Share

Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu
Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu
Author: Anidania

Bab 1 - Suara itu

Author: Anidania
last update Huling Na-update: 2025-08-09 11:04:04

“Ah ... Mas! Lebih cepet ... iya, gitu. En-ak bang-ah, Mas!”

Langkahku terhenti seketika, sementara jantungku mendadak mencelos. Pandanganku menyapu ke sisi kanan dan kiri, rumah masih sepi, dan aku yakin ibu serta adik iparku masih terlelap di lantai dua. “Suara apa, sih?” gumanku menyampirkan anak rambut ke belakang telinga. “Padahal nggak ada orang, kok.”

“Aku nggak kuat lagi, Mas! Eungh ... pelan,” desahan yang kudengar seperti ... suara yang tak asing bagiku.

Aku menelan ludah dengan susah payah, nafasku tercekat, pikiranku entah kemana, sementara jantungku berdetak lebih kencang. Sumbernya dari kamar tamu. Kamar yang—sialnya—ditempati Nesya, sepupu jauh suamiku. Perempuan yang selalu berkata manis, yang pura-pura polos, yang dengan lugu mengambil perhatian ibu mertuaku.

Aku mengerutkan dahi tak yakin, “Nesya?” tanyaku.pada diri sendiri.

Aku bejalan dengan perlahan, tak ingin menimbulkan bunyi apapun, lalu menempelkan telingaku pada daun pintu, dan berusaha mendengar apa yang tengah terjadi di dalam sana.

"Ma-sh ...." panggil Nesya terengah, parau, tercekik antara desahan dan tawa kecil yang terdengar menggoda. "Pelan dikit ... punyaku- aduh nggak ku-ath!"

Aku mengerutkan dahiku tak paham, di sisi lain, pikiran liar mulai berputar cepat. Mas? Siapa yang dipanggil mas sama dia? Suamiku, atau ... adik iparku? Atau malah dia bawa pria lain masuk ke rumah ini?

"Nesya ... kamu, eungh ... jangan gigit ...," gumam suara yang kukenal, terbata. “Kamu gila ya …” Suara yang... sangat aku kenal. Terlalu aku kenal.

Deg.

“Mas Alvin?” lirihku tak kuasa. Tapi itu lebih seperti doaku—permohonan agar bukan dia yang berada di dalam sana.

Napasku berhenti. Lututku lemas. Tubuhku mendadak dingin, sementara jantungku berdebar seperti genderang perang. Aku berharap aku salah dengar. Tapi... suara itu tak berbohong, aku tak tahu apakah ini hanya mimpi di pagi buta atau ... kenyataan yang begitu menyakitkan? Aku menggigit bibir bawahku sekuat mungkin, menahan isakan yang hampir lolos begitu saja.

"Aku suka lihat kamu nahan kayak gitu, Mas ... ah ... jangan, Mas. Mentok! Uh!" balas Nesya genit, diselingi desahan berat.

“Kamu yang min-ah mentok banget, Nes!”

“Hmmh … Mas ah! Ini en-ak! Kamu suka, Mas? Kamu suka aku kayak gini?” ujarnya terdengar begitu menjijikan.

Aku memejamkan mataku erat, tapi percuma. Air mataku tetap jatuh dan mengalir begitu saja. Pipiku terasa dingin oleh air mata, tetapi api telah menyala di dalam dadaku.

“Suka banget … jangan berhenti … jangan sekarang, Nesya … Aku mau- ah! Kamu ... Nesya jangan bikin aku ... ah geli, Nesya!” desah suamiku seakan tak bisa menahannya.

Aku menggelengkan kepala, tak percaya. Tidak. Itu bukan suaranya Mas Alvin. Itu bukan dia. Itu suara orang lain yang mirip suamiku. Bukan dia. Suamiku tidak mungkin…

Tapi setiap helaan napas yang mereka keluarkan, setiap lirih yang tertahan, setiap nama yang meluncur dari bibir mereka, menghancurkan satu-satunya keyakinanku saat ini.

“Mas ... lebih dalam ... aku udah nggak tahan ...,” teriak Nesya seperti tak punya malu.

“Sstt ... pelan ... jangan sampe kedengeran ...”

Sayangnya, aku bahkan udah denger dari tadi, Mas.

Aku tak bisa lagi menahan tubuhku yang menggigil, aku menatap tanganku yang sudah bergetar, tetapi hatiku seolah menolak kenyataan ini, aku berharap ini hanya mimpi yang buruk. Siapapun ... tolong bangunkan aku dari tidurku.

“Kamu lebih liar dari yang aku kira,” suara suamiku—lelaki yang kuberikan seluruh hidupku—terdengar bangga.

