Share

2.Hancurnya Batin Amel

Malam ini kedua anak Amel sudah terbuai dalam mimpi indahnya. Saatnya Amel memulai kegiatannya yaitu menulis. Amel memang kerap mengambil waktu disaat kedua malaikat kecilnya itu tertidur pulas. Sebab saat itulah Amel bisa mencurahkan segala yang ia rasakan lewat goresan penanya.

Tampak ia sedang duduk sendiri di balkon kamarnya, disanalah sehari-harinya Amel bisa menuangkan semua ide yang ada di kepalanya.

Namun tak jarang ia menangis tersedu-sedu, kala harus mengembalikan ingatannya ke masa beberapa bulan yang lalu. Beberapa karya yang sudah ia terbitkan tidak lain adalah kisah nyata kehidupannya sendiri.

-eight months ago-

"Ceraikan aku!" teriak Amel pada Candra di hari ke empat lebaran idul fitri itu.

"Aku nggak mau, tolong jangan seperti ini bunda!" jawab Candra yang baru saja di bangunkan Amel dari tidurnya. Bukan tanpa sebab Amel membangunkan laki-laki yang sudah mendampinginya selama 8 tahun itu. Ia yang baru saja mengetahui bahwa Candra ternyata sudah berselingkuh, dengan seorang wanita yang bekerja di sebuah panti pijat.

Wanita itu tak lain adalah customer yang pernah memakai jasa service elektronik bengkel service milik Candra dan Amel.

"Ternyata firasatku benar! Selama satu bulan ini, aku sudah curiga kalau kamu sudah berkhianat!" pekik Amel di iringi suara tangisnya.

"Aku nggak selingkuh! Apa kamu punya buktinya!" jawab Candra masih berusaha mengelak.

"Ini apa!" teriak Amel sembari melemparkan ponsel milik Candra yang mengenai kaki Candra.

"Yang mana sih?" sahut Candra bersikukuh.

Amel pun menarik ponsel itu dari tangan Candra dengan kasar. Lalu ia kembali membuka galery ponsel, yang tanpa Candra sadari, di dalam sana sebuah foto hasil tangkapan layar berisi obrolannya dengan wanita itu.

"Masih mau mengelak!" bentak Amel mengembalikan ponsel itu ke tangan Candra dengan posisi foto berisi obrolan mereka.

"Ini bukan aku yang ketik bunda!" tukas Candra berkelit.

"Ooh, lalu kalau bukan kamu siapa!" bentak Amel dengan tatapan tajam.

Candra tampak bingung harus mengkambing hitamkan siapa, sebab ia benar-benar tidak menduga kalau Amel akan mengetahui perselingkuhannya secepat ini.

"Kenapa kamu diam! apa kamu bingung harus mencari kambing hitam untuk menutupi kebusukanmu!" umpat Amel.

Candra tersungkur di atas kasur dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Melihat reaksi Candra, Amel meraung-raung sembari memukuli Candra tanpa henti.

"Bajingan kamu mas! apa kamu nggak ingat anak-anak! dimana hati nuranimu!" cecar Amel bertubi-tubi memukuli Candra.

Tak sekali pun Candra membalas pukulan yang di layangkan Amel padanya, ia terlihat sangat syok setelah Amel menyebut nama kedua anak mereka.

"Galang, lihat bapakmu! Dia sudah mengkhianati kita! dia sudah punya wanita lain selain bunda!" pekik Amel dalam tangisannya mengadu pada anak sulungnya.

Galang menatap wajah sang ayah dengan sendu, meski Galang masih berusia 6 tahun kala itu, ia sudah cukup bisa mengerti apa yang sedang terjadi.

"Sekarang juga, ceraikan aku!" ultimatum Amel dalam kekalutan.

"Nggak bunda! Aku nggak mau pisah dari kamu!" jawab Candra beranjak lalu berusaha memeluk Amel. Dengan sekuat tenaga, Amel melepaskan dirinya dari tangan Candra yang memeluknya erat sembari memohon ampun.

"Aku tau aku salah, tapi tolong jangan meminta cerai," bujuk Candra.

"Nggak! Aku nggak bisa menerima pengkhianatan!"

"Mungkin kamu lupa dengan perkataanku sebelum kita menikah dulu, aku tidak akan pernah bisa menerima pengkhianatan dengan alasan apa pun!"

"8 tahun aku mendampingimu dari titik terendah sampai saat ini kamu bisa menegakkan kepalamu, tapi apa balasanmu!"

