia pegang. Tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulut mereka berdua, tiba-tiba saja Bastian menghentikan laju kendaraannya membuat Nadya terkejut. Padahal sudah setengah perjalanan menuju ke rumah sang kakek. Ckkiit “Tuan, ada apa? Apa kau menabrak sesuatu?” Tanya Nadya panik menatap ke arahnya. Bastian tidak mengeluarkan sepatah kata pun dia diam membisu menatap ke arah jalanan, tatapan itu kosong. Nadya semakin khawatir dan panik dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. “Tuan, apa kau baik-baik saja?” Tanya kembali Nadya mulai panik. Tiba-tiba saja Bastian menatapnya dalam dengan tatapan dingin, dia mulai mendekatinya mengekang sedikit tubuh Nadya. Hingga wanita itu tidak bisa keluar dari kekangan karena memang mereka berada dalam mobil. Tubuhnya kaku napasnya memburu, Nadya mengalihkan pandangannya akan tetapi pria itu menarik sedikit wajah istrinya untuk terus menatapnya. Tiba-tiba saja Bastian menarik dagu lancip Nadya lalu mengecupnya dengan lembut. Nadya terkesima kedua matanya membulat Nadya merasakan sentuhan bibir suaminya menempel sempurna. Nadya mendorong tubuh Bastian dia menatap dengan wajah memerah, ingin sekali Nadya memberontak dan berteriak akan tetapi dia enggan melakukannya bahkan tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya seakan membisu dan beku. “Kau menginginkan hal ini, apa ini yang kau inginkan?” Tanya Bastian dingin menatap tajam. Hanya mendengar suara itu dengan tuduhan yang keluar dari mulut suaminya. Nadya tercekat tenggorkannya tiba-tiba saja kering kerontang untuk membuka mulut saja pun dia tidak bisa seakan di kunci dengan rapat. Bastian kembali mendekati tubuhnya dia menarik wajah Nadya yang kian memerah. “Kau menginginkannya lagi.” Suara itu menggema di area telinga. Bastian semakin menatapnya sorot mata merah menyala seakan ingin membunuh dan menelan hidup-hidup. Nadya membuka mulut mendorong tubuh Bastian dengan tenaga yang dia miliki, Nadya kemudian mengusap bibir tipisnya. Nadya membuat pembelaan pada dirinya dia tidak ingin harga dirinya di injak-injak oleh suaminya sendiri. Kedua mata mulai memerah matanya mulai mengeluarkan air mata lalu dia mengusapnya kembali dengan kasar. “Kau salah, Tuan. Aku bahkan tidak menginginkannya! Aku tidak menginginkan kamu dalam hidupku. Tuduhanmu menyakitiku,” Nadya menangis dia mendorong tubuh Bastian dia mulai mengeluarkan napas berat. “Kau berbohong! Kau menginginkan apa yang seharusnya saya berikan kepada wanita lain. Kau cemburu kepadaku.” Ucap Bastian sambil tertawa terkekeh. Nadya mendelik tajam ke arahnya dia ingin memukul bahkan mendorongnya keluar dari mobil. Akan tetapi tangan itu seperti kaku diam membisu tidak ada pemberontakan. “Aku memang istrimu tapi tidak untuk kau lecehkan, kau bilang kau tidak akan menyentuhku tapi malam ini kau berani menyentuhku secara tiba-tiba.” Nadya menatap dengan tatapan tajam. Kedua tangannya mengepal geram kesal dan marah. “Ya, memang benar aku mengatakan hal itu akan tetapi aku bisa saja menyentuhmu kapan pun dan di mana pun. Kau yang menginginkan hal ini kau cemburu ketika aku membawa wanita di depan matamu. Kau menyukainya? Kau menginginkan hal ini.” Ejek Bastian terkekeh. Kedua tangan wanita itu mencengkram kuat gaun yang dia kenakan napasnya memburu dia tidak bisa melawan karena Bastian sangat kuat. “Kau memang pria licik! Kau sangat egois.” “Aku! Egois? Apa kau tidak merasa dirimu yang lebih egois dariku?!” Tuduh Bastian. Nadya menundukan