Ceklek!
Mata Inggit terbelalak melihat siapa yang datang ke rumahnya.
“Leon... “ Suara Inggit tertahan karena tak percaya melihat sahabatnya yang sudah lama tidak ada kabar, berada di depannya saat ini.
Mata Inggit berbinar bahagia, baginya Leon adalah keluarga kedua setelah Bu Aisyah.
Tanpa berkata apa pun, Leon merentangkan kedua tangan, wajahnya menyiratkan kerinduan. Senyumnya merekah bahagia. Laki-laki berperawakan tinggi semampai dan berbadan atletis ini terus menampakkan giginya yang berderet rapi.
Inggit menutup mulutnya tak percaya, dengan cepat ia masuk ke dalam pelukan Leon,
“Aku kangen,” bisik Inggit.
Leon mengelus rambut Inggit, kemudian turun mengelus punggungnya.
“Aku tahu.”
“Ke mana aja, Lo?” tanya Inggit mendongakkan kepala. Mata ted
“Siapa laki-laki itu, Nggit?” tanya Dirga pelan, dari nada suaranya, Dirga sedang menahan emosi.Inggit yang baru saja mandi, terkejut melihat Dirga sudah duduk di atas ranjang kamarnya. Seperti biasa Dirga selalu datang dan masuk begitu saja tanpa kabar dan suara.“Maksud Om yang tadi?” tanya Inggit pura-pura lupa. Dengan cuek ia mengeringkan rambutnya di depan cermin.“Tentu saja, siapa lagi!” balas Dirga kesal.“Oh, dia temenku.”“Bohong! Benar yang dikatakan Aluna?”“Apa?” Inggit mengernyit, apalagi yang dikatakan Aluna pada Dirga?“Kamu masih menjajakan dirimu pada laki-laki lain?” tanya Dirga sarkas.“Jaga mulut om Dirga! Inggit tidak seperti itu, bukankah justru Om yang tidak setia? Sudah memiliki Inggit, tapi masih tergoda dengan Aluna.”Dirga mulai gelisah, ia tidak mengira Inggit berani membalas ucapannya.“Mana mungkin om bisa diam, Nggit. Aluna sangat agresif menggoda,” sanggah Dirga, ia tidak mau serta merta disalahkan. “Om laki-laki normal,” imbuh Dirga.“Itu dia, Inggit
“Mohon perhatiannya, acara akan dimulai. Sebelumnya, mari kita sambut donatur untuk acara hari ini.” Suara pembawa acara menggema memenuhi ruangan. Seketika Inggit menatap podium, ia sangat penasaran Siapakah gerangan yang rela mengeluarkan banyak uang untuk acara reuni ini.“Tepuk tangan yang meriah untuk... Aluna Seza Arlington, alumni IPS 5.”Seketika tubuh Inggit membeku, Aluna? Aluna yang sudah merayu Dirga?Mata Inggit tak lepas dari podium, ia ingin memastikan apakah itu Aluna yang ia kenal atau bukan.Detak jantungnya tak karuan saat melihat sosok Aluna yang ia kenal naik ke atas podium dan memberi sambutan.Kaki Inggit gemetaran, seolah kakinya tak lagi berpijak, tubuhnya oleng. Untung saja Leon sigap menyangga tubuhnya.“Ada apa, Nggit?” tanya Leon panik. Ia membimbing Inggit untuk duduk di kursi yang berada di belakang.“Dia... Aluna?” tanya Inggit terbata, bukan bertanya, ia memastikan apa yang dilihatnya benar-benar Aluna, perempuan yang sudah menggoda Dirga.“Iya, ada ap
“Ternyata di luar sana kau b*nal, Nggit!” hardik Dirga.“Ma-maksud om apa?” tanya Inggit terbata-bata.Beberapa menit yang lalu, Inggit sudah bersiap tidur, walaupun masih pukul 8 malam. Inggit kelelahan menangis semenjak pulang dari reuni s*alan tadi. Menyesal rasanya datang ke acara reuni yang membuatnya kini memiliki citra yang buruk.Banyak pesan yang masuk ke ponsel miliknya, tentu saja isinya menghujat dirinya dengan sebutan sugar baby, bahkan pelacur.Mental Inggit lemah, tidak sanggup menghadapi cemoohan dan hinaan yang ditujukan pada dirinya. Inggit merasa kerdil saat ini, impiannya menjadi wanita kaya tanpa harus bekerja keras harus berakhir hati ini. Dengan cara memalukan.Inggit semakin terkejut saat tiba-tiba saja Dirga datang dan mengatainya b*nal. Tahu dari siapa tentang semua itu?“Pura-pura tidak tahu kamu?” teriak Dirga, ia berjalan mendekati Inggit, lalu dengan cepat ia menarik rambut Inggit yang tergerai panjang.“Auh, sakit, Om,” rintih Inggit kesakitan. Ia memega
“S*alan!” teriak Dirga kesal, pagi ini ia baru saja pulang dari apartemen Aluna. Ia terkejut mendapati pjntu pagar telah terbuka, begitu juga dengan pintu rumah. Ditambah pintu gudang sudah rusak parah, Inggit tidak ada di dalam. Membuat daftar kekesalannya bertambah.“Siapa yang membantu gadis itu keluar?” Dirga terdiam, mencoba memikirkan kemungkinan yang terjadi.“Leon... “ Nama anaknya pelan ia sebut, Dirga ingat jika anaknya itu sama seperti dirinya, mencintai Inggit.Dirga yakin sekali jika Leon lah yang menyelamatkan Inggit.“Anak kurang aj*r! Beraninya dia melawan aku,” geram Dirga. Ia marah, anak semata wayang yang dulu selalu bisa ia kendalikan, kini mulai membangkang.Dirga belum sanggup kehilangan Inggit, gadis itu harus kembali padanya apa pun yang terjadi.Dirga berpikir, sepertinya ia harus mulai bersikap keras pada Inggit, pun dengan Leon. Jika gertakannya beberapa waktu yang lalu tidak mempan, ia harus berbuat kasar.Seperti inilah sifat Dirga yang asli, keras, tegas,
