“Di sini kamu rupanya, Nirmala!” Teriak Mami Erni, ketika melihat Nirmala yang sedang duduk di bawah sebuah pohon. Tangannya dengan cepat mencengkram lengan Nirmala.
“Mami, lepaskan. Sakit!” “Lepaskan? Kamu mencoba kabur dari ku, Nirmala.” Wanita paruh baya itu kembali berteriak, bahkan sebuah tamparan pun ia berikan. Ujung bibir Nirmala, bahkan sedikit mengeluarkan cairan berwarna merah. “Aku tidak akan kabur Mi, aku hanya ingin istirahat.” Nirmala pun, mulai menangis. Ia merasa sangat lelah, setelah hampur satu tahun yang lalu ia terjebak oleh seorang Mucikari. Ia terus di paksa untuk melayani tamu-tamu yang datang setiap hari. “kau tahu sebanyak apa uang yang sudah ku keluarkan untukmu Nirmala? Belum lagi biaya hidup mu di sini? Sudah cepat, Benny tarik dia!” Benny sang bodyguard pun dengan cepat menarik tubuh kurus Nirmala. “Biarkan aku istirahat di sini sebentar Mi,” “Tidak, ada tamu yang sudah menunggu mu Nirmala. Jangan membuat ku rugi, atau kamu harus membayar semua uang yang sudah aku keluarkan!” Mami Erni pun, mendorong tubuh wanita muda itu kedalam sebuah mobil. Ternyata, Nirmala sudah cukup jauh berjalan dari rumah bordir milik mami Erni. Nirmala bahkan berjalan tanpa alas kaki. Pakaian yang sudah ia kenakan pun, sudah terlihat acak-acakan. “Benny, bantu dia membersihkan tubuhnya, ku beri waktu lima menit!” ucap mami Erni ketika mereka sudah sampai. Nirmala pun mau tidak mau, membersihkan dirinya dengan di bantu Benny. Benny yang bertubuh kekar namun sedikit gemulai ini, memang tidak merasa sungkan jika harus mengurusi anak-anak asuh milik mami Erni. “Ben, aku lelah.” “Aku tahu, tapi mau bagaimana lagi, tamu kita sedang ramai. Bahkan satu pelangan kita belum ada yang melayani.” Nirmala yang malang, tak dapat menolak. Dia yang terjebak keadaan, terpaksa harus harus selalu menurut apa pun yang Mami Erni perintahkan. “Tapi Ben, aku sangat lelah.” Berulang kali Nirmala mengatakan lelah, agar Benny sedikit memberinya waktu untuk beristirat. Ujung matanya pun, mulai berair. “Sudah jangan menangis, apa kata tamu kita nanti jika kamu terus menagis? Tamu mu kali ini masih muda.” Ucap Benny yang terus mendandani Nirmala. “Siapa namanya?” Beberapa tamu yang kaya, pernah memperlakukan Nirmala dengan buruk. Ia sanagat takut jika pelanggan yang bersikap tak wajar, kembali datang. “Aku lupa, tapi ini bukan pertama kali dia kesini.” Setelah bersiap Nirmala pun di antar oleh Benny ke sebuah ruangan. Ruangan di mana seseorang sudah menunggu untuk mendapatkan pelayan sejak satu jam yang lalu. Banyaknya tamu membuat Erni terpaksa mencari keberadaan Nirmala. “Masuklah, dia sudah menunggu.” Ucap Benny, setelah sampai di depan pintu sebuah ruangan. “Ben, aku takut!” meski sudah melayani banyak tamu, namun wanita sepolos Nirmala masih takut saat melakukan hal ini di setiap harinya. “tidak apa-apa, tamu kamu kali ini terlihat baik. Cepatlah, setelah selesai nanti aku akan memijit mu. Kamu lelah, ‘kan?” Meski Benny sudah menenagkannya, ketakutan di wajah Nirmala masih terlihat begitu jelas. Tamu kemarin sepertinya membuat Nirmala cukup merasa trauma. Perlakuan kasar yang ia dapatkan, membuat beberapa bagian tubuhnya