Share

Jadilah Pedangku, Sayang!
Jadilah Pedangku, Sayang!
Auteur: Shanum Belle

1| Malam Pertama

Auteur: Shanum Belle
last update Dernière mise à jour: 2025-09-26 09:01:32

Tuduhan korupsi terhadap Wakil Perdana Menteri, membuat Muniratri Wasista kehilangan tidak hanya keluarga, tetapi juga statusnya sebagai tunangan Putra Mahkota Badra. Setelah keluarganya tiada, ia tak punya tumpuan, selain suaminya.

“Sebelum Pangeran Adipati Agung Hadiwangsa datang ke kamar pengantin, silakan Anda pelajari buku ini terlebih dahulu,” ujar Bibi Wulan.

Muniratri menerima buku berjudul Rumah Tangga di Atas Awan dari wanita itu, lalu membukanya. Tiap kali Muniratri membalik halaman,  ia selalu menutupi matanya yang berbinar menggunakan jari-jemari yang dibentangkan lebar-lebar.

“Buku ini ... sungguh tidak bermoral! Bagaimana bisa laki-laki dan perempuan melakukan ... itu ....” Muniratri melempar buku tersebut ke kasur, setelah membacanya hingga halaman terakhir.

“Mengapa hidup begitu kejam?!” Wanita itu menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Ia merengek, pura-pura meratapi nasibnya yang baru saja menikah dengan Damarteja, sang Pangeran Adipati Kerajaan Badra.

“Setelah malam ini, apakah aku masih punya muka untuk bertemu Yang Mulia Putra Mahkota?” imbuhnya, masih sama seperti sikap awal, pura-pura menangis.

Bibi Wulan tak peduli apakah Muniratri menangis sungguhan atau hanya pura-pura. Yang ia pedulikan saat itu hanya satu, menjalankan tugas dari Prameswari Badra, yakni memasukkan obat perangsang ke dalam arak pernikahan.

“Anda sudah menjadi istri Pangeran Adipati Agung, tidak pantas berpikir sembrono terhadap Yang Mulia Putra Mahkota. Beliau bukan tunangan Anda lagi,” ucap Bibi Wulan. Ia mulai geram dengan tingkah Muniratri yang tak henti merengek.

Empat puluh satu hari yang lalu, orang tua Muniratri dihukum mati atas tuduhan korupsi. Selain kehilangan ayah dan ibu, wanita itu juga kehilangan statusnya sebagai calon istri Putra Mahkota Kerajaan Badra.

Sejatinya, pernikahan Muniratri dan Putra Mahkota tak bisa dibatalkan begitu saja karena pernikahan tersebut diputuskan oleh Raja Badra yang sebelumnya. Artinya, membatalkan pernikahan tersebut sama dengan menentang dekret kerajaan.

Di sisi lain, keluarga inti Kerajaan Badra pada pemerintahan saat ini, mengharuskan calon putri mahkota bersih dari segala skandal. Bukan tanpa alasan mereka menuntut demikian, karena di masa depan, putri mahkota akan menjadi suri teladan bagi semua orang.

Demi menjaga martabat keluarga kerajaan sekaligus menepati titah mendiang raja sebelumnya, Gusti Kanjeng Prabu Bahuwirya, Raja Badra yang berkuasa saat ini mengambil jalan tengah dengan cara menikahkan Muniratri dan Damarteja.

Lima belas tahun yang lalu, Damarteja merupakan Putra Mahkota Kerajaan Badra. Karena ia kalah di medan perang, para pejabat memaksanya turun. Statusnya sebagai putra mahkota pun berganti menjadi pangeran agung.

“Hapus air mata Anda, sebentar lagi Pangeran Adipati datang.” Bibi Wulan memberikan sapu tangan pada Muniratri.

Wanita itu kemudian meletakkan sebuah pisau kecil di bawah bantal pengantin. “Jangan lupa melakukan tugas Anda malam ini,” ucapnya, kemudian Bibi Wulan undur diri.

“Tunggu sebentar!” Muniratri memberikan sepiring kudapan pernikahan pada si dayang.

“Bawa ini keluar. Aku tidak mau Pangeran Adipati menganggapku sebagai perempuan rakus.” Wanita itu memonyongkan bibir.

Setelah dayang tersebut meninggalkan kamar pengantin, air muka Muniratri berubah total. Alih-alih melanjutkan aksi pura-pura menangis, Muniratri malah membuka kembali buku Rumah Tangga di Atas Awan. Kali ini, dia mempelajarinya dengan serius.

