Share

Bab 2

"Rachel."

Sebuah suara yang hampir selama dua tahun ini Rachel dengar kembali menyapa gendang telinga. Ditolehkannya menghadap samping kanan membalas tatapan Barra Alexander yang ternyata tengah menatapnya. 

"Kamu ada masalah? Saya lihat dari tadi banyak melamun. Kamu nggak suka saya ajak pergi?" Sederet pertanyaan Barra lontarkan sesekali mengalihkan pandangannya pada jalan yang dilalui oleh mobil hitam yang ia kendarai. 

Menggeleng sambil memberi senyum, "Saya baik, Pak," jawab Rachel jujur. 

Nyatanya memang dirinya baik-baik saja, ia kembali mengalihkan pandangannya menatap ke arah jendela mobil menikmati pemandangan tepi jalan.

Cuacanya cerah tapi tidak dengan hatinya. Perasaan takut juga gelisah datang menyapa tanpa diminta membuat suasananya terasa berbeda. 

Diam, melamunkan banyak hal. Empat tahun tanpa terasa sudah Rachel lalui bersama anak yang tanpa sadar ia ikut sertakan semenjak masih dalam kandungan. 

Mengurus segala sesuatu dan keinginannya selama mengandung buah cintanya dengan Elang Algerian, Rachel lakukan sendirian. Sempat terlintas dalam pikiran mungkin Elang akan datang menemuinya kembali tapi lamanya penantian yang ia harapkan berujung kekecewaan mendalam Rachel rasakan. 

"Elang udah bahagia sama istri barunya." 

Kalimat yang sempat Rachel ucap tepat dihadapan anaknya yang kala itu tertidur pulas dalam pangkuan. Malaikat kecil berjenis kelamin laki-laki, Tuhan titipkan padanya sebagai teman juga semangat untuk Rachel terus berjuang melanjutkan hidup. 

"Ini kartu nama saya. Bisa datang dan temui saya di kantor. Tempat dan namanya tertera di sana." 

Pria bernama Barra Alexander, sosok yang sangat berjasa dalam hidup Rachel Anatha karena datang di waktu yang tepat saat Rachel tak tahu harus melakukan apa. 

Barra yang dengan begitu mudahnya menawarkan untuk ia bergabung, bekerjasama dengan perusahaannya hingga kini mantan istri dari seorang Elang Algerian tersebut telah berhasil masuk dan menjadi bagian dari perusahaan yang dikelola juga dimiliki langsung oleh Barra. 

"Kamu takut?" tanya Barra saat sekilas dirinya melihat ada pancaran cemas dan khawatir dari kedua mata cantik Rachel. 

"Sedikit," jawabnya. 

Kedua mata Rachel membulat sempurna ketika tanpa aba-aba, Barra menarik satu tangan yang berada didekatnya untuk ia genggam dan ia elus punggung tangannya dengan lembut. Ingin protes tetapi Rachel disadarkan bahwa dirinya banyak sekali berhutang budi kepada pria disampingnya ini. Diam dan menerima segala perlakuan dari Barra terhadapnya sedang Rachel lakukan. 

"Tenang, Rachel." Singkat kalimat dari Barra didapatkannya. 

Sedikit menundukkan kepala, helaan napas panjang Rachel keluarkan berusaha menenangkan hati, diri dan pikiran. Barra menampilkan senyum tipis. Dilihat dari jarak sedekat ini Rachel begitu cantik. 

*

"Rachel." 

Seorang yang tak sengaja tertangkap oleh kedua matanya berhasil Elang lihat secara jelas dan nyata. Selepas ia selesai dengan urusan didalam sebuah restoran bertemu dengan rekan bisnisnya guna mensurvei dan membicarakan tentang bisnis yang akan mereka kembangkan nanti di kota ini. 

Keberuntungan selanjutnya mendatangi dirinya. Dapat Elang pastikan kali ini ia tidak mungkin salah orang. 

Elang bawa kedua kakinya melangkah cepat dan lebar berusaha mengejar Rachel yang pergi bersama seorang pria. 

"Siapa laki-laki itu, Rachel?" monolog Elang. Atensinya tak pernah lepas dari sang mantan istri juga seorang pria yang tidak Elang kenali. 

Fokus, atensi seorang Elang Algerian hanya tertuju pada mantan istrinya —Rachel Anatha. Padatnya lalu lintas dan jalan yang dilalui membuat Elang bukan hanya sesekali mendongakkan kepalanya untuk memastikan bahwa mantan istrinya masih berada dalam jangkauan. 

