LOGINPerayaan ulang tahun anggota keraton tak jauh beda dengan pergelaran akbar yang diselenggarakan di seluruh wilayah kekuasaan Badra. Mereka tak hanya menghias keraton dengan dekorasi yang indah tetapi juga seluruh negeri.
Seluruh jalan di ibu kota dihias dengan dekorasi janur kuning yang dianyam indah oleh masyarakat. Tak hanya membuat berbagai bentuk bunga dan burung, mereka juga memasang penjor yang diletakkan di sepanjang rute pawai.
“Yang Mulia ... Yang Mulia ...,” sorak mereka ketika Widuri melambaikan tangan dari dalam kereta kencana.
Rakyat Badra tumpah ruah di pinggir jalanan ibu kota untuk menyaksikan iring-iringan keluarga keraton. Mereka rela melakukannya demi bertemu dengan Prameswari Badra secara langsung.
Setelah berkeliling ibu kota, acara dilanjutkan dengan menjamu para pejabat dari berbagai wilayah, tak hanya dari dalam negeri, tetapi juga mancanegara. Semua berkumpul di halaman keraton yang luasnya dua kali lipat lapanga
Malam di Puri Kacayagra tak seperti malam yang sebelumnya. Lampu penerang yang ditaruh di dinding tak menyala, dari gerbang hingga Paviliun Wingking.Muniratri berjalan di belakang Ningsih. Di tangannya tergenggam belati, ia siap menikam siapa saja yang berniat jahat.“Jangan khawatir, Kanjeng Putri. Saya akan melindungi Anda.” Ningsih menenangkan majikannya yang terlihat terlalu waspada.Saat tiba di Paviliun Wingking, lampu kamar Muniratri menyala, menandakan ada orang di dalam sana. Ningsih pun mengecek keadaan.Dayang itu membuka pintu. Dengan langkah yang tak terdengar, memasuki ruangan dan memeriksa setiap sudut. Ia tak menemukan apa pun, selain Pangeran Adipati sedang duduk di ranjang.Ekspresi lelaki tersebut datar. Sorot matanya dingin, tak terlihat bersahabat. Bulu kuduk Ningsih bahkan sampai berdiri dibuatnya.Ningsih keluar kamar. Ia menutup pintu rapat-rapat. “Kanjeng Putri bisa masuk sekarang.”
Semenjak Damarteja menempatkan pasukan rahasia di sekitar Balai Geliat Merah Muda, semua informasi disampaikan ke Pangeran Adipati, sekecil apa pun itu. termasuk informasi tentang pengemis yang mengais rezeki di sana.“Apa aku harus menangani ini juga?” Damarteja menatap prajurit di ruang kerjanya dengan tatapan dingin.“Bawa dia ke panti sosial.” Dia menyandarkan diri ke punggung kursi.Pangeran Adipati menutup mata. Ia mengibaskan tangan menyuruh bawahannya meninggalkan ruangan.Ketika prajurit berpakaian sipil itu keluar, ia berpapasan dengan Muniratri di depan gerbang Puri Kacayagra. Wanita itu pun memicingkan mata.“Kamu kenal dia?” Muniratri menunjuk lelaki tadi ke Ningsih.Dayang itu mengamati orang yang ditunjuk majikannya. “Saya kira dia prajurit yang bertugas menjaga keamanan Balai Geliat Merah Muda.Muniratri menaikkan salah satu sudut bibir. Ia cukup puas dengan sikap para bawahan
