“Aku bingung dari mana memulainya. Aku malu mau ngomongnya Martha.” Erlangga menggaruk kepalanya yang tak gatal.“Ngomong aja, aku istrimu. jangan sungkan-sungkan.”“Begini, Marta. aku takut kalau Bunga menginginkan ... tidur denganku, aku tak mampu menandinginya.” Erlangga berbicara sangat pelan, seolah takut ada yang menguping pembicaraannya.“Ooh itu.” Marta mengulum senyum. Terselip rasa sakit dalam hatinya. Ingin menangis dan meminta keadilan untuk dirinya saat ini juga, tapi tak kuasa. Kembali Martha hanya bisa memendam kepedihan dalam hati saja dan berpura-pura bahagia walau bathin tersiksa.“Aku serius Marta, jangan senyam-senyum. Tolong bantu aku cari solusi. Kamu tahu sendiri kan, usia Bunga separuh dariku. Semangatnya pasti masih menggebu. Aku tidak percaya diri menghadapinya. Kamu sendiri dulu seusia Bunga juga sudah menikahkan? Pasti sedang semangat-semangatnya. Aini dulu juga begitu, tapi waktu itu aku masih muda, jadi aku mampu mengimbanginya. Nah kalau sekarang, aku su
"Yang istrinya muda itu?” Marta menatap kearah dua insan yang terlihat sedang dilanda asmara, walaupun perbedaan usia begitu mencolok.“Iya.”“Bagus ‘kan? Jadi ada teman ngobrol.”“Bagus apanya? kalau dia, pantas ke sini, usianya hampir tujuh puluh tahun, lawannya masih kinclong gitu. Kalo aku ‘kan belum setua itu.”‘Terus yang minta kesini itu siapa?” Marta berusaha bersabar biarpun sedikit kesal.Erlangga membisu. Tanpa berfikir panjang, Ia memutuskan untuk membatalkan niatnya. Sesaat kemudian Erlangga menggandeng lengan Marta dan mengayunkan langkah menuju ke parkiran mobil.Pada saat Erlangga hendak membuka pintu mobil, Ia merasakan tepukan kasar di bahunya. Pria itu menoleh ke arah telapak tangan milik seorang pria yang membuat matanya membulat dengan sempurna. “Yudi?!”Begitu juga dengan Martha yang tak kalah terkejutnya. Dia menutup mulutnya yang menganga lebar. Hatinya terasa membara kala melihat manusia yang paling dibenci di dunia ini. Rasanya tak ingin bertemu lagi dengan
Yudi merasa harga dirinya direndahkan di depan Erlangga. Diapun membalas ucapan mantan istrinya.“Kalau masalah harta, aku bisa berikan untukmu kalau kau menginginkannya! Mungkin saja suamimu bisa memberikan kemewahan, tapi tidak kepuasan bathinmu, karena hanya akulah yang mengerti kebutuhanmu akan hal itu, Sayangku,” ucap Yudi dengan berani menyentuh dagu Marta.Plakk, satu tamparan mendarat di pipi Yudi. “Jangan mimpi Yudistira! bagiku, kamu adalah pria yang menjijikan!” Emosi Marta tak terkendali. Ia begitu kesal kepada mantan suaminya yang terlalu percaya diri.“Aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah mengganggu istriku, atau kamu akan menyesal!” Erlangga mengancam Yudi.“Aku tidak takut dengan lelaki banci sepertimu, Erlangga!” Yudi tersenyum sinis.“Apa maksudmu?” Erlangga melotot kearah Yudi.“Kita sesama lelaki, dan pasti tahulah tujuanmu datang ketempat ini. Baru punya bini dua saja sudah loyo,” ucap Yudi dengan melipat kedua lengannya di depan dada sembari menatap nakal k
Erlangga masuk dengan tergesa ke dalam rumah. Ia tidak memperdulikan Aini yang menyambut dengan senyum manisnya. Hatinya masih diliputi kekesalan karena pertemuan yang tak disengaja dengan mantan suami Marta.Erlangga menaiki tangga sembari memainkan ponsel, hingga tak sengaja menabrak Bunga yang tengah turun dan juga bermain ponsel. Hampir saja keduanya terjatuh, untung saja Erlangga berhasil menangkap tubuh istri ketiganya.Mata Erlangga terbelalak melihat dada istrinya yang begitu terlihat saat Bunga berada dalam pelukannya. Dada Erlangga berdegup sangat kencang, Hasratnya begitu menggebu. Berkali-kali Ia menelan ludah. Namun Ia tersadar saat Bunga menoyor wajahnya.“Iih jangan kurang ajar ya.” Bunga melepas diri dan mengatupkan daster di bagian dadanya.“Siapa yang kuang ajar?! Kamu sendiri yang nyodorin tubuh kamu! Dasar stupid!” Erlangga memaki Bunga sambil berlalu. Hatinya masih diliputi kekesalan.“Dasar aki-aki! Udah jelek, hidup lagi!” balas Bunga gak mau kalah.Erlangga me
Aini melonggarkan pelukannya dan tersenyum kepada suaminya. ”Oh ya, Mas. Gimana kalau nanti malam kita makan di luar? Sudah lama kita tidak pergi bareng. Kita ‘kan juga butuh refreshing. Setelah makan, kita bisa nonton atau ke mana kek.” Aini menatap suaminya dengan berbinar.“Terserah, kamu atur saja.”“Oke, tapi jangan lupa, Kamu yang traktir ya?”Erlangga mencubit pipi Aini gemas, “Kamu ini perhitungan banget sama suami ya. Emang kurang uang bulanannya?” canda Erlangga.“Loh kan perjanjiannya gitu. Kalo ada acara di luar, kan kamu yang bayarin,” jawab Aini dengan manja.“Tapi kan kamu yang ngajak.”“Aturan tetap sama.” Aini mencubit hidung Erlangga pelan.“Kamu memang pintar kalo masalah duit.” Erlangga balas mencubit hidung Aini dan memeluk istrinya. Aini membalas pelukan suaminya erat.Erlangga memejamkan mata. Sejenak, Dia ingin menghilangkan ingatannya tentang perkataan Yudi yang masih terus menghantui pikirannya. Namun ucapan Yudi membuatnya penasaran dengan ‘kemahiran’ Marta.