wajahnya tiba-tiba saja Bastian menarik tubuhnya yang kini mereka berhadapan. Bastian mengecup bibir Nadya secara kasar dan ganas hingga Nadya merasakan sesak tidak bisa bernapas. Ciuman itu semakin merajala lela Bastian mengekang tubuh Nadya yang lemah tidak berdaya. “Lepaskan aku!” Nadya berhasil mendorong tubuh Bastian dengan sekuat tenaganya. Polesan make up itu hancur berantakan akibat yang dilakukan Bastian. Nadya menangis air mata jatuh tumpah membasahi kedua pipi dan gaunnya. “Kau menyakitiku!” Akan tetapi Bastian tidak menghiraukan istrinya dia terkekeh mengejek dia segera merapihkan diri lalu menjalankan kembali laju kendaraannya menuju ke rumah sang kakek di mana pesta itu sudah di gelar sangat meriah. “Saya tidak bisa datang ke sana! Saya ingin pulang! Tolong Tuan saya tidak bisa menghadiri acara kakek dengan wajah berantakan begini.” Nadya memohon akan tetapi Bastian tidak menghiraukannya dia tetap menjalankan mobilnya menatap dingin seolah-olah tidak ada kejadian yang terjadi di antara mereka berdua.Hari ini Dita mendatangi kantor polisi untuk menemui seseorang yang bernama Arga. Dia datang untuk menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Dita tengah duduk menunggu Arga datang, di sebuah ruangan mereka bisa bertemu dan bertatap muka. Seperti biasa Dita selalu membawa makanan kesukaan kekasihnya, meski demikian hubungan mereka masih terjalin baik. “Apa kabarmu sayang.” Ucap Arga pada Dita.“Hari ini aku tidak baik-baik saja.” Dita cemberut dirinya sangat kesal karena Bastian sudah dua kali mencekik lehernya. “Kenapa wajahmu murung?” Arga menarik dagu Dita.“Lepaskan! Aku sudah muak menjalani hidup sendirian tanpamu. Kamu menyuruhku untuk kembali mendekati Bastian seolah aku memiliki anak dengannya. Aku korban kan April demi tujuan kamu berhasil. Tapi apa yang aku dapatkan, Bastian mencelakaiku dua kali dia mencekik leher, sudah aku katakan bahwa pria itu bekingannya sangat kuat.” Dita merengek dia sudah tidak mau melanjutkan kasus ini di mana dia menuduh Bastian untuk bertangg
Bab. 176“Semua gara-gara kamu!” Emosi Bastian memuncak dia langsung menghampiri Dita kemudian mencekik lehernya, seperti yang dia lakukan pada saat di rumahnya. Nadya menoleh dia sangat syok melihat suaminya mencekik Dita sehingga wanita itu memberontak.“Bastian, apa yang kamu lakukan!” Serly berteriak.Bastian memincingkan kedua mata dengan penuh emosi dia langsung menghempaskan tubuh Dita sampai membentur dinding tembok.“Kalau sampai kamu terbukti berbohong, aku akan menuntutmu.” Ancam Bastian.Dita terbatuk-batuk sambil mengusap leher jenjangnya, sulit dipercaya Bastian sangat kasar membuatnya ketakutan.“Sialan.” Gerutu Dita.“Pergi dari sini!” Bastian mengusirnya dengan cara menyeret pergelangan tangan Dita sampai ke luar rumah.Nadya hanya menatap kelakuan suaminya kemudian dia menghembuskan napas berat sambil menundukan wajah ke bawah.“Nadya, maafkan Bastian.” Lirih Serly.Deg!Nadya langsung menghentikan langkah kaki dia menoleh ke arah Serly yang sedang menangis. Nadya pu
