Pak Jefry dan Ustaz Fiqih pelan-pelan mengangkat tubuh Irma memakai sarung tangan dan kain. Tubuh Irma seperti arang yang gampang rapuh. Ketika bapaknya Irma mengangakat pelan-pelan tangan Irma, seketika itu tangan Irma terpotek."Astaghfirullahaladzim," ucap warga yang melihat.Bisik-bisik dari tetangga pun mulai terdengar, mereka tidak menyangka kalau Irma adalah dalang dibalik semua ini. Siapa yang menduga jika gadis cantik, ceria serta sopan santun itu adalah penyembah iblis dan penyembab matinya para warga.Apalagi Irma bersekutu dengan iblis hanya karena soal cinta segitiganya. Begitulah manusia jika lebih mencintai makhluk daripada Tuhan-nya sendiri. Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Termasuk berlebihan mencintai sesuatu. Lebih cintai Tuhan-mu maka hidupmu akan selamat.Pelan-pelan mereka mengangkat tubuh Irma dan mengambil potongan tubuhnya. Setelah itu berita kematian Irma pun disiarkan di musalah desa.Keluarga Irma menelepon kerabat-kerabat mereka yang jauh d
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH"Seram ya, Tha, ngeliat Mbak Asih dibak4r hidup-hidup. Aku yakin bukan Mbak Asih yang mencuri kotak amal di musala desa, tapi orang lain yang mencurinya." Dea menatap lurus ke jalan."Iya, De, aku sampai susah tidur gara-gara liat kejadian kemarin. Warga pada tega banget, padahal Mbak Asih masih punya anak bayi yang perlu diasihi," jawabku lirih.Kemarin malam ada sebuah tragedi, Mbak Asih dituduh mencuri kotak amal musala desa. Mbak Asih sudah bersumpah demi Allah kalau ia tidak mencurinya, tetapi kotak amal itu memang ada di rumah Mbak Asih dengan uang yang sudah lenyap di dalamnya.Mbak Asih bilang ia difitnah seseorang yang tak suka padanya, aku dan Dea pun yakin kalau bukan Mbak Asih yang mencurinya. Aku tau bagaimana sifat Mbak Asih, ia baik, rajin dan pekerja keras. Tak mungkin rasanya ia mencuri uang kotak amal yang jelas-jelas ia tahu, kalau mencuri itu dosa."Aku masih terbayang jeritannya Mbak Asih waktu tubuhnya dibak4r para warga, tangis keluarga
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 2Pagi harinya para warga di desaku heboh tentang teror semalam, berarti bukan hanya aku dan Dea saja yang diteror oleh Mbak Asih."J*ncuk! Semalam rumahku diketuk-ketuk sama arwahnya si Asih, istriku sampai pingsan gara-gara liat wujud seramnya si Asih," ujar Mas Jaka pada temannya."Loh, sama. Asih juga neror ke rumahku, bahkan tetangga di depanku pun diganggu," jawab Mas Rio.Dea yang dari semalam menginap di rumahku pun terlihat sangat serius sekali mendengarkan obrolan Mas Jaka dan Mas Rio."Mas! Jenengan diteror juga kah?" teriak Dea seraya menghampiri mereka berdua yang sedang berjalan di depan rumahku."Iya, banyak warga yang diteror. Asih minta dicarikan matanya. Soalnya waktu sebagian tubuhnya terbakar, dan api disiram sama beberapa polisi. Tubuh Asih diambil dan ditaruh dekat rumput, habis itu pas jenazahnya mau diambil, bola matanya nggak ada. Apa meleleh ya karena terbakar? Atau diambil orang?" ungkap Mas Jaka."Nah, sukur! Mbak Asih balas d
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 3Ibu dan Nenek pun mengernyitkan dahi mendengarkan Mas Riski memanggilku Mbak Asih.Saat Mas Riski ingin memelukku, keluarga Mbak Asih pun keluar. Mereka langsung memegangi Mas Riski."Maaf ya, Nduk. Mungkin Riski kangen sekali sama Asih, dan belum bisa menerima kalau Asih udah nggak ada," ujar Nenek Atun bersedih."Nggak papa, Nek. Aku maklum kok," jawabku.Setelah membawa masuk Mas Riski ke dalam kamarnya, kemudian kami dipersilakan masuk. Aku, Ibu, dan Nenek pun masuk dan membawa sembako yang telah kami beli."Ibu, Pak, ini ada sedikit rejeki dari keluarga saya untuk kalian. Mohon diterima ya." Ibu langsung menyerahkan sembako itu pada orang tua Mbak Asih.Nenek Atun langsung memeluk Ibu dan juga nenekku, ia tak dapat membendung tangisnya lagi. Begitupun dengan Kakek Yahyah yang terisak."Terima kasih banyak ya," ujar Nenek Atun seraya menghapus air matanya."Sabar ya, Bu, Pak, Sekar. Selalu doakan Asih, agar Asih tenang di sana," ucap Ibu menenangka
