Share

Sampai Kapan, Bu?

Author: Maheera
last update Last Updated: 2025-03-04 13:49:47

Langit sudah gelap ketika Yudi memarkir motornya di depan rumah ibunya. Tubuhnya terasa lemas, karena beban pikiran memberatinya. Sukma benar, masalah ini seperti tak pernah berakhir, meski kecewa dan amar4h padu di dada, dia tetap datang untuk mendengar penjelasan dari sang ibu. Yudi mengetuk pintu perlahan dan mengucap salam.

"Bu, ini Yudi."

"Masuk, Yud." Suara ibunya terdengar dari dalam rumah.

Yudi membuka pintu dan seperti biasa, ibunya sedang duduk di sofa tua di ruang tamu, wajahnya tampak kusut. Yudi duduk di hadapan ibunya, melihat wajah tua sang ibu yang terlihat suram membuat amarahnya perlahan menguap, sekesal apa pun dia tak pernah tega melihat ibunya bersedih.

“Bu, kenapa Romi bisa menggadaikan sertifikat rumah?”

Ibunya menghela napas panjang,  "Romi bilang dia butuh uang untuk modal usaha. Dia mau buka kios kecil-kecilan. Awalnya Ibu ragu, tapi dia terus memohon. Kamu tahu sendiri, Romi itu kalau minta apa-apa nggak dituruti pasti sakit. Ibu nggak tega, Nak.”

Yudi memijat kening, pening di kepalanya semakin menjadi. Sejak dulu Romi selalu menjadi kesayangan ibunya. Pernah tangan adiknya itu tergor3s sil3t, sang ibu menangis satu minggu penuh karena merasa bersalah tidak hati-hati menyimpan benda tajam.

"Lalu kenapa nggak bilang sama aku? Bukannya Ibu pernah janji nggak akan kasih u4ng ke Romi lagi?”

Ibunya berdecak lalu menjawab dengan nada ketus. “Ibu takut kamu mar4h, Yud. Lagipula, waktu itu Romi meyakinkan Ibu kalau ini yang terakhir. Dia bilang pasti bisa bayar. Ibu percaya sama anak sendiri, masa Ibu nggak boleh percaya? Lagian itu kan sertifikat rumah Ibu, kenapa harus ijin sama kamu?!"

Rahang Yudi mengeras, dia mati-matian menahan emosinya. “Karena ujung-ujungnya aku juga yang susah. Lalu sekarang u4ng itu ke mana? Kalau memang untuk modal usaha, kenapa dia belum mulai apa-apa?”

Ibunya terdiam, lalu menjawab pelan. "Ibu sudah tanya, katanya dia belum ketemu tempat usaha yang cocok."

"Belum ketemu? Sebenarnya dia niat nggak sih?" Emosi Yudi mulai terpancing hingga nada suaranya meninggi.

"Ibu nggak tahu."

"Jangan bohong, Bu. Katakan dengan jujut, dikemanakan uang itu sama dia?" Tatapan Yudi menaj4m membuat nyali sang ibu menciut. Yudi tahu tak pantas memb3ntak orang tua, tapi Ibunya sudah kelewatan hingga bablas memanjakan Romi.

"Ibu dengar dari tetangga, u4ng itu dipakai untuk judi online.”

Jantung Yudi seperti berhenti sesaat, rasanya untuk bernapas sangat sulit. Dia memandang ibunya dengan tatapan tak percaya. “Jud1  online? Jadi uang sebanyak  itu habis untuk jud1? Ibu tahu ini masalah besar, kan?”

Ibunya mengangguk pelan. “Ibu tahu, Yud. Makanya Ibu minta kamu bantu selesaikan. Rumah ini nggak boleh sampai disita. Ini tempat tinggal kita semua. Ibu yakin Romi nggak bermaksud kabur, kalau punya u4ng dia pasti bayar."

Yudi terdiam, kepalanya seakan dibent-urkan ke dinding mendengar permintaan ibunya. "Kenapa Ibu selalu membela Romi? Ini bukan kali pertama dia bikin masalah. Tiga bulan lalu aku baru saja lunasi utangnya di bank keliling. Utang itu juga gara-gara dia gadaikan sawah Ibu! Apa Ibu nggak sadar, dia selalu memanfaatkan Ibu?”