“Aku harus menguasai isi buku ini untuk mendapatkan hati Pangeran,” batinnya.

Muniratri memperhatikan gambar dan instruksi yang ada di dalam buku dengan fokus maksimal hingga tak sadar bahwa suaminya sudah masuk kamar.

“Kelihatannya mudah, tinggal berbaring saja, kan?” gumam wanita tersebut saat melihat halaman yang memperlihatkan gaya wanita di bawah.

“Aku dengar ... putri mantan Wakil Perdana Menteri adalah wanita mulia yang menjunjung tinggi kesusilaan. Ternyata ... itu hanya rumor belaka.” Damarteja merebut buku yang sedang dibaca oleh Muniratri.

“Mereka pasti tidak akan pernah menyangka bahwa Anda adalah orang mesum,” cibir lelaki itu.

Muniratri diam membatu saat ia bertemu sang suami untuk pertama kali. “Jadi ... orang ini adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Agung Hadiwangsa?” ucapnya dalam hati.

Wanita itu melihat sang Pangeran tanpa mengedipkan mata. “Tidak mengecewakan. Beliau benar-benar ... lebih enak dipandang daripada Putra Mahkota,” batinnya.

“Putri...?” Damarteja memanggil Muniratri ragu-ragu. Ia khawatir jika wanita tersebut kemasukan makhluk halus.

Muniratri tak memberi respons apa pun terhadap panggilan Damarteja. Perhatiannya terarah pada tubuh lelaki itu, dari wajah hingga kaki. Terutama kaki ketiga yang terletak di antara kedua pahanya.

“Putri!” Kali ini suara Damarteja terdengar lebih keras karena disertai dengan emosi.

Lelaki itu mengetatkan tangannya di leher Muniratri. “Beraninya putri koruptor melihatku dengan tatapan mesum!” ucapnya dengan suara rendah, tanpa menggerakkan rahang dan gigi, sehingga hanya kedua bibirnya yang bergerak.

Meski Damarteja mencekik sang istri, Muniratri tahu bahwa pangeran tersebut tak benar-benar akan mencelakainya. Hal itu terlihat dari cara lelaki tersebut mencekik.

Jari-jemari sang Pangeran hanya menempel di leher Muniratri dengan kaku, menandakan bahwa dia sedang menahan kekuatan agar wanita tersebut tidak mati.

Sementara itu, jemari Muniratri merayap di lengan kanan bagian dalam sang suami, lalu menjelajahinya mulai dari biseps hingga pergelangan tangan. Muniratri kemudian melepaskan jari-jemari milik Damarteja yang menempel di lehernya, satu per satu.

Setelah usahanya berhasil, wanita itu menangkupkan telapak tangan Damarteja ke wajahnya. Ada sensasi hangat dan nyaman tercipta di sana.

“Aku harus mendapatkan hati Pangeran Adipati, agar tangan ini bisa kugunakan sebagai pedang untuk membalas dendam, pada mereka yang telah membunuh Ayah dan Ibu,” batin Muniratri. Sorot mata wanita tersebut tak berpaling dari wajah suami.

Melihat Damarteja tak melakukan penolakan terhadap apa yang sedang ia lakukan, Muniratri pun menuntun tangan suaminya, dari wajah turun ke leher, lalu ke bawah, melewati dada wanita tersebut.

“Paduka ... tidak ingin membukanya?” goda Muniratri ketika tangan sang suami bermuara di kain benting yang membelit pinggang.

Jantung sang Pangeran berdetak cepat, menendang-nendang tulang rusuk yang melindungi dada. “Putri! Baru kali ini aku bertemu dengan wanita tidak tahu malu seperti kamu!” cibirnya dengan suara rendah.

Dia balik badan, hendak meninggalkan kamar pengantin, namun Muniratri segera mendekap Damarteja dari belakang. Perasaan lelaki itu makin tak karuan, terutama saat kaki ketiganya menunjukkan respons positif terhadap Muniratri.

“Bagaimanapun caranya, Pangeran Adipati harus bersamaku malam ini,” batin wanita itu.

“Jangan pergi, Paduka,” pintanya dengan suara ala wanita rapuh.

Dia meraba-raba dada sang suami dari belakang, kemudian berpindah posisi ke depan hingga mereka saling berhadapan. Setelah itu, Muniratri mengecup leher Damarteja. Sontak saja, tubuh lelaki itu membeku.