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 4"Tha, ngapain?" Hampir saja aku berteriak karena seseorang menepuk pundakku yang membuatku terkejut. Ternyata Mbak Sekar yang menepukku."Kenapa, Tha? Kok kaget gitu?" tanya Mbak Sekar terlihat bingung."I--itu, Mbak. Denia nangis dan disusui Mbak As ...." Belum tuntas aku berbicara pas menoleh dan menunjuk ke dalam kamar. Sosok Mbak Asih sudah tidak ada di tempat.Terlihat Denia yang sedang asyik berceloteh menatap ke langit-langit kamar, seperti sedang bercanda dengan seseorang."Tha, kok bengong lagi?" ucap Mbak Sekar, kemudian ia masuk ke dalam kamar."Mbak habis dari mana?" tanyaku."Habis beli pempers untuk Denia ke warung,""Tadi kamu bilang apa? Mbak As siapa?" tanyanya lagi.Ah, tak mungkin aku berbicara tanpa bukti. Yang ada nanti akan membuat Mbak Sekar dan keluarganya bersedih, atau bisa saja mereka marah padaku dan menuduhku berhalusinasi."Nggak jadi, Mbak. Tadi Denia nangis, pas aku mau ke kamar eh malah berhenti nangisnya," kilahku."S
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 5"Udah jangan nakut-nakutin deh, orang nggak ada apa-apa di sana," omel Nenek sambil mencubit pelan perutku."Masih ada matahari, jangan nakut-nakutin kamu." Ibu menimpali Nenek lalu menjewer kupingku.Mereka pikir aku hanya menakut-nakuti mereka saja, padahal memang jelas-jelas aku melihat Mbak Asih ada di ujung gang itu sedang menatap ke arah kami.Dengan membaca bismillah aku kembali melajukan motorku pelan, sosok Mbak Asih nampaknya tak mau pergi juga. Rawut wajahnya memperlihatkan kesedihan yang begitu mendalam, ketika melewati Mbak Asih hampir saja kami terjatuh karena tubuhku tak bisa seimbang mengendarai motor."Tha, hati-hati bawa motornya. Kita hampir saja jatuh, kamu ngeliat apaan sih?" omel Ibu."Mbak ...." Belum selesai aku berbicara Nenek malah memarahiku dan menyuruhku untuk melanjukkan motor.Aku menoleh kembali ke belakang untuk memastikan apakah Mbak Asih masih ada di belakang atau tidak. Saat aku menoleh ternyata sosoknya sudah tidak
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 6Brak!Suara pintu seperti didobrak setelahnya sunyi tak ada suara apapun yang terdengar. Dea menangis dalam diam, hanya tetesan air matanya saja yang berderai.Dinda mencengkram tanganku dengan sangat kuat, seolah tak mau ditinggalkan sendirian. Sementara aku mencoba untuk mengendalikan rasa takutku, walaupun sebenarnya aku pun merasakan takut."Nggak ada suaranya lagi?" Bisik Dinda."Nggak ada, tapi kan kita nggak tau keadaan diluar kamar. Bisa aja Mbak Asih lagi berdiri di depan kamar 'kan?" jawab Dea sambil menghapus air matanya.Tin! Tin!Bunyi suara klakson motor milik Dinda diluar, membuat kami bertiga terjingkrak karena terkejut."Kayanya emang perlu lihat sedikit deh dari jendala, bukanya sedikit aja," tutur Dinda memberi saran.Kini Dea pun setuju dengan ajakan Dinda, perlahan kami turun dari kasur dan mendekat ke arah jendela kamarku. Suara klakson motor Dinda pun masih berbunyi, yang kutahu warga di sini semuanya sedang berkumpul dikediaman
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 7Saat aku membuka mata, ternyata semua keluargaku sudah kembali. Keningku dikompres, dan aku tak melihat Dea di sini. Mungkin Dea sudah dibawa pulang orang tuanya. Di sampingku ada Dinda yang sedang meminum teh hangat."Udah sadar, Nduk?" tanya Ibu sambil menyentuh keningku."Ibu kapan pulangnya?" tanyaku seraya melirik jam di dinding, ternyata sekarang sudah pukul 1 pagi."Tadi jam 11, perasaan Ibu nggak enak. Kepikiran kamu terus di rumah.""Tadi ada Mbak Asih, Bu, datang ke rumah. Mbak Asih teriak kesakitan dan meneror kami," ungkapku dengan kepala yang masih terasa pusing."Ya sudah kamu lanjutkan tidurnya. Dinda, kamu juga tidur sana, sudah malam jangan begadang. Nanti Ibu dan Nenek juga akan tidur di sini, bapakmu mau ambil kasur lantai." Setelah mengatakan itu, Ibu langsung keluar kamar.Dinda pun meneguk habis minumannya dan berbaring di sampingku, kami berdua terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing. Kejadian tadi adalah hal yang paling menak