"8 tahun juga aku harus menahan diri dan menerima segala hinaan dan caci maki dari mulutmu!"

"Apa aku pernah menyerah menunggu perubahanmu!"

"Tidak!"

"Tapi untuk perbuatanmu kali ini, aku tidak bisa bertahan lagi!"

"Lebih baik aku menjadi seorang janda daripada aku harus di madu!" ucap Amel panjang lebar tanpa jeda.

Candra tak mampu membantah satu pun perkataan Amel. Ia menundukkan wajahnya, saat kedua mata Amel menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.

Tubuh Amel tersungkur di atas kasur, ia meratapi takdirnya yang begitu menyakitkan.

"Bunda...." Candra memanggil Amel dengan lembut.

Amel memalingkan wajahnya yang sudah basah dengan air mata.

"Aku dan dia hanya berteman," ujar Candra.

"Kalau memang benar apa yang kamu katakan, sekarang juga hubungi perempuan itu di depanku!" titah Amel mengepalkan tangannya.

"Iya, nanti akan aku hubungi," jawab Candra.

"Sekarang! Buktikan ucapanmu, kalau kalian hanya berteman!" bentak Amel.

"Kalau kamu tidak mau, biar aku yang menghubungi pelacur itu!" kata kasar terlontar dari mulut Amel.

Candra berusaha mencegah Amel saat Amel akan menghubungi wanita itu melalui ponsel miliknya sendiri. Sebab yang pertama kali mengetahui nomor wanita itu adalah Amel, saat wanita itu menelfon Amel dengan tujuan memakai jasa Candra sebagai teknisi elektronik.

"Please bunda, nomor ponsel yang ada di handphonemu itu bukan nomor pribadinya dia. Itu nomor ponsel anaknya, tolong bunda jangan melibatkan anaknya. Anaknya tidak tau apa-apa mengenai masalah ini," tutur Candra memohon.

"Ooh, kamu lebih memikirkan bagaimana perasaan anak si pelacur itu daripada batin anakmu sendiri! Hebat kamu Candra!" bentak Amel tidak terima.

"Bukan seperti itu bunda, aku mengenalmu dengan baik. Aku tau, kamu tidak akan bisa menahan dirimu kalau nanti anaknya menerima panggilan darimu," ucap Candra sembari mengetik sesuatu di ponselnya. Yang ternyata Candra mengirimkan pesan pada wanita itu, Candra meminta wanita itu untuk memblokir nomor ponsel Amel di semua kontak seluler mereka. Hal itu di ketahui Amel beberapa hari kemudian.

Sejak hari itu, Amel kerap tampak murung. Batinnya benar-benar terluka karena perbuatan Candra.

Di hari berikutnya, Candra mengajak Amel berbicara serius.

Amel yang baru saja menemani kedua anaknya tidur, di panggil oleh Candra.

"Aku mau bicara," ucap Candra dari pintu kamar.

"Nggak ada yang perlu di bicarakan lagi, aku masih disini demi kedua anak-anakku," jawab Amel datar tanpa melihat ke arah Candra.

Candra pun masuk ke dalam kamar dan duduk di samping Amel.

"Aku mohon sama kamu bunda, ijinkan aku menikahinya," ucap Candra tanpa rasa bersalah.

"Menikah?" pekik Amel dengan suara bergetar.

"Daripada aku di madu, lebih baik ceraikan aku! Besok kita ke pengadilan, kita urus perceraian kita," imbuh Amel berusaha terlihat ikhlas meski hatinya hancur.

"Nggak bunda, dari awal aku menjalin hubungan dengan dia, sedikit pun tidak pernah terpikirkan untuk cerai dengan kamu."

"Apa kamu mau kalau aku sampai berbuat dosa dengan dia?" tanya Candra.

"Apa menurutmu perselingkuhanmu ini bukan dosa besar!" pekik Amel menatap sinis.

"Justru karena aku tau ini juga bagian dari dosa, untuk itu aku mohon keikhlasanmu bunda," ucap Candra.

"Kamu dan anak-anak akan tetap jadi prioritasku, tidak akan ada yang berubah. Aku tetap menyayangi kalian. Dan seluruh penghasilanku bekerja, tetap hanya untuk kamu dan anak-anak. Dia tidak meminta sedikit pun dari hakmu selain waktu," tukas Candra menjelaskan panjang lebar.

"Berapa kali aku harus bilang ke kamu, aku tidak sudi berbagi suami! Kalau dia mau, silahkan! Tapi jadikan aku janda terhormat, terlebih dulu!" ultimatum Amel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status