menghitam. “Aku tunggu di sebrang sana. Jika dia memukul mu teriak saja, aku akan datang.” Nirmala pun mengangguk, berjalan perlahan kearah pintu. Degupan di dadanya begitu kencang, tangannya yang bergetar terus memilin ujung baju tipis yang ia kenakan. Sesekali ia menarik nafas dalam, menghembuskannya perlahan. Berusaha untuk membuang rasa yang berkecamuk di hatinya. Rasa terhina, merasa penuh dosa atas apa yang telah ia lakukan. Perlahan ia mulai membuka pintu, mendorong benda yang terbuat dari kayu itu perlahan-lahan. Mencoba melihat siapa yang sudah menunggunya sejak tadi. Namun, setelah ia melihat sosok pria itu, ia merasa tidak begitu asing. Tapi entah dimana ia pernah melihatnya dan siapa dia? “Masuk!” suara yang dengar pelan, namun penuh dengan penekanan. Mendengar suara yang tak asing, Nirmala mulai menatap pria yang menjadi tamunya. Rasa takut yang sejak tadi berkecamuk, perlahan menghilang. Hanya tinggala rasa penasaran yang begitu besar. “Mas Firman?” ucap Nirmala, setelah melihat jelas wajah pria itu. Pria yang ia cintai sejak dulu, namun terpaksa ia tinggalkan saat di paksa untuk menikah dengan pak Husen. Laki-laki tua kaya raya. “Nirmala?” sama seperti Nirmala, Firman sama terkejutnya. Untuk beberapa saat mereka terdiam, mencoba mencerna situasi yang sedang mereka hadapi. "Apa itu kamu Mas?" Nirmala begitu terkejut, mengetahui jika Firman ternyata seorang laki-laki hidung belang. Firman yang ia tahu sangat taat terhadap agama, malah bertemu dengannya di rumah bordir yang penuh dosa. Dan sepengetahuan Nirmala, Firman juga sudah menikah. Begitu pun dengan Firman, Nirmala yang sudah menikah dengan laki-laki kaya, mengapa masih harus menjual diri di sini. Lagi pun sepengetahuannya, Nirmala adalah sosok wanita yang sangat polos. Bagaimana mungkin, wanita yang ia cintai sejak dulu itu melakoni pekerjaan seperni ini. “Nirmala, apa yang terjadi pada mu? Kenapa kamu berada di tempat seperti ini?” Firman medekatkan tubuhnya dengan Nirmala. Bagaimana pun, rasa cintanya untuk Nirmala masih tersisa. “Aku,” “Kenapa? Apa yang terjadi pada mu? Kupikir selama ini kamu baik-baik saja.” Karena Nirmala menatapnya nanar, Firman dengan cepat memeluk tubuh Nirmala. Entah bagaimana, melihat sorot mata wanita itu ia seketika tahu bahwa hidup yang di jalani Nirmala begitu berat. “Mas Firman maafkan aku, aku tidak bisa melayani mu. Pergilah dan cari tempat lain.” Nirmala pun mendorong tubuh Firman dengan kuat, ia tak mampu jika harus melakukan itu dengan pria yang ia cintai sejak dulu. Ia merasa tubuhnya sangat kotor. “Apa kamu suka bekerja di tempat seperti ini, Nirmala?” “Apa, maksud mu, Mas?” “Aku tahu, jika kau terpaksa berada di sini bukan? Aku bisa membantu mu untuk keluar dari sini.” Nirmala menatap kembali Firman dalam-dalam, apa mungkin Firman dapat membuatnya lepas dari jeratan mami Erni. “Aku tidak akan meninggalkan tempat ini Mas, Mami Erni tidak akan melepaskan ku begitu saja.” Meski ingin sekali ia pergi dan lepas dari dunia hitam ini, namun banyak hal yang harus ia pikirkan. “Aku akan mengurus semuanya, tapi dengan satu syarat.” “Syarat? syarat seperti apa?” “Kamu harus menikah dan menjadi