“Jangan ngomong begitu, Yudi,” ibunya membalas, suaranya terdengar tegas. “Romi itu adikmu. Kamu itu kakak tertua. Sudah tugasmu membantu adik-adikmu. Apa salahnya membantu keluarga? Kamu jangan perhitungan begitu. Ibu juga nggak perhitungan sama kamu, dari kecil sampai gede Ibu yang rawat kamu."

Yudi tertegun mendengar jawaban itu. Ada sesuatu tak kasat mata menus-uk dadanya, bahkan dia harus mengepalkan tangan untuk meredam sakitnya. Perhitungan? Apakah semua pengorbanannya selama ini dianggap perhitungan? Dia bahkan rela berhenti sekolah dan mengubur cita-cita demi membantu keluarganya bertahan hidup. Saat anak-anak lain bermain, dia malah sibuk membantu neneknya mengarungkan gabah di penggilingan padi, lalu memanggul dua karung dedak ke pasar untuk dijual.

“Bu, aku sudah bantu keluarga ini sebanyak umurku sekarang. Aku kerja pagi sampai malam sampai badan ini hampir tumbang. Bahkan istriku ikut bant1ng tulang, tapi  Ibu nggak pernah menghargai sedikit saja? Kenapa selalu aku yang harus tanggung semuanya? Kenapa Ibu nggak pernah tegas sama Romi?”

Ibunya kembali berdecak, tidak terima dengan keberatan Yudi. “Ibu nggak tega, Yud. Kamu tahu kan, Romi itu nggak terbiasa kerja berat. Dia itu lemah. Kalau bukan kita yang bantu, siapa lagi?”

“Dia bukan anak kecil lagi, Bu. Dia sudah tiga puluh tahun, sudah dewasa!” Yudi hampir berteriak, tapi lagi-lagi dia menahan diri. “Dia harus bertanggung jawab atas hidupnya sendiri!”

"Pokoknya jangan sampai rumah ini disita, Anggap saja ini pengorbanan terakhirmu untuk keluarga!" Perintah sang ibu dengan tatapan nyalang ke arah Yudi.

Yudi menatap ibunya, hatinya berkecamuk, ingin menolak dan mengatakan bahwa ini bukan tanggung jawabnya lagi. Namun, di satu sisi, dia tidak ingin dianggap anak durhaka. Pikirannya penuh dengan bayangan Sukma yang pasti akan m4rah besar kalau dia menyanggupi permintaan ini.

Akhirnya, dia hanya mengangguk pelan. “Baik, Bu. Aku akan cari cara.” Yudi kalah dengan perasaan kepada sang ibu.

Ibunya tersenyum lega. “Terima kasih, Yudi. Kamu memang an4k yang paling bisa diandalkan.”

Kata-kata itu tidak membuat Yudi merasa bangga. Justru sebaliknya, dia merasa seperti tali yang semakin menjer4t leh3rnya sendiri.

*

Yudi tiba di rumahnya hampir tengah malam. Sukma yang sedang membereskan piring di dapur bergegas ke ruang tamu dengan wajah cemas.

“Kamu dari mana saja, Mas? Aku cemas nunggu dari tadi.”

“Dari rumah Ibu,” jawab Yudi lemah, dia duduk di kursi panjang sambil melepas sepatu.

"Jadi, apa rencanamu? Kamu nggak akan mengiyakan permintaan Ibu, kan?” Dia berdiri di depan sang suami setelah meletakkan air minum di atas meja.

Yudi tidak langsung menjawab. Dia menyandarkan punggung di  sandaran kursi, wajahnya tergurat lelah. "Sukma, aku nggak punya pilihan lain."

Sukma terdiam, wajahnya berubah masam. "Mas, aku sudah bilang, aku nggak akan mendukung kalau kamu terus memanjakan mereka. Berapa kali Romi bikin masalah? Berapa kali kamu harus menanggung akibatnya?"

