“Oke, sepertinya istri mudamu seumuran dengan Ratih dan Adel. Hati-hati kalian, nanti lama-lama orang yang kalian panggil papah itu naksir kalian. Martha! jaga Ratih, jangan sampai kamu kecolongan.” Ucap Yudi dengan santai.“Jaga ucapan kamu Yudi! Aku bukan pria tak bermoral seperti kamu!” Emosi Erlangga makin tak terkendali.Plaakk, satu tamparan keras mendarat di pipi Yudi dan meninggalkan tanda merah. Dia memegang pipinya yang terasa perih.. Yudi menatap orang yang berani menamparnya dan tak percaya dengan penglihatannya sendiri.“Ratih! Berani sekali kamu menampar papah kandungmu! Ini yang mamah ajarkan kepadamu, untuk berani sama orangtua?!” Yudi terlihat marah melihat keberanian putri semata wayangnya.“Jangan pernah nyalahin mamah! Itu salah papah sendiri yang sudah menghina papah Erlangga! Dengar, papah Yudi! Papah Erlangga bukan orang seperti itu! Beliau orang yang sangat menyayangi Ratih dan Adel seperti anak kandungnya sendiri! Seluruh kasih sayang papah Erlangga tercurah k
Ucapan Bunga mengangetkan Erlangga dan kedua istrinya. Mereka tidak menyangka Bunga akan membela suaminya seperti itu.“Lepaskan tanganku!” Erlangga melepas lengannya dari kedua istrinya.“Yudistira! beraninya kau bermain-main denganku! aku sudah pernah memperingatkanmu untuk tidak mengganggu keluargaku lagi, tapi kau tak mengindahkannya! Itu artinya kamu siap menerima konsekuensinya! aku pastikan, satu kali dua puluh empat jam, hotel dan karaoke esek-esekmu akan hancur, dan kau akan merasakan dinginnya jeruji penjara!”Yudistira terdiam dan wajahnya memucat.. Ia mengusap wajahnya kasar. Yudistira tahu betul siapa Erlangga. Dia tidak pernah bermain-main dengan ucapannya. Bahkan hartanyapun tidak akan menang untuk melawan kekuatan Erlangga. Namun Yudi berusaha menyembunyikannya ketakutannya.“Aku tidak takut dengan ancamanmu Erlangga! Hotelku bersih! Aku juga mengeluarkan banyak uang untuk keamanan hotel! Jadi tidak ada yang bisa menangkapku!”“Bagaimana dengan perjudian dan rumah bord
“Aku ingat. Tapi rasanya tidak mungkin.”“Kenapa tidak mungkin?”“Kamu tahu sendiri, Bunga seperti apa sikapnya padaku.”Marta menyentuh lengan suaminya dengan lembut,”Aku akan bantu untuk bicara dengan Bunga. Mudah-mudahan berhasil ya.”Erlangga menganggukkan kepala. Tak berapa lama, Ia keluar dari kamar menuju ruang kerjanya sembari menelpon orang kepercayaannya untuk mengurus Yudi. Ia tidak pernah main-main dalam menjaga keluarganya.Aini mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruang kerja Erlangga. Ia mendapati suaminya sedang menangkupkan kedua tangannya di wajah. Aini mendekat dan memegang bahu suaminya. Ia merasa iba dengan suaminya karena penghinaan Yudi. Tapi Ia juga penasaran dengan ucapan Yudi tentang pertemuan mereka di klinik pasutri. Untuk apa suaminya datang kesana. Aini ingin segera mengetahui jawabannya sekarang.“Mas, ada yang ingin aku tanyakan sama kamu.”Erlangga menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya. Ia tahu apa yang akan ditanyakan oleh Aini. Ia merasa belum si
“Bunga? Ngapain kamu di situ, Sayang?” Erlangga melihat Bunga berada di dalam lemari pakaian tengah duduk sembari menangkupkan kedua tangannya di wajah. Ia lalu mensejajarkan dirinya dengan Bunga sembari melepas kedua tangan istrinya yang menutupi wajah.“Pak Er, mau ngapain ke sini?” Bunga cemas dan ketakutan.“Mau menuntaskan urusan kita yang belum selesai, kamu enggak usah pura-pura lupa, deh.” Erlangga menarik lengan Bunga hingga istrinya keluar dari persembunyiannya dan menutup pintu lemari.Bunga duduk di tepi ranjang dan membuang mukanya. “Beb, kamu gak lupa’kan?” Erlangga merengkuh bahu Bunga.“Iih lepasin,”Bunga menepis lengan suaminya, “Bunga ‘kan sudah bilang, jangan masuk ke kamar Bunga, bagaimana kalau sampai tante Aini tahu?”“Kamu tadi enggak ngomong seperti itu. Kalo kamu enggak mau aku kesini, kenapa juga kamu enggak mengunci pintu kamar?” Erlangga sekarang lebih berani dan pandai mengendalikan situasi.“Bunga lupa ngunci doang.” Bunga tak mau kalah, tapi kali ini Ia
