Share

Janda Tapi Perawan
Janda Tapi Perawan
Author: Tutu

BAB 1

"Eh, tadi lihat Dita, 'kan? Itu loh istrinya si Rizal!" bisik seorang wanita paruh baya ketika Dita baru saja melewati toko kelontong tempat gerombolan ibu-ibu itu menggosip. 

"Iya, iya, yang katanya udah jadi istri, tapi masih gatal itu kan!” timpal yang lain dengan nada berbisik. Padahal, Dita masih bisa mendengarnya dengan jelas. 

“Emangnya dia pikir dengan tubuhnya yang kayak gitu bisa dapat suami yang lebih daripada Rizal? Rizal kan sarjana!" 

Bisikan-bisikan lainnya menimpali seperti suara lebah. Mereka sibuk menggunjingkan dirinya seolah ia adalah makhluk paling hina di dunia. 

Dita menghela napas panjang, berusaha meredam amarahnya. Dia tahu betul bahwa kecantikan bukanlah jaminan kebahagiaan. Namun, hatinya terasa tertusuk ketika mendengar kata-kata kasar yang dilemparkan oleh ibu-ibu tersebut.

"Kayaknya dia memang bebal deh, mertuanya aja kesel mulu sama dia. Rugi ya si Rizal!" ujar ibu lainnya sambil menyisir rambutnya dengan jari-jemarinya yang penuh perhiasan. 

Dita merasa ingin berteriak, memberitahu siapa pun bahwa hidupnya tidak semudah yang mereka bayangkan. Namun, dia memilih untuk tetap diam, menghindari perdebatan yang tak akan membawa kebaikan apa pun.

Sambil menenteng plastik sayur yang berisi buah dan sayuran segar, Dita terus melangkah menuju rumah mertuanya. Dia berusaha keras untuk menahan emosinya, tetapi ketika pintu tertutup rapat, air matanya sudah tak terbendung lagi.

Dengan gemetar, Dita segera masuk ke dalam kamarnya, mengabaikan Bu Salim, mertuanya yang sedang asik menonton TV. 

"Kenapa mereka begitu? Apa salahku?" bisik Dita pada dirinya sendiri. Sekujur tubuhnya gemetar, dan suara isak tangisnya terdengar.

Tak lama pintu kamarnya diketuk dengan kasar. 

"Dita! Cepet masak! Ibu lapar! Kamu ini hobinya malas-malasan saja!" teriak Bu Salim dari depan pintu, membuat air mata Dita kembali naik. 

Wanita cantik itu segera mengusap wajahnya dan menenangkan diri. Setelah itu, ia keluar dari kamar dan menuju dapur. 

Saat hendak menyalakan kompor, ia menghela napas panjang. Ternyata gas pun sudah habis. 

“Kenapa harus sekarang…” gumam Dita getir. Sisa uang di dompetnya hanya 10 ribu. Mana cukup untuk membeli gas? Tapi kalau minta ke mertuanya, pasti ia akan dikatai sebagai istri boros! 

Pasrah, Dita pun berinisiatif ke warung di persimpangan jalan. Pemiliknya baik dan biasanya Dita bisa berhutang, walau harus berjalan 25 menit lebih. 

Tapi Dita tidak punya pilihan lain … 

**

Karena pemilik warung mengajaknya mengobrol, tidak terasa sudah lebih dari satu jam Dita pergi membeli gas. 

Saat ia memasuki teras, rumah terlihat sepi. Mungkin mertuanya sedang merumpi dengan geng ibu-ibunya. Tapi, di depan pintu Dita melihat sepatu Rizal dan sepatu kets asing berwarna biru muda.

"Mas Rizal lagi ada tamu?" pikir Dita saat mendengar suara wanita dari dalam rumah. 

Keningnya mengerut dalam ketika menyadari bahwa suara itu berasal dari kamar tidurnya bersama sang suami. 

Jantung Dita berdegup kencang seiring dengan langkah yang semakin mendekat. Tangannya gemetar saat mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci. 

“Ah … Mas Rizal …”

Dita terpaku. Tak percaya pada pemandangan di depan mata. 

"Mas Rizal! Apa yang kamu lakukan?!" sentak Dita, membuat kedua orang yang sedang bergumul di atas ranjang itu kelabakan. Rizal dan wanita asing itu segera menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang masing-masing. 

Rizal melihat ke arah Dita, wajahnya pucat. "D-Dita, ini tidak seperti yang kau pikirkan," ucapnya tergagap.

Wanita yang berada di ranjang itu tampak santai. Tidak ada rasa bersalah sekali saat ia memandang ke arah Dita. 

"Kamu siapa?!" tanya Dita dengan tatapan tajam. 

Namun, wanita itu diam saja, tidak menanggapi Dita sama sekali.

“Keluar kamu!” teriak Dita. Suaranya sarat akan putus asa. Wajahnya tampak memerah menahan amarah dan kecewa sekaligus.

“Dita, kamu tenang dulu. Mas bisa jelasin,” kata Rizal sembari mengenakan pakaiannya dengan cepat.

"Ada apa ini?" tanya Bu Salim, mertuanya, masuk ke dalam kamar. Wanita paruh baya itu tampak terdiam sejenak untuk memproses apa yang terjadi.

Dita, yang sudah tak mampu menahan lagi air mata yang membasahi pipinya, berkata dengan suara gemetar, "Aku melihat Mas Rizal bersama wanita ini berzina, Bu!”

Namun, alih-alih mendukung Dita, sang mertua justru membela anaknya.

"Dita, mungkin ada penjelasan lain! Jangan terburu-buru membuat penilaian seperti ini,” kata Bu Salim. “Lagian kamu udah nikah sama Rizal satu tahun, masih aja belum hamil! Padahal kalau sama laki-laki lain aja ganas!" ejek mertuanya dengan nada sengit. 

Nyeri. Hati Dita rasanya hancur berkeping-keping. Ia seolah terjebak dalam lingkaran kebohongan dan pengkhianatan, dan tak ada satu pun yang berpihak padanya. 

“Pasti kamu mandul!” tuduh mertuanya lagi. 

Dita menganga tak percaya. Bukan saja menyaksikan perselingkuhan suaminya, dia malah dituduh yang tidak-tidak?! 

Terbuat dari apa sebenarnya hati mertuanya ini?

“Lagian ibu lebih suka Liza kok. Dia kan sarjana.” 

Ucapan Bu Salim lagi-lagi membuat Dita tak bisa berkata-kata. Jadi, mertuanya bahkan sudah mengenal wanita selingkuhan suaminya? Berarti selama ini...

“Benar kata Ibu,” kata Rizal. Dita langsung menatapnya tak percaya. 

Alih-alih memberikan penjelasan, suami yang sudah berkhianat ini malah menusuknya lagi dari belakang?

“Kamu juga di sini udah identik dengan julukan istri yang nggak nurut sama suami. Makanya aku selingkuh,” kata Rizal tanpa merasa bersalah. “Liza jauh lebih cantik, berpendidikan, dan menarik.”

Dia belum sempat bersuara ketika ibu mertuanya menyela. “Lebih baik Rizal selingkuh dengan wanita lain, daripada beristrikan kamu!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status