“Aku tahu,” suara Yudi bergetar, tapi aku nggak bisa biarkan rumah Ibu disita. Aku nggak punya pilihan.” Kali ini Yudi terlihat memelas ke Sukma. Dia tahu istrinya lelah dengan drama keluarganya, tapi mau bagaimana lagi? Sejak kecil dia terbiasa mengambil beban keluarga di pundaknya.

Sukma memandang Yudi dengan mata berkaca-kaca. “Mas, kamu sadar nggak, kamu sudah merusak hidupmu sendiri karena mereka? Apa kamu nggak peduli sama aku, sama pernikahan kita?”

Yudi membuka mulut, tapi sebelum sempat menjawab, pandangannya tiba-tiba gelap. Tubuhnya limbung seketika.

“Mas!” Sukma berteriak panik, dia sigap menangkap tubuh Yudi yang rebah ke arahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 30

    Setelah dua hari menghilang, Yudi akhirnya pulang ke rumah dengan langkah gontai. Pikirannya masih dipenuhi oleh peristiwa yang mengguncang hatinya. Dia meletakkan sembarang sepeda motornya. Dahinya berkerut ketika melihat mobil yang biasa dipakai Sella terparkir di pekarangan rumah. Saat membuka pintu, ia disambut oleh ibunya yang berdiri dengan wajah marah. "Ke mana saja kamu dua hari ini, Yudi? Menghilang tanpa kabar, membuat kami semua khawatir!" Ibunya bertolak pinggang menatap Yudi tajam. Yudi hanya terdiam, tak ingin menjawab pertanyaan ibunya. Lagipula dia bukan an4k kecil yang harus berkabar. Harusnya ibunya mengerti perasaannya, tapi wanita itu seolah-olah menutup mata. Yudi merasa miris, inilah keluarga yang dia agung-agungkan dulu. Saat melewati kamar Juno, matanya tertuju pada Sella dan Juno yang tiba-tiba muncul dari kamar. "Setelah kamu pergi begitu saja, kami terpaksa menikahkan Sella dengan Juno untuk menghindari malu." Ibunya menjelaskan tanpa diminta. Yudi menat

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 29

    Pagi itu, rumah Sella telah disulap menjadi tempat yang megah. Dekorasi elegan menghiasi setiap sudut, bunga-bunga segar menebarkan aroma wangi, dan para tamu mulai berdatangan, menantikan momen sakral akad nikah antara Yudi dan Sella. Di sebuah kamar yang disediakan khusus untuknya, Yudi duduk termenung. Pikirannya berkecamuk, bayangan tentang Sukma, mantan istrinya, terus menghantui benaknya. Penyesalan perlahan merayapi hatinya, terutama mengingat anak mereka yang akan segera lahir. Namun, Yudi mencoba menepis perasaan itu, meyakinkan dirinya bahwa keputusan untuk menikahi Sella adalah yang terbaik, terutama setelah banyaknya bantuan yang diberikan Sella kepada keluarganya. Lambat-laun dia yakin perasaan pada Sukma akan hilang dengan sendirinya. Merasa bosan karena terlalu lama menunggu, Yudi memutuskan keluar kamar untuk mencari minuman dan menghisap sebatang rokok, berharap dapat meredakan kegelisahannya. Saat melintasi koridor, telinganya menangkap suara des4han dari salah satu

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 28

    Empat bulan akhirnya berlalu. Sukma menatap surat cerai di tangannya. Satu bulan yang lalu Yudi mengantarkan surat itu bersama undangan pernikahannya dengan Sella. Senyum kemenangan tampak di wajah wanita itu, dia masih saja berusaha memprovokasi Sukma, seolah-olah tak puas berhasil menghancurkan rumah tangganya. Namun, Sukma memilih tidak menanggapi, karena Sella memang tak penting untuknya. "Aku harap kamu datang ke pernikahan aku dan Mas Yudi. Resepsinya sangat mewah dan meriah." Sella sengaja menggandeng lengan Yudi untuk menunjukkan posisinya. "Aku usahakan, karena akhir-akhir ini aku sibuk sekali." Suara Sukma terdengar tenang. Sella salah kalau berpikir dia akan terpancing trik murahan itu. Hatinya telah mati rasa, jadi mau keduanya bermesra4n pun di depannya tidak berpengaruh apa pun. Sella mencibir. "Ck, gayamu sok sibuk. Paling juga sibuk nyari kerja. Lagian siapa yang mau pekerjakan wanita h4mil sepertimu. Sebentar lagi perutmu bunc1t, kamu pikir nggak ngerepotin?!" L