Setelah semalaman bergelut dengan panasnya bara asmara, wajah Bunga terlihat murung. Entah apa yang ada di pikirannya. Membuat sang suami bertanya kepadanya. “Ada apa, Sayang?”“Maaf, Bunga ... Bunga tidak mau melakukan itu lagi.”“Kenapa, Sayang?”“Bunga merasa menghianati Tante Aini dan Tante Marta, sungguh, Bunga menempatkan kalau posisi Bunga ada pada mereka, Bunga pasti sakit banget kalau suami Bunga tidur dengan wanita lain, di dalam rumah yang sama.”Erlangga menarik napas dan mengusap-usap dagunya. Dia tampak berfikir, benar juga apa yang dikatakan Bunga. Kalau sampai mereka tahu pasti akan sakit hati, terutama Aini.Namun Erlangga tak bisa menampik bahwa dia juga butuh penyaluran biologisnya. Sebagai seorang pria normal yang beristri sangat tersiksa kala tak bisa menyalurkan hasratnya.“Nanti kita pikirkan lagi.”Erlangga memanjatkan do’a untuk dimudahkan dalam segala urusan. Semoga Dia mampu berbuat adil terhadap ketiga istrinya, tanpa ada satupun yang tersakiti. Tak lupa pu
“Oh ya, Bunga. Nanti pegawai showroom mobil aku suruh kemari, kamu pilih sesuka hatimu, Kamu belum punya mobil sendiri’kan?”“Enggak usah pak Er, Bunga tidak mau.” Bunga menundukan kepala.Marta makin curiga dengan gerak-gerik Bunga yang terlihat begitu gelisah. Sepiring nasi goreng di hadapannya, tak disentuh sama sekali.“Enggak apa-apa say, ee Bunga.” Hampir saja Erlangga kelepasan memanggil dengan sebutan sayang.“Kalau Bunga gak mau ya jangan dipaksa Erlangga!” Tiba-tiba Marta berbicara dengan nada tinggi. Ia lalu meninggalkan meja makan tanpa permisi. Begitu kesal dengan sikap suaminya yang mulai tidak adil.“Marta kenapa Aini?” tanya Erlangga tak mengerti.“Gak tau Mas.”“Kamu tanyakan padanya, siapa tau dia butuh bantuanmu.”“Iya Mas, nanti aku tanya.”“Oh Iya, Bunga. Tadi Ayah kamu telpon, nanti sore, kamu diminta kesana.” Ucap erlangga kepada istrinya.“Ayah? Kenapa enggak telpon Bunga langsung?” jawab Bunga kebingungan.“Hape kamu gak aktif katanya.” Jawab Erlangga sambil
Marta menunduk dan mensejajarkan dengan Bunga, lalu memeluk tubuhnya erat.“Bunga. kamu tidak salah. kamu justru sudah menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri dengan baik, menggantikan aku dan Aini. Tante enggak marah dan malah berterimakasih sama kamu, karena menggugurkan kewajiban kami. Setidaknya, kami tidak merasa berdosa karena tak memenuhi hak suami. Tapi wajarkan kalau tante cemburu, tolong maafkan tante.” Marta memeluk Bunga kian erat. Mereka bertangisan haru.“Bunga juga tidak mau ini terjadi, Tante. Bunga sudah berusaha menghindar, tapi Pak Er terus merayu Bunga.”Marta melepas pelukannya dan menatap wajah Bunga yang bersimbah airmata. “Apa Dia kembali memaksamu, seperti dulu?”Bunga tak berani menjawab. Ia hanya menggelengkan kepala dan menunduk takut.“Syukurlah. Hanya saja, tante tidak suka dengan cara Erlangga yang mencuri waktu Aini. Apa jadinya kalau sampai Aini tahu Erlangga keluar dar kamarmu dini hari tadi. Untung saja aku yang memergoki kalian, bukan Aini!”
Bunga tengah duduk santai di teras bersama Ayah, ibu dan juga adik lelakinya. Mereka tengah bercengkrama. Tak lupa pula Bunga membawa makanan enak yang belum pernah mereka makan sebelumnya. Bunga benar-benar ingin membahagiakan keluarganya.Baru kali ini, Bunga akan menginap di rumah yang baru selesai direnovasi. Bunga begitu bahagia, melihat keluarganya bisa hidup di sebuah rumah yang layak. Bunga juga berterimakasih kepada suaminya, yang sudah berbaik hati dengan merenovasi rumah warisan eyang dan mengganti seluruh perabot rumah dengan yang baru. Rumah reyot yang dulu jadi bahan hinaan orang, kini berdiri kokoh dan lebih megah dari bangunan sekitar.Ingin rasanya Bunga bisa kembali tinggal bersama keluarganya. Tapi dia sadar sekarang sudah mempunyai keluarga kecil yang mulai dibina dengan cinta yang tulus.Pak Er, Bunga menyebut nama pria yang begitu baik. Tak salah Bunga melabuhkan cinta terakhir kepada suaminya. Ketampanan dan kebaikan suaminya mampu menyihir dan menyulap rasa be