Home / Rumah Tangga / Istri yang Tak Diinginkan / 4. Boneka Aku Mana, Pi?

Share

4. Boneka Aku Mana, Pi?

last update Last Updated: 2022-10-04 13:23:58

Ada banyak alasan kenapa Archer tidak menemukan kenyamanan di rumah ini. Salah satunya adalah apa yang baru saja terjadi. Feli selalu punya cara untuk menimpali ucapannya. Bahkan mereka selalu bertengkar setiap kali bertemu. Archer lelah.

Dan satu-satunya alasan Archer masih mau pulang ke rumah hanyalah Kimberly.

Mengingat Kimberly, Archer jadi merasa bersalah karena sudah meninggalkannya terlalu lama.

Archer menyeret langkahnya, hendak menaiki tangga. Namun langkahnya terhenti saat ekor matanya melihat foto Feli dan seorang pria di atas meja makan.

Archer berbalik dan mengambil foto tersebut. Rahangnya tampak mengeras. Ia tidak suka melihat ada pria lain yang menggendong anaknya. Terlebih lagi dia adalah selingkuhan Feli.

Jemari Archer meremas kedua foto itu hingga menjadi bola kecil. Kemudian membuangnya ke tempat sampah.

Tiga puluh menit kemudian, Archer sudah membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Ia lantas turun ke lantai dua dan masuk ke kamar Kimberly. Begitu membuka pintu, Archer disambut dengan lampu tidur yang menyorot ke langit-langit ruangan, membentuk bintang-bintang dan bulan berwarna kuning.

Archer tersenyum, duduk di tepian ranjang dan mengecup kening putrinya cukup lama.

Tidur Kimberly terusik. Dia menggeliat dan kelopak matanya perlahan-lahan terbuka. Lalu tersenyum sembari bergumam, “Papi pulang?”

“Iya. Papi pulang.”

Archer menepuk-nepuk punggung Kimberly dengan pelan, hingga akhirnya anak itu kembali tertidur dengan tangan memeluk leher Archer.

Archer tertegun.

Ia tak berani bergerak sedikit pun karena khawatir gerakannya akan membuat Kimberly terbangun lagi.

***

Pagi itu Feli bangun sedikit kesiangan. Sebab semalam ia kembali terserang insomnia.

Setelah melakukan ritual pagi, ia bergegas keluar kamar untuk mengecek kondisi Kimberly. Tidak sedikit pun memedulikan kepalanya yang terasa pening akibat tidurnya yang tidak berkualitas.

“Mamiiii…!”

Seruan riang itu sontak membuat Feli melukiskan senyuman di wajahnya. Ia baru keluar kamar, tapi Kimberly sudah menyambutnya lebih dulu.

Feli berjongkok dan memeluk putrinya yang sudah wangi minyak telon dan bercampur aroma buah-buahan. Lalu mencubit pipi chuby-nya dengan gemas.

“Anak Mami kok udah wangi aja pagi-pagi?”

“Papi mandiin aku, Mi.”

Feli terkejut mendengarnya. Ia kira Kimberly dimandikan oleh Dewi—baby sitter yang sudah mengurus keperluan Kimberly sejak bayi.

Pantas saja wajah Kimberly terlihat lebih ceria daripada sebelumnya. Feli bersyukur karena Archer memperlakukan anak mereka dengan baik. Setidaknya, Kimberly tidak kehilangan sosok ayah kendati hubungan orang tuanya tidak baik.

“Kimmy senang karena papi pulang?”

“Hm!” Kimberly mengangguk cepat. “Mami, ayo kita bikin sarapan buat papi.”

Feli menghela napas tak berdaya saat Kimberly menarik tangannya. Kimberly meniru Feli. Sebab, setiap kali Archer ada di rumah, Feli selalu membuatkan sarapan untuknya. Bukan apa-apa. Hanya saja Feli dan Archer memang sudah berkomitmen untuk terlihat harmonis di depan putri mereka.

Mungkin hal itu jugalah yang membuat Archer malas pulang ke rumah, pikir Feli. Pria itu muak bersandiwara, karena untuk memandang Feli saja Archer tampak enggan.

“Mi! Aku! Aku!”

Kimberly melompat-lompat ingin mengambil pisau dan wortel di tangan Feli.

Feli tersenyum. “Kimmy mau motong wortel?”

“Iya. Mau! Aku mau bikin makanan buat papi!”

“Ini pisaunya Mami, Sayang. Pisau Kimmy disimpan di mana, hem?”