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 27

    Sukma duduk tenang di ruang sidang, tangannya terlipat di pangkuan. Perutnya yang mulai membesar sedikit mengganggu posisi duduknya, tapi ia berusaha untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanan itu. Hari ini, ia ingin semuanya selesai. Di seberangnya, Yudi duduk dengan wajah tegang. Sella dan ibu Yudi duduk di belakang tampak tersenyum penuh kemenangan. Sukma tidak peduli. Ia hanya ingin berpisah secepat mungkin. Hakim mengetukkan palunya. "Saudara Yudi, saudari Sukma, kita lanjutkan sidang perceraian ini. Saudara Yudi, sebelumnya Anda menyampaikan beberapa tuduhan terhadap saudari Sukma, di antaranya bahwa beliau terlalu mandiri dan tidak mendukung rumah tangga sesuai harapan Anda, serta ada keraguan mengenai kehamilannya. Benarkah?" Yudi mengangguk tegas. "Benar, Yang Mulia." Hakim mengalihkan pandangannya ke Sukma. "Saudari Sukma, apakah Anda membantah tuduhan tersebut?" Sukma mengangkat wajahnya, menatap hakim dengan tenang. "Tidak, Yang Mulia." Ruangan mendadak sunyi. Yudi mena

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 26

    Sukma berdiri di depan toko pakaian yang siap beroperasi. Matanya berembun menatap papan nama yang baru saja dipasang. Usaha ini adalah impian yang akhirnya menjadi nyata. Meski hidupnya sedang kacau karena perceraiannya dengan Yudi, setidaknya dia masih punya sesuatu yang bisa dibanggakan. Di sampingnya, Arman berdiri dengan tangan di saku, memperhatikan dalam diam. Dia tahu Sukma berusaha tegar, tapi sorot matanya menjelaskan apa yang sedang dirasakannya. “Kalau kamu butuh bantuan untuk mengurus toko ini, aku siap,” kata Arman akhirnya. Sukma tersenyum kecil. “Terima kasih, Man. Aku harus berterima kasih karna kamu udah bantu aku mewujudkan impianku. Walau buka pemilik, tapi dipercaya olehmu sudah sangat luar biasa. Aku nggak mau merepotkan kamu lagi." “Kamu nggak merepotkan aku. Malah aku senang direpotkan kamu terus.” Sukma menoleh, dan saat itu dia melihat binar di mata Arman sangat tulus, tatapannya begitu dalam membuat hatinya bergetar. Ketulusan yang tak pernah dia temukan

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 25

    "Jangan-jangan an4k yang kau kandung bukan berasal dari benihku." Sukma geram mendengar perkataan Yudi. Apakah aku serendah itu di matanya? Jangankan berzin4, berdekatan dengan lelaki lain saja tidak pernah. Sementara dia, sidang cerai belum dimulai dia sudah membawa wanita mur4han itu bersamanya. Lihatlah, dengan tidak tahu malu Sella bergelayut di lengannya. "Terserah kamu mau bicara apa. Lagipula nggak akan merubah apa pun." Sukma melangkah perlahan menuju Pengadilan Agama sambil mengusap perutnya. Meski terlihat tegar, tidak ada yang tahu hatinya ngilu mendengar tudingan Yudi. Tiga tahun pernikahan tak membuat lelaki itu benar-benar mengenalnya. Sangat miris, selama pernikahan hari-hari dia dan Yudi lewati dengan harapan Tuhan mempercayai mereka dengan memiliki an4k, tetapi saat dikabulkan lelaki itu justru menggugat cerai, memilih wanita lain. Di sampingnya, Arman berjalan dalam diam. Sesekali dia melirik Sukma. Mendengar tudingan Suami Sukma membuatnya emosi. Andai tadi Suk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status