Erlangga menatap ke arah Bunga. Ia sampai lupa kalau Bunga tak ikut berbaur. Lagi-lagi Erlangga melakukan sebuah kesalahan, Ia terlalu asik dengan kebahagiaannya sendiri tanpa mempedulikan istri barunya. Bunga pasti merasa dicuekin, Erlangga benar-benar merasa bersalah.Langkah Bunga terhenti di sebuah gazebo berbentuk joglo yang berada disudut taman dengan lampu temaram. Ia bersandar pada tiang kayu penyangga gazebo untuk menumpahkan segala kesedihan. Sekuat tenaga Ia berusaha menyimpan airmatanya, tapi kelopak matanya tak mampu menahan genangan airmatanya. Tubuhnya berguncang dan isak tangisnya terdengar lirih.Erlangga memperhatikannya dari jarak yang tak begitu jauh. Kembali didera perasaan bersalah telah mengabaikan istri yang mulai dicintai. Perlahan, mendekati Bunga dan melingkarkan lengan kekarnya pada pinggang istri ketiganya itu.Bunga terkejut, tapi tak menolak. Ia sangat mengenal pemilik lengan kekar itu. Aroma parfum suaminya menyeruak dan menggugah naluri wanitanya. Ia
“Oke, sepertinya istri mudamu seumuran dengan Ratih dan Adel. Hati-hati kalian, nanti lama-lama orang yang kalian panggil papah itu naksir kalian. Martha! jaga Ratih, jangan sampai kamu kecolongan.” Ucap Yudi dengan santai.“Jaga ucapan kamu Yudi! Aku bukan pria tak bermoral seperti kamu!” Emosi Erlangga makin tak terkendali.Plaakk, satu tamparan keras mendarat di pipi Yudi dan meninggalkan tanda merah. Dia memegang pipinya yang terasa perih.. Yudi menatap orang yang berani menamparnya dan tak percaya dengan penglihatannya sendiri.“Ratih! Berani sekali kamu menampar papah kandungmu! Ini yang mamah ajarkan kepadamu, untuk berani sama orangtua?!” Yudi terlihat marah melihat keberanian putri semata wayangnya.“Jangan pernah nyalahin mamah! Itu salah papah sendiri yang sudah menghina papah Erlangga! Dengar, papah Yudi! Papah Erlangga bukan orang seperti itu! Beliau orang yang sangat menyayangi Ratih dan Adel seperti anak kandungnya sendiri! Seluruh kasih sayang papah Erlangga tercurah k
Ucapan Bunga mengangetkan Erlangga dan kedua istrinya. Mereka tidak menyangka Bunga akan membela suaminya seperti itu.“Lepaskan tanganku!” Erlangga melepas lengannya dari kedua istrinya.“Yudistira! beraninya kau bermain-main denganku! aku sudah pernah memperingatkanmu untuk tidak mengganggu keluargaku lagi, tapi kau tak mengindahkannya! Itu artinya kamu siap menerima konsekuensinya! aku pastikan, satu kali dua puluh empat jam, hotel dan karaoke esek-esekmu akan hancur, dan kau akan merasakan dinginnya jeruji penjara!”Yudistira terdiam dan wajahnya memucat.. Ia mengusap wajahnya kasar. Yudistira tahu betul siapa Erlangga. Dia tidak pernah bermain-main dengan ucapannya. Bahkan hartanyapun tidak akan menang untuk melawan kekuatan Erlangga. Namun Yudi berusaha menyembunyikannya ketakutannya.“Aku tidak takut dengan ancamanmu Erlangga! Hotelku bersih! Aku juga mengeluarkan banyak uang untuk keamanan hotel! Jadi tidak ada yang bisa menangkapku!”“Bagaimana dengan perjudian dan rumah bord