istri kedua ku. Maka kamu akan dapat lepas dan pergi dari tempat ini. Aku akan membantu mu, tapi kamu juga harus membantu ku.” Sontak Nirmala membuka mulutnya dengan lebar, bagaimana mungkin. “Istriku tidak bisa memiliki anak, aku ingin anak ku dilahirkan oleh kamu, Nirmala.” Nirmala menggeleng, ia tak ingin menjadi orang ketiga. Meski ia masih mencintai Firman, namun keadaan sudah jauh berbeda. Lagi pun ia harus memikirkan bagaimana perasaan istri pertama Firman. "Bagaimana apa kamu mau?"Setelah tiba di mobil, Firman mencoba menghubungi Nirmala. Tidak dapat di hubungi, akhirnya rentetan pesan pun ia kirim. Firman berharap, pesan itu dapat segera di baca oleh Nirmala.Firman benar-benar tidak menyangka jika istri keduanga itu, tengah mengandung. Bagaimana mungkin, Nirmala tidak mengabarkan hal ini padanya. Padahal, kehamialan ini begitu mereka tunggu dan inginkan.Firman terus memandangi hasil USG yang di berikan wanita pemilik kos tadi. Menurut cerita wanita itu, ia menemukan benda itu di meja kamar Nirmala, saat sedang membersihkn kontrakan setelah Nirmala pergi.Amira memejamkan mata dan membuang muka. Sementara, Firman sesekali melitiknya menatap dengan tapapan tidak suka.Selama perjalanan, tidak ada kata-kata yang dapat Firman ucapkan. Kemelut di hati pria itu, kian membingungkan. Semakin rumit.Kekecewaannya terhadap Amira, membuatnya hilang akal dan melakukan hal yang tidak pantas. Hal itu juga yang membuatnya kembali bertemu dengan Nirmala.Prasaan yang
Setelah mendengar cerita Amira, yang mengatakan jika pria itu hanya menanyakan tentang ditinya saja. Lalu Ia berpikir, mungkin saja jika pria itu benar-benar teman dekatnya di kampung.Tapi, saat mobil miliknya berhenti dan Firman hendak turun menemui pria itu, Firman terkejut.“Loh, kemana orang itu tadi? Kok bisa cepat sekali dia pergi?”Firman melihat sekeliling, namun mobil dan pria itu sudah tak terlihat. Menghilang sangat cepat.“Lohh gak jadi kamu ajak orang itu ngobrol, Mas?” Amira tentu saja terkejut, setelah memutuskan untuk turun dan bertanya langsung siapa pria itu, namun beberapa menit Firman sudah kembali masuk kedalam mobil.“Sudah hilang, tapi kok cepat sekali.” Gumannya, namun sang istri masih dapat mendengar.Setelah duduk di belakang kemudi, Firman pun terdiam. Mencoba kembali mengingat sosok pria itu. Namun, ia tak kunjung dapat mengingat. Ia pun merasa janggal, jika memang pria itu teman lamanya, lalu mengapa dia menghilang.Meski Firnam masih di liputi ras
Keheningan masih terjadi di meja makan pagi ini. Firman benar-benar tidak tahu harus menjawab apa, atas apa yang di katakan Amira. Keduanya sibuk menghabiskan isi piring masing-masing.“Mau kemana?” tanya Firman, ketika melihat Amira susah berpakian rapi.“Kan aku sudah bilang, akan menjemput Nirmala hari ini.”“Apa kamu yakin, Nirmala akan ikut?” Amira menelan salivanya, sejujurnya ia juga tidak yakin jika Nirmala akan pulang. “Lihat, kamu saja terlihat ragu.”Tangan Firman terulur menyentuh tangan Amira. “Sudahlah jangan paksa dia pulang. Mas yakin, ini yang terbaik untuk rumah tangga kita.”“Tapi Mas, semenjak Nirmala pergi dari rumah, Mas juga tidak pulang kerumah. Aku tahu, dan aku sadar ini semua salahku.” Suara bergetar terdengar di kalimat Amira.Tekadnya sudah benar-benar bulat, untuk mempertahankan rumah tangganya bersama Firman. Ia tidak ingin kehilangan segalanya, kehilangan suami atau pun kehilangan sumber uangnya.“Bukan begitu, aku memang sedang banyak pekerjaan, makany
