Setelah Tasya dimakamkan, tanpa sepengetahuan Ibu Naya, Tama meminta Rey untuk menyelidiki semuanya. Dan hasilnya ada beberapa nama yang terlibat dalam kasus penganiayaan Tasya. Salah satunya adalah Zahra. Menurut Rey, Zahra lah yang sudah mengajaknya pergi malam itu. Dan hal itu dibuktikan dengan chat ajakan dari nomor Zahra yang masih tersimpan di ponsel Tasya. Hal inilah yang menjadi faktor utama mengapa Tama sangat membenci seorang Zahra Aina Sabila.Tama percaya jika Zahra adalah dalang dibalik musibah dan semua kesedihan yang terjadi di dalam keluarganya. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Rey jika Zahra bekerja sama dengan beberapa laki-laki untuk menganiaya Tasya dengan alasan iri karena Tasya adalah salah satu keluarga Kalingga.***“Apa?”Zahra sangat kaget saat mendengar jika selama ini Tama menuduhnya bekerja sama dengan para berandalan untuk menganiaya Tasya. Dia benar-benar tidak habis pikir bagaimana bisa Rey mendapatkan informasi tak masuk akal seperti itu. Sekarang
Semenjak tahu alasan sebenarnya mengapa Tama begitu membencinya, membuat semua kejadian yang menimpa hidupnya menjadi sangat jelas dimata Zahra. Dulu dia selalu bertanya kenapa Tama begitu bersemangat ingin sekali menerimanya sebagai alat pelunas hutang? Kenapa laki-laki itu terus saja menghukumnya bahkan sampai menyiksanya? Zahra tidak pernah menyangka sama sekali jika semua ini terjadi karena kesalahpahaman di masa lalu. Zahra ingin sekali membuktikan pada Tama jika dirinya tidak bersalah. Dia ingin sekali membuktikan jika dirinya tidak terlibat dalam kasus penganiayaan yang menimpa Tasya. Tapi bagaimana caranya? Sedangkan apapun yang dia katakan tidak berpengaruh pada laki-laki itu. Keyakinannya atas semua bukti yang sudah dia dapat, begitu besar. Sehingga Tama tidak bisa digoyahkan sama sekali."Hmm, Tasya kenapa kakakmu begitu keras kepala? Apa yang harus aku lakukan agar kakakmu bisa percaya jika aku tidak bersalah," gumam Zahra pelan."Ada apa Nak?"Suara seorang wanita tua be
Zahra masuk ke dalam gedung perusahaan Kalingga dengan tangan yang terus mendorong kursi roda Ibu Naya. Pandangan gadis itu menunduk saat dia menyadari jika para karyawan disana sedang memperhatikannya dan sesekali berbisik-bisik dengan mata yang tertuju kepadanya. Dengan gelagat seperti itu, semua orang juga tahu jika mereka sedang membicarakan Zahra."Angkat kepalamu Zahra! Ibu tidak suka jika pandanganmu menunduk di hadapan mereka semua. Ibu ingatkan sekali lagi jika kamu adalah calon istri pemilik perusahaan Kalingga's Group. Ibu tidak suka jika kamu merendah seperti itu," titah Ibu Naya. Inilah salah satu alasan kenapa Ibu Naya setengah memaksa Zahra untuk berkunjung ke kantor perusahaan Kalingga. Wanita tua itu ingin Zahra belajar untuk membiasakan diri berhadapan dengan mereka, para karyawan bawahan Tama. Zahra harus tahu bagaimana caranya bersikap di depan para pegawai itu mengingat hari pernikahannya dengan Tama yang tinggal tiga hari lagi.Ibu Naya tahu jika kantor sudah di
Ketiga orang itu masih berdiri di samping. Tama mencari sang penanggung jawab acara untuk mencari tahu apakah acara tersebut terbuka untuk umum ataukah tidak. Sudah tergambar raut ceria di wajah Ibu Naya saat mereka melihat banyak sekali anak kecil yang lucu di sana. Sejak dari dulu, Ibu Naya memang sangat suka anak kecil. Biasanya dulu, dia juga selalu bermain ke panti asuhan bersama dengan Tasya dan bermain bersama mereka.Berbeda dengan Ibu Naya, raut wajah Zahra malah tegang. Kedua matanya membulat dan keringat dingin mulai mengucur di dahinya. Bagaimana tidak? Dia melihat logo restoran yang mensponsori acara tersebut adalah logo restoran di mana Leo bekerja sekarang. Sesekali dia menatap wajah Tama dan juga Ibu Naya. "Bagaimana ini? Apakah Kak Leo ada di dalam? Apa yang harus aku lakukan agar mereka tidak masuk ke dalam acara ini?" gumam Zahra dalam hati.Berhasil menemukan sang pemilik acara, Tama pun memilih berjalan mendekatinya sendiri untuk meminta izin ikut bergabung bersa