“Oh iya lupa.” Kimberly menepuk jidatnya gemas. “Mami, tunggu!” Kemudian anak itu berlari cepat menuju ruang keluarga untuk mengambil pisau plastik miliknya.

Feli terkekeh sendiri melihat tingkah laku menggemaskan putrinya. Anak itu selalu menjadi penghibur Feli di kala hatinya sedang gundah. Dan menjadi teman baiknya di saat Feli merasa kesepian.

Selagi Kimberly mengambil pisaunya, Feli melanjutkan kembali aktifitasnya memotong wortel.

“Ada luka di lutut Kimmy. Apa yang terjadi?”

Kedatangan Archer yang tiba-tiba membuat pisau nyaris terpeleset ke jari telunjuk Feli. Feli menoleh ke arah Archer sekilas. Pria itu terlihat sudah mandi dan segar tapi masih mengenakan pakaian santai.

“Jatuh.”

“Di?”

“Di butik. Kemaren.”

Archer berdecak lidah. Ia melipat tangannya di depan dada dan menatap Feli penuh selidik. “Karena kamu terlalu asyik ngobrol sama lelaki bernama Rafi itu? Jadi kamu mengabaikan Kimmy sampai dia jatuh, begitu?”

Feli menghentikan kegiatannya, lalu menghela napas berat dan menjawab, “Karena kamu menganggapku begitu, ya anggap saja begitu kenyataannya.”

Karena sekalipun Feli membantah dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya bahwa Kimberly terjatuh sebelum Rafi masuk butik, Archer tak akan mempercayai ucapannya.

Rahang Archer mengeras. Ia baru akan membuka mulut hendak menimpali ucapan Feli, akan tetapi langkah kaki kecil yang berlari ke arah mereka membuat Archer mengurungkan niatnya.

“Mami, mana wortel aku?”

Feli menarik kedua sudut bibirnya ke atas, lalu menyerahkan satu batang wortel pada putrinya.

“Yeay! Potong wortel buat papi!” Kimberly melompat-lompat kegirangan, lalu membawa pisau dan wortelnya ke meja makan.

Archer mengikuti Kimberly dan duduk di sampingnya. Matanya mengawasi tangan anak itu karena khawatir kulitnya yang putih tergores pisau mainan.

“Kok, Papi kemaren kerjanya lama banget, sih?” celetuk Kimberly tiba-tiba, yang membuat Archer nyaris tersedak salivanya sendiri.

“Papi kerjanya jauh, Sayang.” Archer mengacak rambut panjang nan lurus milik Kimberly. “Jadi Papi nggak bisa bolak-balik ke rumah seperti biasanya.”

“Oooh. Papi capek nggak?”

“Nggak dong. Papi cari uang buat kamu, jadi nggak ada yang capek kalau untuk anak Papi yang cantik ini.”

Kimberly terkikik sembari menutupi mulutnya dengan telapak tangan. Anak itu paling senang kalau digombali ayahnya.

Di lain pihak, Feli berusaha menarik napas dalam-dalam untuk melonggarkan dadanya yang sesak. Ia tak dapat membayangkan, akan sekecewa apa Kimberly kalau tahu ayahnya pergi selama itu demi wanita lain.

Feli menoleh ke arah meja makan, memperhatikan interaksi anak dan ayah itu yang terlihat akrab. Mereka tertawa bersama. Gelak tawanya terdengar menggema di seisi ruang makan dan dapur yang tak bersekat.

Dalam kondisi dan penampilan seperti apapun, Archer selalu terlihat tampan dan rapi. Hidungnya yang tinggi, senyumannya yang memukau dan mampu melelehkan siapa saja yang menatapnya, serta tubuhnya yang tinggi dan kekar membuat siapapun yang ada dalam pelukannya merasa aman dan nyaman.

Namun sayang, Feli tak pernah mendapatkan pelukan itu. Feli tak tahu bagaimana rasanya dipeluk dan bermanja di atas dada bidang suaminya sendiri.

Lalu… Feli teringat dengan Belvina. Rasa penasaran itu tiba-tiba memenuhi relung hatinya. Apakah setiap kali mereka bertemu, Belvina selalu mendapat pelukan dari Archer? Selain berpelukan, apa lagi yang mereka lakukan di belakangnya? Sudah sejauh mana hubungan mereka berdua?

Sorot mata Feli seketika meredup.

Namun ia tak berhak merasa iri, bukan? Karena sejak awal, Feli hanya orang ketiga di dalam hubungan Archer dan Belvina.