“Karena kamu yang ngajarin, aku, Mas …” Lalu desahan  kembali terdengar lebih jelas, dan lebih dalam. Bergantian, saling bersahutan. Menyerupai nyanyian pengkhianatan yang tak berdawai.  “Mas ... jangan berhenti … aku udah gila sama kamu …”

“Nggak bakal, Nes. Gerakan kamu lebih panas dari istriku sendiri …”

Itu. Kalimat itu. Pukulan terakhir yang mematikan. Lebih tajam dari belati mana pun yang pernah kutemui.

Menelan ludah dengan susah payah. “Kamu, Mas?” lirihku tertahan. Tanganku terangkat, gemetar, hal yang tak pernah bisa aku bayangkan sebelumnya. Dua orang yang sangat aku percaya, kini ... mereka?

“Ma-sh ... emmh ... geli.”

Pandanganku tertuju pada pintu yang tak tertutup sempurna, bahkan, mereka tak menyadarinya? Tanganku bergerak mendorong daun pintu, perlahan. Badanku membeku saat melihat pemandangan di depan sana dengan mata terbelalak. Duniaku berhenti berputar, kakiku tak mampu bepijak, rasanya seperti jiwaku terlempar keluar dari tubuhku sendiri. Aku ada di sini, tapi tak mampu bergerak meski untuk menyelamatkan diriku sendiri. Aku bisa berteriak, menuruh mereka menyudahinya, tapi bibirku kelu tanpa bisa mengeluarkan satu kalimat pun.

Di atas ranjang itu, suamiku, laki-laki yang kuberi seluruh cinta yang kumiliki, tengah menggoyangkan tubuhnya di atas tubuh wanita lain, tenggelam dalam pelukan Nesya yang mendesahkan namanya, seolah dunia luar tak pernah ada dan aku tak pernah hadir di dalam hidupnya. Rambut mereka berantakan, kulit saling menempel, dan napas saling memburu, semua menyatu dalam irama permainan yang begitu menggairahkan.

“Mas?” lirihku tercekat.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   MJIC 22 - Perhatian Raynard

    Malam hari berjalan dengan begitu cepat, Sus Rini sedang merapikan mainan di sudut ruangan. Aku duduk di sebelah Kenzo, mencoba fokus pada TV yang menyala, tapi jauh di dalam hati, aku masih terbayang kejadian di mall tadi siang.Notifikasi video call berbunyi di ponselku, sontak mengalihkan perhatian kami. Aku dengan cepat mengangkat ponsel dan menerima panggilan itu.“Hallo.”Kenzo langsung berdiri di sofa begitu mendengar suara dari ponselku. “Daddy! Daddy!” teriaknya girang, lalu duduk tepat di pangkuanku.Wajah Raynard muncul di layar—tengah berdiri di sebuah ruangan hotel dengan lampu kuning temaram, ia mengenakan kemeja putih dan dasi yang sudah sedikit longgar, wajahnya mengisyaratkan rasa lelah yang begitu kentara.Tapi begitu melihat Kenzo ... wajahnya kembali melunak.“Kenzo,” sapanya pelan.“Daddy!! Aku kangen! Monty juga!” ujar Kenzo sembari mengangkat bonekanya tepat ke kamera, membuat Raynard mengangkat alisnya.“Oh begitu?” jawab Raynard menatapku sekilas di layar. Tat

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 21 - Mereka Jahat

    Sus Rini yang berjalan di sampingku tampak menatapku sekilas, lalu menunduk, mungkin menyadari ada sesuatu yang tidak beres dari raut wajahku. “Safira, kamu nggak apa-apa?” tanyanya hati-hati.Aku menggeleng pelan, memaksakan senyum. Tapi senyum itu langsung pudar ketika pandanganku tanpa sengaja bertemu pantulan kaca di etalase toko — menampilkan wajahku sendiri yang terlihat pucat dan tegang.Melihat perubahanku, berdeham. “Tadi ... mereka itu siapa?” tanyanya pelan, seolah takut salah bicara.Aku menarik napas panjang, mencoba mengatur nada suaraku agar tetap tenang. “Itu ... mantan suami,” jawabku lirih. “Dan perempuan yang bersamanya ... sepupunya.”Sus menatapku kaget tapi cepat-cepat menundukkan kepala, merasa bersaah. “Oh ... maaf, saya nggak tahu.”Aku tersenyum tipis, menganggukkan kepala sekali. “Nggak apa-apa, Sus. Saya juga nggak nyangka bisa ketemu mereka di sini,” jawabku diiringi tawa getir.“Monty kenapa?” tanya Kenzo polos, ketika menunggu antrean di depan kasir..Ak

