Kala Kinara selesai membersihkan diri, dengan memakai jubah mandi nya ia memasuki ruang ganti. Kamarnya sudah sepi karna sudah tidak ada Enzo, ntah kemana perginya pria itu. Bahkan tempat tidur Kinara yang berantakan tadi, kini sudah rapi kembali. Sambil menahan tangis nya, Kinara memakai piyama tidur nya. Sebenarnya sudah terlalu malam untuk nya mandi, tapi rasanya Kinara tidak tahan membiarkan bekas sentuhan Enzo lama-lama ditubuh nya. "Aku benci, kenapa dia tidak mati saja?!" Makian itu selalu saja Kinara ucapkan kepada Kakak tirinya itu. Awal nya Kinara sangat senang melihat ibu nya yang menikah lagi dengan Relga, pria itu dengan mudah membuat hilang rasa trauma Arumi kepada mendiang suaminya. Ayah dari Kinara selalu saja menyiksa Arumi, tapi ibu nya tetap bersikukuh mempertahankan Ayah Kinara. Hingga mendapatkan buah dari kesabaran nya, menikah dengan duda kaya raya yang memiliki hati yang sangat baik. Kinara merangkak naik keatas kasur, berusaha memejamkan matanya yang tidak
Fero langsung berlari menghampiri Kinara, ia meraih tangan Kinara dan membawa nya masuk kedalam Kampus. Mata tajam Enzo terus memerhatikan nya, hal yang ingin ia lakukan adalah menghabisi Fero sekarang juga. "Beraninya dia menyentuh milikku?!" Saat ini Enzo ingin merebut Kinara dari Fero. Tapi, kala ingin keluar dari mobil.. "Kita ada meeting pagi ini, Tuan. Sebaiknya kita harus cepat, karna Tuan besar akan menghubungi soal pekerjaan di Perusahaan hari ini." Ucapan Yuda membuat niat Enzo terhenti, ia tidak bisa apa-apa kecuali harus ke Perusahaan. "Soal Nona Nara, orang kita yang akan mengurus nya, melihat bodyguard kita.. pasti Nona Nara akan menyadari posisi nya." Saran Yuda diterima oleh Enzo, padahal ia ingin sendiri melakukan suatu hal kepada Fero. "Lakukan!"Yuda mengangguk, sebelum ia melanjutkan perjalanan nya Yuda menyempatkan menghubungi bodyguard untuk menjaga Kinara dari pria asing yang berusaha mendekatinya. Enzo tidak suka ini, dimana ia ingin melakukan suatu hal..
Kinara terus berlari hingga kini sudah sampai didepan pagar yang tidak terlalu tinggi, dengan niat yang penuh akhirnya ia bisa memanjat pagar itu. Kala sudah berhasil, Kinara menghela napas lega. Ia mencari keberadaan Fero, kebetulan kekasihnya itu sudah menunggu didepan pintu mobil nya. Tanpa banyak berpikir lagi, Kinara berlari menyusul Fero. "Fero!" panggil nya, sang pemilik nama menatap kearah nya. Kinara takut sekali, kalau Bodyguard itu menemukan nya disini. Tapi, nasib baik lagi berpihak pada Nara. Ia bisa bertemu dengan Fero tanpa diketahui oleh Bodyguard itu, dan Nara berniat akan mengucapkan kata terimakasih yang banyak pada sahabat nya itu. "Kenapa harus dari pagar si?" Tanya Fero, menurutnya bisa meminta izin secara baik-baik dengan Bodyguard dari ayah tiri nya itu. Kinara tersenyum tipis, tidak mungkin ia mengatakan alasan yang sebenarnya. "Sudahlah jangan dipikirkan, sekarang aku ingin pergi dengan mu." Ucap Kinara, ia masuk kedalam mobil karena takut bodyguard itu ti
Fero dan Kinara menikmati waktu bersama-sama hingga Kinara seperti lupa waktu, ia nyaman seperti ini. Rasanya sudah lama sekali Kinara tidak hidup bebas seperti dulu, semuanya hilang kala sang ibu menikah dengan Relga. Segala sikap Kinara harus diperhatikan sebagai anak tiri dari Relga Morelli, hal itu membuat Arumi membatasi segala hal dalam diri Kinara. Kinara kelelahan setelah bermain lempar bola, ia duduk di bangku yang ada di pasar malam. Matanya penuh memandang Fero yang sedang antri membeli minuman dingin, kekasihnya itu sangat tampan. "Tampan sekali kekasih ku.." Puji nya, ia tersenyum sambil menatap Fero yang kini sedang menuju kearah nya. Fero membawa dua gelas jus alpukat, buah yang sangat disukai Nara. "Satu untuk pacar ku yang cantik, satu untuk..""Pacar ku yang tampan." Potong Kinara, lalu mereka tertawa bersama. Kinara meminum jus alpukat itu, rasanya sangat enak hingga tubuh nya bergoyang-goyang karna sangat enak. Fero tertawa melihat nya, ia tersenyum senang kar