“Orang-orang bilang ... Muniratri dan Kamakarna saling mencintai. Tapi kenapa dia ... menciumku?” batin Damarteja.

“Paduka?” panggil wanita itu, lirih.

“Paduka Pangeran?” Muniratri menggoyang tubuh lelaki itu.

Masih tak ada jawaban. Wanita itu kemudian mengalungkan tangannya ke leher sang suami, lalu mencium bibir Damarteja, dua kali.

“Putri!” Damarteja tersentak.

Lelaki tersebut meraih pinggang Muniratri hingga tubuh wanita itu sedikit terangkat. “Kamu tahu siapa aku?”

Damarteja mengendus udara di sekitar sang istri, bertanya-tanya mungkinkah wanita itu mabuk, sehingga ia salah mengenali orang dan mengira dirinya adalah Kamakarna, si putra mahkota.

“Tentu saja!” jawab Muniratri.

Ujung jari-jemari wanita tersebut bermain di dada Damarteja. “Paduka ...  adalah pria yang saya dambakan,” imbuhnya, dengan suara manja sekaligus penuh provokasi.

Tanpa membuang waktu, Damarteja membawa Muniratri ke atas ranjang, lalu menindihnya. Dia mengikat tangan wanita tersebut di atas kepala, agar tak berkeliaran ke mana-mana.

“Mantan Wakil Perdana Menteri dijatuhi hukuman mati atas tuduhan korupsi. Jika aku menyiksa putrinya di ranjang, tidak akan ada yang menghujat, kan?” batin si pangeran.

***

Shanum Belle

Hi! Makasih sudah mampir. Aku memiliki harapan yang besar kalian menikmati cerita yang kutulis dan lanjut ke chapter berikutnya ^_^

| J'aime
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   55|

    Muniratri mencium sesuatu yang lebih buruk daripada menunda perjalanan Putra Mahkota. Untuk mencegah hal itu terjadi, wanita itu pun memberi perintah khusus pada Warman.“Amankan kuda Kanjeng Pangeran. Jaga baik-baik, jangan sampai ada yang berani berbuat macam-macam!” ucap sang Putri Hadiwangsa.“Jika ada yang memaksa mengambilnya, suruh dia bicara denganku,” lanjutnya.Lelaki itu pun menunduk pada Muniratri. “Baik, Kanjeng Putri.”Setelah memberi wejangan pada Warman, Muniratri menemui Putra Mahkota yang berada di kereta. Ia sengaja ditempatkan di sana karena seluruh tenda sudah dibongkar.“Bagaimana kondisi Yang Mulia?” tanya Muniratri pada tabib.“Beliau tidak mengalami luka luar yang parah, hanya saja tulangnya patah sehingga perlu diperban dan istirahat beberapa hari,” ujar sang tabib.Muniratri mengangguk, menandakan bahwa dia mengerti. Ia pun menyuruh tabib itu mening

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   54|;

    Ganendra berkali-kali berdecak di depan Kamakarna, membuat sang Putra Mahkota tak tahan.Kamakarna melempar kulit kacang pada ajudannya yang sedang berkemas-kemas. “Katakan, ada apa?”Ganendra menghentikan aktivitasnya dan menghadap ke Kamakarna. “Kenapa Yang Mulia melepaskan Pangeran Adipati?”Ajudan itu melipat tangannya di depan dada. “Padahal ini kesempatan yang bagus untuk menghancurkan Pangeran Adipati sekaligus merebut Raden Ayu,” imbuhnya.Kamakarna manggut-manggut. Menurutnya, apa yang dikatakan oleh Ganendra cukup masuk akal.“Tapi jika aku melakukan itu, Raden Ayu dihujani kritik pedas,” batin sang Putra Mahkota.“Ck! Kamu tahu apa!” tukas Kamakarna. “Cepat bawa barang-barang itu ke kereta!”Kamakarna buru-buru pergi ke kereta karena ingin bertemu Muniratri. Ia benar-benar tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berdekatan dengan mantan tunangannya.