“Pi?” panggil Kimberly sembari memotong wortel dengan sekuat tenaga.

“Ya, Sayang? Butuh bantuan?”

“Nggak! Aku bisa sendiri.”

Archer tersenyum kecil. “Iya, anak Papi memang hebat,” pujinya, “jadi? Ada apa kamu panggil Papi barusan?”

Kimberly menghentikan kegiatannya, kedua bola mata jernihnya menatap Archer dengan tatapan polos. “Boneka kuda poni aku mana, Pi? Papi beliin aku kuda poni, ‘kan?”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (11)
goodnovel comment avatar
Istna Zena cantik
Archer kalo kamu gk suka rafi deket sama feli dan anak kamu,mending kamu fokus masa keluarga kecil kamu, dari pada kamu sama pacar kamu.
goodnovel comment avatar
Nova Vaw
semua ortu pst kalah ny ma anak
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
Feli ini pas kecil ga mendqpatkan sosok ayah sebelum tau ayahnya siapa, pas dikandungan juga mengasingkan diri sama Leica dan menikah pun dapat suami yg ga menghargainya.. kasihan sekali nasibmu Feli
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 12 (TAMAT)

    Setelah hampir empat jam mengasuh putra dan putrinya, Malik akhirnya bisa bernapas lega saat bertemu lagi dengan Kimberly. Raut muka istrinya itu tampak lebih cerah dan ceria. Sepertinya Kimberly sudah tidak badmood lagi gara-gara Malik berfoto dengan Yoana tadi.“Gimana anak-anak? Mereka rewel nggak?” Kimberly mengambil alih anak perempuan berpipi chubby dari pangkuan Malik.“Rewel sih nggak, tapi yah… cukup membuatku berkeringat.” Malik tersenyum dan mengedikkan bahu.Kimberly mengamati suaminya sesaat, lalu tertawa karena penampilan pria itu tampak acak-acakan. Ia mengecup pipi Malik dan berkata, “Terima kasih udah kasih aku waktu buat me time.”Malik mengerjap dan memegangi pipinya sambil bergumam, “Kita harus pulang sekarang, Sayang.”“Kenapa? Kan belum beli susu buat Timur di supermarket.”“Malam ini kita titipin anak-anak di Mami sama Papi aja, ya? Besok kita ambil lagi mereka pagi sebelum aku—Oke oke! Nggak jadi, aku cuma bercanda,” ralat Malik dengan cepat saat Kimberly mencub

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 11. Time Flies

    Empat tahun kemudian.“Eh? Bukannya dia mantan pembalap itu, ‘kan?”“Iya, Jeng, yang kemarin ramai dibahas sama hampir semua orang tua murid itu, Jeng.”“Anaknya beneran sekolah di sini?”“Iya.”“Yang bener? OMG! Kita bakalan ketemu dia terus dong! Ganteng banget ya Tuhan.”“Itu kalau setiap hari dia antar jemput anaknya.”“Eh! Emang setiap hari tauk! Kalian berdua aja yang baru lihat. Pagi dan siang dia selalu antar jemput.”“Duh, suami idaman banget sih…. Beruntung banget yang jadi istri dia. Udah ganteng, kaya, perhatian sama anak, lagi. Ya Tuhan, mau yang begini satu aja, please.”Malik menghela napas berat. Ia tidak bermaksud menguping pembicaraan tiga atau empat wanita—entah yang pastinya berapa orang karena Malik tidak begitu memperhatikan—yang sedang membicarakan dirinya, tapi suara mereka terlalu jelas di telinga Malik, sehingga mau tidak mau ia harus mendengarkan dirinya menjadi bahan gosip ibu-ibu.Sudah satu minggu Timur masuk sekolah ke playgroup. Setiap hari Malik selalu

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 10. Timur Malvin Rozano

    “Sayang! Gimana kondisi kamu? Apanya yang sakit?!” tanya Malik dengan raut muka menegang sambil berlari menghampiri ranjang yang ditempati Kimberly. “Perut aku sakit… pinggang aku juga panas.” Kimberly meringis kesakitan. Namun ada yang berubah dalam sorot matanya, ia seolah-olah merasa lega dan aman setelah melihat kedatangan suaminya. Malik merundukan badan, memeluk Kimberly dan mengecup keningnya berkali-kali. Ia berbisik, “Sabar, ya. Maaf aku terlambat.” “Bau!” Malik terkejut saat Kimberly mendorong dadanya. “Eh? Kenapa? Siapa yang bau?” “Kamu,” jawab Kimberly seraya menggigit bibir bawah, menahan rasa sakit yang kembali menyerang dan rasanya tak tertahankan. “Kamu bau debu.” “Ah, ini….” Malik menggaruk tengkuk dan menghidu tubuhnya sendiri. “Barusan aku naik motor, Sayang. Soalnya di jalan macet banget, nggak mungkin bisa sampai dengan cepat kalau aku tetap pakai mobil,” jelasnya sambil menggenggam tangan sang istri. “Apa perlu aku ganti baju dulu? Tapi aku nggak bawa baju c