Sepulang dari kontrakan Nirmala, wajah Amira masih terlihat murung. Ia masih tidak menyangka jika Firman, benar-benar tidak berada disana. Sepulangnya sang kakak dan iparnya, Amira hanya duduk menunggu kepulangan Firman yang entah kapan. Semenjak kepergian Nirmala, Amira benar-benar harus mengurus rumah seorang diri. Firman benar-benar tidak memberikannya seorang pembantu.Alhasil, wanita ini kelelahan meski hanya mengurus rumah saja. Bukan hanya itu, uang bulanan pun, juga ikut di kurangi oleh Firman.Hari ini harusnya Nirmala ikut pulang bersamanya kerumah. Namun nyatanya ia gagal, untuk membujuk adik madunya itu. “benar-benar merepotkan, kenapa ia betah tinggal dikontrakan sempit dan kumuh itu. Aku yakin, sebenarnya ia tahu dimana mas Firmab berada. Pokoknya besok ia harus pulang, aku tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah.” Amira terus mengumpat. Rumah mewah yang baru seminggu Nirmala tinggalkan ini pun, sudah nampak begitu kotor. Piring kotor menumpuk, pakian pun demikian. Hamp
Amira tertunduk cukup lama, sementara perempuan yang ia bawa tadi, terus menepuk pundaknya. Wanita itu berusaha menenangkan sang Adik ipar.“Nirmala, kasihan Amira. Sejak kedatanganmu, ia selalu menagis. Harusnya kamu tahu itu.” Ucap Adam, seorang laki-laki yang juga Amira ajak tadi. “Sekarang Firman menghilang, aku tidak yakin jika kamu benar-benar tidak tahu hal ini.” Ucap Adam lagi, matanya memandang Nirmala dengam tajam. Tatapan ketidak sukaan jelas terlihat.Melihat wajah dan ekpresi Adam, Nirmala repleks menaikkan sebelah ujung bibirnya. “Nyatanya begitu Mas. Aku tidak berbohong.”“bagaimana kalau kita periksa saja kedalam, siapa tahu Firman dikamar.” Dewi istri Adam itu pun, berdiri dan hendak melangkah. Wanita itu dengan cepat menarik tangan suaminya, dan sedikit mendorong tubuh Nirmala. “minggir sedikit, jangan halangangi aku masuk.”Meski kesal, Nirmala hanya membiarkan keduanya masuk dan memeriksa kontrannya. Nirmala hanya mengusap wajahnya. Ia tak menyangka, jika Amira tid
“Jadi bagaimana, apa kamu mau beli sendiri, atau menunggu saja di mobil?” Tanya Zidan, hatinya juga merasa panas melihat wajah pias Nirmala.“Tidak usah. Ayo kita pulang saja.”Akhirnya, Zidan pun melajukan mobil, membawa Nirmala untuk pulang kembali kekontrakannya. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya diam, memalingkan pandangan kearah jendela. Ada rasa yang pedih, yang terasa. Meski ia hanya istri kedua, rasanya masih sakit ketika melihat Firman bersama perempuan lain.“Uang memang merubah segalanya, Nirmala. Firman belum tahu jika kamu sedang mengandung. Pergilah, sebelum ia menahanmu.” Zidan menoleh sebentar, ingin melihat reaksi Nirmala. Lalu kembali melihat kearah jalan. Setibanya di kontrakan, Nirmala turun didepan gang, tidak sampai di depan kontrakan. Ia takut jika ada yang melihat, lalu melapor pada Firman.“Terimasih untuk hari ini, tolong jangan temui aku lagi.” Ucap wanita itu, sebelum menutup pintu mobil. Tak ada jawaban dari Zidan, ia tahu betul jika wanita itu dalam