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 20 - Sombongnya Nesya

    Mereka berjalan beriringan, tangannya menggenggam lengan Alvin dengan manja, sementara pria itu hanya tersenyum tipis seperti biasa—senyum yang dulu begitu kukenal.Tubuhku terasa dingin. Aku ingin berbalik, berpura-pura tidak melihat, tapi suara mereka sudah terlalu dekat.“Oh, aku nggak salah lihat ternyata,” suara Nesya terdengar lembut tapi penuh nada sinis. “Safira?” ulangnya memastikan.Aku menatapnya perlahan, mencoba mempertahankan sisa ketenangan di wajahku. “Nesya,” sapaku singkat.Matanya menelusuri tubuhku dari atas ke bawah, dari baju sederhana dan rambut yang diikat seadanya, lalu berhenti pada tangan kecil Kenzo yang menggenggam jariku erat. Senyum miring terbit di bibirnya. “Sekarang kamu kerja jadi babysitter, ya?”Aku menelan ludah, tak tahu harus menjawab apa. Suaranya bukan sekadar bertanya—tapi penghinaan halus yang menusuk lebih dalam daripada rasa sakit yang ia berikan sebelumnya.Sementara Alvin, mantan suamiku, hanya berdiri diam di sebelahnya. Wajahnya datar,

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 19 - Pertemuan Tak Terduga

    “Jangan sampai dia merasa kehilangan sosok ayah, meskipun saya nggak ada di sini,” ucapnya singkat setelah menimbang beberapa saat.Aku menelan ludahku sendiri, mencoba menyembunyikan debaran di dadaku yang semakin keras. “Baik, Tuan. Saya akan berusaha,” janjiku, menganggukkan kepalaku sekali.Dengan satu helaan napas panjang, Raynard melangkah keluar, tannpa kata perpisahan sedikitpun untuk ... ya, Kenzo. Pintu tertutup dengan pelan, meninggalkan keheningan yang langsung memenuhi seisi ruangan. Tatapanku tertoleh pada Kenzo yang masih menatap pintu dengan wajah yang semakin sendu, membuat mobil-mobilannya terhimpit erat dalam genggamannya.Bocah kecil itu akhirnya menoleh padaku, dengan mata yang terus menahan kepedihan. “Monty ... Daddy pulang lagi kan?” tanyanya polos, suaranya yang lirih membuat hatiku seolah diremas oleh rasa sakit yang tak terhingga.Aku berjongkok, menyejajarkan badanku dengannya, menangkup pipinya dengan lembut seraya menganggukkan kepalaku pelan. “Iya, Sayan

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 18 - Berpamitan

    Pagi hari kembali menyapa, menampakkan cahaya matahari yang menembus melalui tipis tirai di jendela kamar. Aku baru saja selesai merapikan tempat tidur ketika suara langkah kecil terdengar dari luar kamarku. Pintu kamar terbuka dengan perlahan membuatku menoleh, di ambang pintu, menampakan wajah Kenzo yang masih setengah mengantuk, rambutnya berantakan, dan boneka kecilnya tergenggam erat di tangan mungilnya.“Monty ...,” panggilnya pelan sambil menyeret langkahnya masuk.Aku memaksakan senyum, walaupun masih terkejut dengan kedatangannya, lalu buru-buru berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambutnya. “Kenzo, udah bangun? Kenapa nggak sama Sus Rini?” tanyaku mengusap rambutnya.Bocah itu menggelengkan kepala, sementara matanya kembali berkaca-kaca. “Aku nggak mau pergi kalau Monty nggak ikut ...,” ujarnya dengan lirih.Aku kembali terdiam, hatiku tercekat melihat wajah mungil itu yang selalu menunjukkan ketulusan. “Kenzo ... kan semalem kamu udah janji sama Monty kalau kamu mau

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 17 - Ajakan Ke Luar Negeri

    Raynard menyipitkan matanya dan menatapku dari spion kecil, lalu menggelengkakn kepala. “Kalau kau tidak pantas, saya tidak akan pernah menawari kontrak itu. Kau hanya harus belajar untuk percaya ... entah pada dirimu, atau pada saya, dan orang lain.”Deg. Ada sesuatu yang menohok tepat di dadaku, kata ‘percaya’ yang selama ini aku sematkan pada keluargaku ... namun pada kenyataannya, mereka mengkhianatiku dengan rasa sakit yang luar biasa. Aku buru-buru memalingkan wajahku, berusaha menyembunyikan perasaan yang membuncah entah apa namanya.Tak lama kemudian keadaan mobil menjadi hening sampai pada akhirnya mobil berhenti tepat di halaman rumah. Aku buru-buru meraih tas kecilku dan menyelempangkan di pundak, sementara satu tanganku meraih tangan Kenzo untuk kugenggam, aku bersiap membuka pintu, tapi belum sempat aku membkanya, pintu di sampingku sudah lebih dulu terbuka dari luar membuatku sedikit terlonjak. Raynard berdiri di sana, dengan badan yang tegap dan tatapan dingin, tapi tan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status