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 9. Kontraksi

    7 bulan kemudian.“Kakak, jangan lupakan aku. Aku juga adik kamu, adik yang paling ganteng!”“Diam!” Kimberly menjauhkan wajah Ernest dari hadapannya. “Kamu ngehalangin pemandangan aku tahu nggak?”Ernest cemberut.Kemudian Kimberly tersenyum lebar pada bayi berusia 4 bulan yang baru saja membuka mata, di atas kasur yang ia dan Ernest duduki.“Selamat siang Cheryl! Adiknya Kakak yang paling cantik! Nyenyak banget tidurnya ya?” goda Kimberly dengan nada bicara khas anak-anak.Cheryl tersenyum. Dia berguling sendiri hingga tengkurap.“Ugh! Jangan percaya sama kelembutan kakak kita, Dek, aslinya dia itu cerewet dan galak. Kamu kalau sudah besar nanti pasti jadi bahan omelan dia—auwh!” Ernest tiba-tiba mengaduh saat Kimberly menjewer telinganya.“Diam,” bisik Kimberly dengan kesal. “Jangan meracuni otak bayi dengan omongan kamu yang negatif itu ya!”“Aku ‘kan bicara apa adanya,” gumam Ernest sembari mengusap-usap telinga.Kimberly mendelik pada Ernest, lalu kembali tersenyum lebar pada Ch

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 8. Babymoon II

    “Gimana perasaan kamu?” bisik Malik seraya mengelus pipi Kimberly dengan lembut.Kimberly terdiam. Harusnya ia yang bertanya seperti itu kepada Malik.Detik berikutnya, Kimberly tersenyum lebar, tangannya mengusap-usap perut dan berseru riang, “Anak kita sepertinya senang banget, Babe! Dia bikin perasaan aku jadi makin bahagia setelah lihat kamu ngendarain motor balap barusan!”“Benarkah?” Malik ikut tersenyum lebar.Kimberly mengangguk cepat. Ia langsung melompat ke pelukan Malik, melingkarkan tangan di leher pria yang masih memakai baju balapan yang dulu sering dia pakai. Malik terlihat tampan sekali dengan baju itu, mengingatkan Kimberly akan kebersamaan mereka sebelum menikah.“Terima kasih, ya! Aku jadi rindu nonton kamu balapan.” Kimberly terkekeh, suaranya terdengar teredam karena bibirnya terbenang di pundak Malik. “Kalau kamu? Gimana perasaan kamu sekarang?”“Perasaanku?” ulang Malik.“Hm-hm. Apa barusan bisa mengobati kerinduan kamu sama balapan?”“Iya.” Malik bergumam dan m

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 7. Babymoon

    Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.25 waktu Andorra. Kimberly merebahkan tubuhnya di kasur berseprai abu tua. Matanya menatap plafon putih dengan penerangan lampu warm white.Mereka baru saja tiba di Andorra pukul 18.30 waktu setempat. Perjalanan ini atas inisiatif Kimberly yang mengidam ingin tidur di kamar Malik, di rumahnya yang ada di Andorra. Setelah mendengar keinginan istrinya, Malik langsung memesan tiket pesawat.“Ternyata begini rasanya ada di kamar kamu.” Kimberly terkekeh dan melirik Malik yang baru saja selesai memindahkan semua pakaian mereka dari koper ke dalam lemari.Tadi Kimberly berniat membantu, tapi Malik melarangnya dan malah menyuruhnya untuk istirahat.“Gimana rasanya? Aneh?” Malik melepas kaos putihnya dan menghampiri ranjang.“Nyaman banget!” Kimberly meringis, ia mengangkat kedua tangan ke atas untuk menyambut Malik yang baru saja menaiki ranjang dan memeluknya. Tangan Kimberly mengalung di leher Malik.Ia sempat menahan napas dengan jantung berdebar-deb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status