"Rachel," cetus Elang mulai panik. Tidak ada satu menit dirinya mengalihkan pandang, sosok Rachel tak lagi dalam penglihatan. 

Mulai kelimpungan mencari keberadaannya, dikerumuni banyak orang asing yang terus lewat. Elang mencoba memanggil sang mantan istri, harap-harap sang empu dapat mendengar. 

"RACHEL!" teriak Elang begitu lantang sebelum mulutnya meloloskan sebuah umpatan. "Sial!" 

Rachel bersama seorang pria tak dikenalinya pergi, berlalu terlalu cepat. Berjalan menjauh dari tempat Elang berusaha mengejar Rachel berujung kegagalan ia kembali dapatkan. 

Perasaan menyesal Elang rasakan, dalam benak dan otak berusaha memikirkan langkah apa yang harus ia lakukan. Elang kembali dipertemukan dengan istrinya —Rachel Anatha. Ia tidak ingin kehilangan lagi dan menyia-nyiakan kesempatan. 

"Urus semua pekerjaan yang berhubungan dengan perusahaan. Masih ada hal yang harus saya urus di sini. Semuanya saya percayakan ke kamu." 

Begitu kalimat yang Elang ucap kepada seorang lawan bicaranya dari balik sambungan telepon. Memutuskan untuk tidak langsung kembali pulang dan memilih tinggal ditempat ini sedikit lebih lama guna ia bisa bertemu dan jika kesempatan kembali datang, Elang pastikan kali ini akan memberitahukan kepada Rachel semuanya. 

"Waktu itu, nggak seperti apa yang kamu pikirkan. Semuanya salah paham. Aku nggak mungkin melakukan itu disaat aku masih cinta sama kamu, Rachel," gumam Elang tatapan matanya tajam mengarah ke jalanan dengan kedua kaki melangkah kembali menuju dimana tempat mobilnya ia parkirkan. 

*

Tak peduli langit mulai gelap pertanda malam akan menjelang, Elang yang sempat kehilangan jejak sang mantan istri terus berusaha mengejar dan mencari. 

Mobil yang dikendarainya melaju dengan kecepatan tak menentu, bola matanya tak pernah diam terus melirik ke segala arah. 

"Kita harus ketemu, Rachel." 

Disertai perasaan gelisah yang lebih didominasi oleh rasa menyesal teramat sangat, Elang meramalkan doa agar Tuhan berbaik hati memberikannya kesempatan lagi. 

"Itu—" Menjeda ucapannya kala kedua mata tak sengaja menangkap papan besar yang terpasang di sebuah gedung. "Rachel." 

Wajah cantik yang tak bisa Elang lupa dan begitu dikenalinya. Sosok mantan istrinya. Mobil hitam begitu mengkilap segera Elang arahkan untuk masuk ke kawasan tersebut. 

Nampak gedung tinggi menjulang dengan banyaknya orang berlalu-lalang tanpa bertanya pun Elang dapat pastikan bahwa gedung yang ia lihat sekarang adalah sebuah perusahaan yang namanya sangat terkenal. 

"Rachel kerja di sini?" monolognya mencoba menebak-nebak. 

Tanpa berniat untuk keluar ataupun turun dari mobil, Elang tetap di sana. Menanti kepulangan Rachel agar ia bisa berbicara hanya mereka berdua saja. 

*

"Dia sebenarnya siapa kamu, Rachel?" 

Rela menunggu lama demi bisa bertemu dan memberitahukan kepada Rachel kejadian yang sebenarnya tetapi justru sepasang matanya disuguhi pemandangan dimana sang mantan istri nampak jelas sedang berjalan beriringan dengan pria yang beberapa saat lalu Elang melihatnya. 

Begitu dekat bahkan sangat akrab, keduanya berbincang sembari terus mengeluarkan suara tawa. Terlihat Rachel begitu bahagia. 

"Nggak ada hak orang lain untuk masuk ke hati kamu selain aku." 

Hatinya seketika penuh akan rasa cemburu, segera Elang turun dari mobil, menghampiri sang mantan istri. 

"Rachel!" panggil Elang dengan nada tinggi agar nama yang dipanggilnya dapat mendengar. 

Tidak hanya sang empu pemilik nama yang langsung menolehkan kepalanya ke sumber suara tapi Barra pun melakukan hal yang sama. 

Tidak ada satu pun kata atau kalimat keluar dari mulut Rachel Anatha. Bibir tipis dengan warna pink cherry tersebut tertutup rapat. Jantungnya terasa berhenti berdetak dalam hati menolak percaya kala melihat siapa sosok yang saat ini sudah berdiri tepat di depannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status