Damarteja meletakkan undangan pernikahan ke atas meja. Dia menarik Muniratri yang berada di sampingnya dan merengkuh wanita itu dalam pangkuan.“Kamakarna akan segera menikah,” ucapnya.Muniratri menghela napas. “Baru juga tiga minggu yang lalu kita kembali dari keraton. Masa harus ke sana lagi?”Wanita itu mengerucutkan bibir. “Kalau perjalanan ke sana hanya perlu satu jam sih tidak apa-apa. Masalahnya, kita harus melakukannya berhari-hari. Ini sangat melelahkan.”Hubungan Pangeran dan Putri Hadiwangsa makin baik dari hari ke hari. Kini, Muniratri berani mengungkapkan isi hatinya secara terang-terangan.“Kalau Putri mau, aku bisa membuat alasan agar kamu tidak ikut.” Damarteja membelai wajah sang istri.Meskipun Muniratri adalah istri Damarteja yang merupakan keluarga Kerajaan Badra, ia sadar dirinya tidak boleh berbuat sesuka hati. Ia harus mengikuti norma dan aturan yang berlaku.&ldq
Pernikahan bukan hanya bertujuan untuk merajut kasih antara dua insan, tetapi juga menyatukan kedua keluarga. Atas dasar itu, sebelum pernikahan dilaksanakan, mereka perlu mengetahui bibit, bebet, dan bobot.“Tunjukkan sikap yang baik!” Widuri menepuk pundak Kamakarna, sebelum mereka pergi ke kediaman Raden Cakra.Pernikahan keluarga keraton harus diperhitungkan dengan hati-hati. Baik keuntungan maupun konsekuensi yang diterima harus dipikirkan masak-masak. Karena sekali melangkah, tidak ada jalan kembali.“Ibunda tenang saja. Ananda tahu bagaimana harus bersikap.” Kamakarna meraih tangan ibunya.Sang Putra Mahkota Badra menepuk-nepuk punggung tangan Prameswari. “Semua kekhawatiran Ibunda tidak akan terjadi.”Melihat sikap putranya yang tak lagi keberatan melakukan pernikahan dengan keluarga Jenderal Pertahanan Kota, Widuri pun bernapas lega. Satu beban di hati telah terangkat.“Semua sudah siap?&rdq
Pemerintahan Badra masih kental dengan magis. Mereka menghitung tanggal baik dan buruk untuk menghindari waktu sial. Lembaga yang menangani masalah tersebut ialah Kawedanan Reripta.“Bulan depan?” Kamakarna membelalak saat membaca laporan yang diberikan langsung oleh pemimpin Kawedanan Reripta.Sang Putra Mahkota membanting laporan itu di atas meja. “Kenapa cepat sekali?”Kamakarna menggigit bibir bawah. Ia meraup muka, lalu bangkit dari duduk.“Ini tidak mungkin,” gumamnya.Lelaki itu mondar-mandir dari timur ke barat. Kakinya tak mau berhenti.“Kenapa kalian tidak bicara dulu padaku?” pekik Kamakarna.Lebih dari dua puluh tahun Kawedanan Reripta dipimpin oleh lelaki yang bergelar Raden Pangarsa Aji. Selama itu pula, dia tidak pernah memberitahu apa yang akan dilakukan, karena lembaga tersebut berada di bawah perintah Raja Badra langsung.“Yang Mulia, kami ....” Raden
Muniratri tak henti menatap Pangeran Adipati membuat yang bersangkutan salah tingkah.Ia pun pura-pura sibuk melakukan aktivitas lain. Apa pun itu dia lakukan demi menutupi kegugupannya.“Paduka.” Muniratri meraih lengan Damarteja saat lelaki tersebut sedang meregangkan otot.“Kalau Putra Mahkota menaruh dendam, kita harus bagaimana?” Wanita itu mengedipkan mata dengan cepat, supaya terlihat seperti gadis yang menggemaskan.“Aduh! Kenapa dia bertingkah seperti ini, sih?” batin Damarteja.Atasan dan bawahan kerap memiliki pemikiran yang sama, tak terkecuali Damarteja dan Endra.Dulu, ketika Pangeran Adipati masih menganggap bahwa Raden Lawana adalah pelaku korupsi bahan pangan Pasukan Wirajati, setiap gerak-gerik Muniratri selalu menjadi objek kecurigaan.Kini, sejak Damarteja tahu bahwa ayah mertuanya bukanlah pelaku korupsi yang sebenarnya, setiap gerakan Muniratri dipandangnya sebagai sesuatu yang paling menarik di dunia.Damar