"Kalau suami lagi dipangkuan begini, kepalanya itu dielus." Ucap Enzo sambil membawa tangan Kinara untuk mengelus kepalanya. Kinara tersenyum tipis, memang pernikahan mereka itu terpaksa.. tapi, tetap saja sah dimata hukum dan Negara. Karena tidak ingin mendengar Enzo mengomel lagi, Kinara mengelus kepala Enzo dengan sangat lembut. Ia puas memandang ketampanan Enzo yang sedikit ada bule nya, mata cokelat itu sangat indah kala sedang menerawang jauh seperti itu. "Kakak seperti bule, apa Ibu kakak dulu adalah seorang bule juga?" Tanya Kinara, bagaimana pun ia ingin tahu tentang kehidupan Enzo dulunya. "Ibu ku keturunan Belanda, begitu pula Ayah. Apa kau tidak menyadari kalau Ayah Relga itu sedikit bule?"Seketika Kinara langsung mengangguk mantap, ia baru menyadari kalau Relga benar-benar sangat mirip dengan Enzo. Beda nya Relga itu ramah tidak seperti Enzo, yang pendiam dan bersikap dingin. "Kalau dia bersikap lembut begini pasti akan sangat menyenangkan, tidak bentak bentak dan ma
"Ma-maaf Tuan.." Suara itu membuat Enzo menghentikan aktivitas nya, ia dan Kinara saling tatap satu sama lain. Apa lagi Kinara yang melotot sempurna kearah Enzo, ia mengenali suara itu. Kinara mendorong tubuh Enzo yang berada diatas nya, hingga terlihat lah Bi Surti yang masih terdiam berdiri didepan pintu. "Ada apa, Bi?" Tanya Enzo dengan ekspresi wajah yang tenang, hal itu mengejutkan Nara. Bi Surti susah payah menelan saliva nya, ia tahu seperti apa Enzo dalam bersikap. "Saya ingin memberi tahu, kalau Tuan besar akan pulang besok." Ucap Bi Surti, dari tatapan Enzo ia sudah mengerti hal apa yang harus ia lakukan. "Sepertinya bukan itu yang membuat mu, mengikuti kami.. atau mengintip aktivitas kami bukan?" Pertanyaan Enzo membuat Bi Surti semakin takut, kedua mata nya mengerjap pelan. "Maafkan saya, Tuan muda. Saya telah lancang ikut campur dengan urusan, Tuan..""Berjanjilah untuk merahasiakan apa yang kau lihat dan apa yang sudah kau ketahui, jika tidak.." Enzo bangkit dari t
Kinara berusaha melepaskan tangan Enzo dari atas paha nya, ia takut dilihat oleh Relga atau Arumi nanti. Enzo tetap bersikukuh memegang paha nya, mengelus nya dengan gerakan perlahan yang membuat Nara merasa geli. "Cepat selesai kan makan mu, Nara. Teman mu sudah menunggu, tidak baik seperti itu." Ucap Arumi, kebetulan juga makanan Nara sudah habis tidak tersisa lagi. Nara mengangguk mantap, ia berlalu pergi meninggalkan Enzo yang menatap nya tajam. Setelah bayangan Nara tidak terlihat lagi, Enzo menyudahi makannya. Ia memerhatikan Relga yang tertawa dengan Arumi, membicarakan hal yang tidak Enzo mengerti. Arumi berlalu pergi membantu Bi Surti membereskan sisa pekerjaan yang ada, tinggallah Enzo dan Relga di meja makan. "Kenapa tatapan mu sangat dingin dengan Ibu Arumi, Nak?" Tanya Relga, ia tahu pasti putra nya tidak akan mudah menerima keluarga barunya. "Biasa aja, Ayah. Tidak ada yang beda, dan aku tidak bisa semudah itu menerima orang asing." Jawaban ketus ala Enzo hanya men
Kinara tidak semangat sama sekali dengan kelas nya di pagi ini, tentunya membuat Reni heran. Biasanya sahabat nya itu selalu bersemangat untuk belajar, kenapa kali ini tidak? "Nara, kau kenapa?" Muncul juga pertanyaan yang sadari tadi ditahan Reni. "Aku? kenapa?" Ayolah, Nara malah bertanya balik. Nara dalam posisi kepala tertidur di meja. Ia langsung bangkit, tangannya menopang wajah cantik nya yang sedang cemberut. Reni tidak sengaja melihat sesuatu, ada bekas percintaan di leher Nara. "Eh, apa ini?" Reni menunjuk kearah bekas itu, membuat Kinara menjadi geli. "Apa?""Hahaha, aku tidak menyangka jika Fero dan dirimu bisa melakukan hal seperti ini." Ejek Reni, yang ia pikirkan selama ini jika Nara dan Fero pacaran sehat tidak seperti para remaja pada umum nya. "Apa si?"Karna Nara tidak kunjung mengerti, Reni memberikan cermin kecil nya yang selalu saja ia simpan di tas selempang nya. Nara melihat ada bekas kebiruan di leher nya, seketika ia langsung terkejut. "Astaga!""Seper