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   53| Mengambil Alih Komando;

    PRIIT … PRIIIT … PRIIIIIT ….Seluruh Pasukan Wirajati yang mengawal rombongan perjalanan Putra Mahkota berlarian menuju tengah perkemahan. Setibanya di sana, mereka langsung membentuk barisan yang rapi.“Tidak biasanya ada suara peluit,” gumam Kamakarna di dalam tenda.Lelaki itu baru saja bangun tidur. Lebih tepatnya, suara peluit yang panjang dan berkesinambungan telah membangunkannya.“Cari tahu apa yang terjadi!” perintah Putra Mahkota pada ajudannya. Setelah itu, dia lanjut tidur.Di depan para pasukan, Muniratri mengangkat Lencana Komando Wisesapati setinggi-tingginya. “MULAI SAAT INI, KOMANDO SAYA AMBIL ALIH!”Para prajurit bergeming di tempatnya, tak ada satu pun yang bersuara. Mereka sibuk memerhatikan lencana yang ada di tangan Muniratri, memastikan apakah pusaka itu asli atau tidak.Kesunyian itu membuat Muniratri sadar bahwa dirinya belum diakui. Maka ia memanggil Warman, wakil ketua pasukan dalam rombongan, dan menyuruhnya memeriksa keaslian lencana.Setelah memastikan bah

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   52|;

    Muniratri mengunjungi Mustika yang menginap di tenda Damarteja dan menyiram wanita yang masih tidur itu dengan air dingin.“Ah sial! Siapa yang berani menyiramku?!” pekik Mustika, tangannya sibuk menyeka wajah.Begitu membuka mata, wanita itu pun berjingkat. Di depannya berdiri Muniratri dengan ember kosong.“Aku yang siram. Ada masalah?” Muniratri menjatuhkan ember ditangannya tanpa menggunakan tenaga.Kasmirah langsung berlutut pada Muniratri. Ia tidak mau kena masalah karena saat wanita itu datang, air mukanya tak enak dipandang.“Saya memberi hormat pada Kanjeng Putri Hadiwangsa,” ucap Mustika.Muniratri tak ada niat untuk bertele-tele dengan formalitas yang ada. Tanpa memberi kesempatan Mustika untuk bangkit, dia langsung melempar selir itu dengan sesuatu yang pedas, tapi bukan makanan.“Aku dengar, kamu menghabiskan malam yang panas dengan Pangeran Adipati hingga larut malam,” desi

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   51|;

    Pada dini hari, Muniratri memanggil Endra dan Ningsih ke tendanya. Wanita itu memberikan tugas khusus pada mereka.“Membawa Paduka Pangeran pergi? Itu tidak mungkin!” tolak Endra.“Kamu tidak bersedia?” Muniratri mengangkat pipi kanannya.Wanita itu membuang muka ke arah lain. “Ah ucapan manusia memang tidak bisa dipercaya. Tahu begitu, aku tidak percaya begitu saja saat ada yang bilang akan menghormatiku,” cibirnya.Ningsih mencium sesuatu yang tidak beres dengan Muniratri. Sebelum makin parah, ia pun turun tangan untuk menghentikan kegilaan wanita itu.“Kanjeng Putri, Paduka bertanggung jawab memimpin rombongan Yang Mulia Putra Mahkota. Jika kita membawa beliau pergi, sama saja kita mendorong Paduka untuk mangkir dari tugas,” tutur Ningsih.Muniratri tahu langkahnya akan menimbulkan dampak yang besar. Karena itu, dia menyerahkan tugas ini pada mereka berdua.“Aku tidak menerima p

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   50| ;

    Jika Damarteja hanya terkena hipotermia, mereka hanya perlu fokus menghangatkan tubuh sang Pangeran.Masalahnya pada kasus ini, Pangeran Adipati tidak hanya menderita hipotermia, tetapi juga keracunan. Orang terdekat Damarteja harus memutar otak supaya bisa menawarkan efek obat perangsang di dalam tubuh lelaki itu.“Ada satu cara sederhana yang efektif untuk mengatasi hipotermia, yaitu transfer panas melalui kontak kulit ke kulit,” ujar Endra.Muniratri memiringkan kepalanya beberapa derajat ke sisi kiri. Tulang pipinya yang bagian kanan sedikit terangkat dibarengi dengan mata yang menyipit. “Maksud Mas Endra?”Ajudan itu meletakkan kepalanya sejajar dengan tanah. “Mohon Kanjeng Putri melakukan penyatuan dengan Paduka.”Saat Muniratri baru menikah dengan Damarteja, Endra benar-benar membenci wanita itu. Apa pun yang dia lakukan, tak ada yang baik di matanya.Namun kali ini, tidak ada orang lain yang bisa m

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status