Inggit termenung, ia duduk sendirian di kursi yang berada di balkon. Matanya menatap lurus ke depan, tidak ada fokus di sana.Inggit lelah, rapuh, dan butuh sandaran. Batinnya bergejolak ingin lepas dari semua masalah yang mendera hidupnya. Sayang, Tuhan lebih menyayangi dirinya, Tuhan ingin melihat usaha Inggit. Tuhan ingin melihat sejauh mana Inggit berlari memecahkan masalah hidupnya.Hatinya terasa kosong, jiwanya seolah pergi berkelana entah ke mana.Dirga, laki-laki yang diharapkan bisa memberikan perubahan pada hidupnya, kini memperlakukan dirinya seperti binatang.Dirga tahu Inggit takut gelap, mengapa tega mengurungnya di gudang? Dirga tahu masa lalu Inggit, kenapa masih tidak percaya?“Makan, Nggit!” Leon datang membawakan sepiring nasi padang. Sebelum pulang dari kantor ia menyempatkan mampir membeli makanan untuk Inggit.Inggit bergeming, ia hanya melirik sekilas tanpa berminat menerima uluran piring dari Leon.Leon menghela napas, ia tahu Inggit kembali berada di titik te
Panik! Itulah yang dirasakan Leon saat ini. Berkali-kali ia menghubungi Inggit, tapi gagal. Saat ini ia berada di depan panti asuhan yang Inggit maksud.Sebelumnya Inggit menolak saat Leon berinisiatif mengantarkan, ia lebih memilih naik, lebih santai kata Inggit.Sampai pukul 9 malam, Inggit tak juga keluar Leon masuk ke dalam panti, menanyakan di mana Inggit. Begitu tahu Inggit sudah tidak ada di panti, Leon mulai gelisah, ia khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mengingat Inggit menjadi incaran papanya.Leon tidak bisa berpikir jernih, seolah ada yang hilang di dalam sana begitu dirinya belum bisa menemukan di mana Inggit berada.Leon takut, Inggit ditemukan papanya. Akan menjadi seperti apa perempuan lemah itu jika kembali ke pelukan papanya. Leon yakin, kali ini adalah ulah papanya.Segera Leon menginjak pedal gas, mobil kembali melaju di jalanan dengan cepat. Leon tak peduli jika hubungan dengan papanya nanti kembali retak. Keselamatan Inggit lebih penting.Sementara i
“Haha... Akhirnya Om Dirga suka rela mendekat,” seru Aluna senang. Ia merebahkan diri di kamar dengan santai.Bagi Aluna hati ini adalah hari keberuntungan untuknya. Bagaimana tidak, baru saja Mami menelepon, mengatakan bahwa Mami sangat puas dengan Inggit yang berhasil dibawa Aluna ke rumah bordil.Sekarang, Dirga yang sempat menolaknya kembali menghubungi dirinya. Aluna menebak, Dirga curiga atas hilangnya Inggit.Tak apa! Aluna mampu menghadapi Dirga atau siapa pun yang mengganggu hidupnya. Aluna bersyukur dianugerahi otak cemerlang, sehingga mampu menghadapi situasi sesulit apa pun.“Balas atau tidak ya?” ucap Aluna.“Ah, tidak usah. Biar dia datang sendiri menemuiku. Giliran aku yang akan jual mahal, Om!”---“Inggit, Lo di panggil Mami ke ruangannya. Ayo aku antar.” Mery masuk ke kamar Inggit.“Untuk apa?” tanya Inggit heran.“Ck, jangan pura-pura lupa. Hari ini lo resmi jadi penghuni rumah bordil Mami. Ikuti kata Mami, kalau gak pengen disiksa.”Mendengar jawaban Mery, Inggit s
inggit menangis sesenggukan di pojok kamar, matanya membengkak karena terlalu lama menangis. beberapa bagian tubuhnya, membekas merah terkena cambukan darren. sesuai dugaan inggit, darren memiliki kelainan seks yang mengerikan. tulang-tulang inggit serasa patah serentak, bahkan hampir saja inggit kehilangan nyawa, karena darren sempat mencekik lehernya. air mata inggit terus mengalir deras di pipi. darren sudah keluar dari kamar, setelah memuaskan hasratnya, darren pergi begitu saja, membiarkan luka di tubuh inggit semakin menganga. sedih, kecewa, dan marah menjadi satu, siapa yang harus ia salahkan saat tuhan memberikan jalan hidup seperti ini? ceklek!datanglah darren membawa kotak p3k di tangan, wajahnya sudah lebih segar dari sebelumnya. “kemarilah, aku obati luka itu,” perintah darren, seorah kerbau dicucuk hidungnya, inggit menurut saja. ia menutupi tubuh polosnya menggunakan selimut tebal. inggit yakin ada sisi lain dari darren yang bisa dimanfaatkan. ia yakin, darren buk