Seperginya Zidan, Nirmala hanya duduk diam ditempatnya tadi. Wanita itu terus menimbang dan memikirkan apa saja yang Zidan katakan. Ia dilanda dilema yang luar biasa, takut jika keputusan yang akan ia ambil kembali membuat dirinya terjerat dalam situasi yang menyedihkan.Apa benar Zidan berniat baik padanya? Lalu, bagaimana dengan Firman? Apa tidak terlalu jahat, ia jika ia pergi bersama Zidan. Meninggalkan Firman yang sudah melepaskan dan mengangkatnya dari dunia hitam.Tapi bertahan dengan pernikahan seperti ini, bukanlah hal yang baik. Bagaimana jika Amira, menginginkan anak ini? Lalu, setelah anak ini lahir, bisa saja Amira menyeretnya kembali kepada pak Husen.Tapi Nirmal merasa cukup yakin dan percaya pada Zidan. Pasalnya, sejak dulu Zidan memang kerap terlibat pertengkaran dengan sang ayah. Kemungkinan Zidan akan menjebaknya, itu cukup kecil. Tapi, apa yang tidak mungkin di dunia ini.Malam semakin larut, Nirmala terus berperang dengan pikirannya sendiri. Bahkan ia lupa, hanya
“Kamu hamil. Ayo kita pergi.” Ucap Zidan, menatap Nirmala dengan nanar. “Apa? Hamil?” Ada banyak rasa yang bergejolak dihatinya. Rasa bahagia jika memang benar sedang mengandung. Tapi, mengingat sikap Firman yang lebih mementingkan istri pertamanya, bukan tidak mungkin jika Firman akan membuanhnya.Lagi pun, akan tidak baik jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan keluarga yang berbeda dari kebanyakan keluarga lainnya.“Iya kamu hamil, masa kamu tidam merasakan perbedaan dalam dirimu sendiri?” Nirmalaenggeleng, menandakan ia memang tidak tahu hal itu. Meski ia merasa ada perbedaan ditubuhnya, namun ia sama sekali belum mastikan hl itu. Prasaan iba terus dirasakan pria muda ini. “Aku pikir, aku hanya asam lambung dan kelelahan saja. Jadi, aku pikir karena hal itu.” Wanita itu, tidak melanjutkan kalimatnya. “Hal itu?”“Akuu....memang belum mendapat tamu bulanan, bulan ini.” Jelas Nirmala lagi, sedikit kurang nyaman sebenarnya mengatakan hal seperti ini.“Cihhh.”Wajah Zidan terlihat
“K-kamu siapa?!” Tubuh Nirmala seketika gemetar.Begitu pintu tertutup, pria itu pun membuka topi dan masker yang ia pakai untuk menutupi wajahnya.“Zidan?!” Setelah melihat wajah pria itu, barulah Nirmala mengenali siapa sosok itu. Zidan, adalah anak pertama pak Husen. “Jangan berteriak, nanti warga akan menggerebek kita.”“Tapi, kamu mau apa kesini? Kenapa kamu bisa menemukanku?” Nirmala tak dapat menyembunyikan kepanikannya. Ia takut, jika Zidan akan menyeretnya untuk kembali pulang.Ia pun beruasaha, menarik lengan dan mendorong tubuh Zidan sekuat tenaga.“Tenanglah, aku tidak akan membawamu pulang. Apalagi menyerahkan mu pada ayah.”“A-apa?”“Nirmala tenanglah.” Zidan menatap Nirmala nanar, mata tajam milik pria itu, seketika sedikit berkaca-kaca.Meski tidak yakin akan apa yang diucapkan Zidan, tapi juga Nirmala takut jika warga sekitar akan menemukan mereka didalam. Akhirnya, ia duduk berusaha menenangkan dirinya sendiri.Saat ia menikah dengan pak Husen dulu, Zidan memang jar