Zahra masih diam mematung memperhatikan Leo yang sibuk dengan jajaran anak-anak panti. Sejak dari tadi, Leo juga tidak sadar jika sedang diperhatikan oleh seorang gadis padahal jarak diantara mereka tidak terlalu jauh. Di dalam hati, Zahra terus berbicara sendiri. Mencoba merangkai kata-kata yang cocok untuk dia ucapkan pada Leo agar laki-laki itu tidak salah paham. Beberapa kali dia menggelengkan kepalanya sendiri saat dirasa ada sebuah kalimat yang salah atau menurutnya tidak cocok. Dan hal aneh yang sedang dilakukan oleh gadis itu, terlihat jelas di mata Tama dan juga Ibu Naya."Apa yang sedang dia lakukan?" gumam Tama lirih. Akan tetapi masih bisa didengar dengan jelas oleh sang Ibu."Dia sedang menyiapkan mental untuk memutuskan hubungannya dengan laki-laki itu," jawab Ibu Naya. Tama melirik ke arah sang Ibu."Ibu tahu mereka sepasang kekasih? Sejak kapan?""Beberapa hari yang lalu. Dan Ibu meminta Zahra untuk memutuskan hubungannya dengan laki-laki itu dan mengatakan padanya ji
Tama tersenyum menyeringai melihat wajah Leo yang memucat menatap kepergian wanita yang selama ini sangat dia cintai itu. Rasa bingung, kecewa, marah, semua menjadi satu. Masih banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya akan tetapi dia tidak bisa mengungkapkannya karena gadis itu telah pergi.Perlahan Tama berjalan mendekati Leo. Kali ini dia mendekati laki-laki itu seorang diri dan meninggalkan sang Ibu beberapa langkah di belakangnya. Ibu Naya tidak keberatan karena dia mengerti memang harus Tama sendiri yang menyelesaikan sisanya."Bagaimana? Bukankah sudah aku katakan kepadamu tempo hari jika Zahra adalah milikku. Sekuat apapun usahamu untuk melepaskan gadis itu dari jeratan ku, kamu pasti akan gagal. Zahra, seluruh hidupnya dan juga masa depannya hanya milikku seorang," ucap Tama sedikit berbisik. Ada nada sombong dari balik ucapannya itu.Leo menoleh ke arah laki-laki itu. Sebuah tatapan tajam dan penuh amarah dia lontarkan pada Tama. Akan tetapi CEO Kalingga itu tidak getar s
Zahra, Ibu Naya, Ibu Lita dan juga Ayah Daksa kini sedang duduk berkumpul di ruang tamu mansion. Empat buah gelas berisi air minum dan juga beberapa cemilan sudah siap di atas meja di depan mereka. Tampak Zahra yang menatap kedua orang tuanya dengan mimik yang penuh dengan tanda tanya. Sedangkan Ibu Naya menatap tajam kedua orang itu karena sesungguhnya dia tidak suka dengan kehadiran mereka."Calon menantuku belum pulang, Nyonya?" ucap Ibu Lita dengan senyum seorang penjilat."Hmm," gumam Ibu Naya. Dia benar-benar tidak bersemangat untuk berhadapan dengan orang tua dari calon menantunya itu. Akan tetapi dia juga tidak berani meninggalkan Zahra berdua bersama mereka karena dia takut Ibu Lita dan juga Ayah Daksa akan berhasil mempengaruhi sang calon menantu. Ibu Naya sangat tahu bagaimana polosnya Zahra."Ayah dan Ibu apa kabar?" tanya Zahra dengan senyum ramah. "Kami baik, Nak. Kamu juga sehat kan?" ucap Ayah Daksa."Iya Ayah. Aku sehat. Oh iya, ayah dan Ibu ada apa datang kemari?" t
Tiga hari telah berlalu. Hari dimana Zahra dan juga Tama mengikat janji bersama ke dalam sebuah hubungan rumah tangga telah tiba. Proses akad nikah pun telah selesai dan berlangsung dengan lancar. Tidak ada rasa gugup di hati Tama bahkan laki-laki itu malah terkesan cuek.Kini Tama sedang bersiap di dalam kamarnya karena sebentar lagi acara resepsi pernikahan mereka akan berlangsung. Di depan cermin besar laki-laki itu berdiri. Pakaian pengantin berupa celana panjang hitam, kemeja putih yang dibalut dengan jas berwarna hitam, sebuah dasi kupu-kupu dan sedikit bunga hiasan di saku jas, membuat laki-laki ini terlihat semakin gagah. Rambut hitam yang tertata sangat rapi, jambang tipis dan jangan lupakan juga wajah tampan Tama yang semakin membuat siapapun yang melihatnya bisa sangat terpesona.Laki-laki itu menatap dirinya dari balik cermin tersebut dengan tatapan yang sangat tajam. Sebuah senyum menyeringai saat dirinya mengingat proses akad yang baru saja dia lakukan. Dia ingat saat