Semua orang merasa ikut panik melihat Serly jatuh pingsan, Dita tidak memperdulikan kondisi wanita paruh baya itu. Dia mengabaikan sambil memeluk dada membuatnya sangat jengah.“Keluarga ini terlihat banyak sekali akting dihadapanku.” Ucap Dita.“Panggil, Dokter.” Bastian menyuruh pembantu rumah untuk menghubungi Dokter Alvin. “Mamah, bangun.” Bastian menggengam tangan orang tuanya. Nadya hanya bisa duduk di mana tangannya masih tertancap jarum suntik selang infus. Ingin sekali Nadya mendekatinya merangkul memeluk Serly. Apa daya dia tidak bisa dengan kondisi seperti ini dia hanya bisa duduk menatapnya dengan kekhawatiran.“Siapa wanita ini, kenapa dia datang membawa keributan di sini.” Ucap Mona.“Wanita itu mantan Bastian di masa lalu.” Jawab Nadya dengan wajah datar menoleh ke arah Dita dengan wajah sinisnya.Perlahan Serly mulai sadarkan diri, dia berusaha untuk duduk lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.“
Nadya mulai tersadar, dia meringis memegang kepalanya tapi dia merasakan ada yang mengganggu menempel di tangannya. Nadya mulai mengedarkan pandangannya kemudian dia melihat Bastian tengah duduk menatap sambil tersenyum.“Kamu sudah siuman, sayang?” Tanya Bastian lembut mengelus pipinya.“Apa yang terjadi? Kenapa tanganku di infus begini?” Tanya Nadya. Dia berusaha untuk duduk menyenderkan tubuhnya pada divan tempat tidur.“Kamu sangat lemah sekali, tidak ada makanan yang masuk, dokter menyarankan untuk di infus supaya tubuhmu tidak lemah.” Bastian memberi pengertian kepadanya.“Soal tadi pagi..”“Ssuuutt… aku sudah membereskan permasalahan ini,” ujarnya memotong pembicaraan. Nadya mengernyitkan kening menatap aneh kemudian dia bertanya, apa maksud dari perkataan suaminya.“Apa maksudmu?” Tanya Nadya menatap.“Aku mendatangi Dita untuk memberi pelajaran, aku juga menyelidiki siapa ayah biologis anaknya.” Bastian menghembuskan napas panjang setelah itu menatap ke arah istrinya. “Kamu
“Tolong jaga Nadya,” pinta Bastian dia bergegas pergi meninggalkan Nadya yang masih berbaring di tempat tidur. Ia tahu siapa yang akan dia datangi atas musibah ini terjadi.“Sayang, kamu mau ke mana?” Tanya Serly.Namun, Bastian telah pergi meninggalkan mereka, Serly tidak tahu putranya mau pergi ke mana. Yang jelas dia terlihat sangat marah sekali, Serly berharap rumah tangga putranya baik-baik saja. “Kenapa perasaanku tidak enak, apa yang terjadi kepada kalian.” Batin Serly dia berdiri mematung. “Ser, kamu kenapa?” Tanya Mona membuyarkan lamunannya.“Ahhh.. tidak,” balasnya tersenyum.—-Bastian tahu siapa orang yang dia temui dalam permasalahan keluarganya, dia bergegas pergi menuju ke kediaman Dita. Dirinya akan meminta pertanggung jawaban karena telah merusak hubungannya dengan Nadya. “Sialan kamu, Dit. Wanita sepertimu tidak akan aku maafkan. Kamu sudah berhasil merusak rumah tanggaku dengan Nadya, kini hubunganku dengannya hancur berantakan semua gara-gara kamu. Dita kamu ha
“Apa aku harus percaya kepadamu! Bastian, aku juga seorang wanita sekaligus ibu dari anakku. Beberapa tahun lalu aku juga pernah mengalami seperti hal nya wanita itu. Anakku besar tanpa seorang ayah di sisinya, rasanya sangat sakit sekali, setiap hari dia meraung memintaku mempertemukan dia dengan ayahnya. Setiap kali temannya bersama kedua orang tua lengkap anakku selalu menangis kepadaku.” Nadya meneteskan air mata menatap sendu ke arahnya. Napasnya terengah, bibirnya bergetar hebat tubuhnya sangat lemas hingga ia jatuh ke bawah lantai. Sebagai seorang wanita Nadya bisa merasakan perasaan yang Dita alami. Dia sedang memperjuangkan hak untuk putrinya, di sisi lain dia juga tengah hamil muda dan juga membutuhkan Bastian agar tetap berada di sampingnya. Dia ingin kehamilan anak keduanya ini di penuhi rasa kebahagiaan. Nadya tidak mau terulang kembali di mana Ghava tumbuh tanpa seorang ayah akibat dari ulahnya sendiri. “Sayang…”“Jangan mendekatiku, pergilah aku tidak mau melihatmu.