"Kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu, nak. Kalau mau kesini." kata bu Arie kaget melihat kedatangan Ella tiba-tiba.
Hari ini, Ella mengunjungi tempat di mana dia di besarkan, di sebuah panti asuhan, yang berada di pinggir kota."Aku kangen sama ibu," sahut Ella tersenyum tipis, sambil menyalami wanita yang telah membesarkannya selama ini.Di umur 5 tahun, ibunya meninggal dunia. Semenjak itu, Ella sudah berada di sini, di sebuah panti asuhan, walau tidak terlalu besar tetapi sangat nyaman.Ella tidak mengenal sosok ayahnya, karena semenjak bayi, ayahnya telah pergi meninggalkan Ibu dan dirinya, untuk kembali ke negaranya, Inggris.Ella hanya mengetahui nama ayahnya yaitu, Howard Dalton. Selebihnya Ella tidak pernah mendengar apa pun lagi, karena ibunya enggan menceritakan lebih banyak tentang ayah.Ella tidak pernah tahu, mengapa sang ayah pergi, dan Ella juga tidak pernah mengetahui mengapa ayahnya tidak pernah datang mengunjunginya."Kau sudah makan?," bu Arie sudah berada di sampingnya. Ella menggelengkan kepalanya, dan merebahkan kepalanya kepangkuan ibu asuhnya ini."Aku tidak lapar, bu. Aku hanya lelah dan ingin tidur." Ella memejamkan matanya, bu Arie membelai rambut Ella lembut.Bu Arie ingat di waktu kecil, saat bersedih. Ella selalu ingin tidur di pangkuannya.Dan sekarang pun bu Arie tahu, Ella sangat sedih dan terpukul dengan kematian anaknya, Chintya. Di tambah lagi, sikap Dion sang suami ingin menceraikannya.Tanpa sadar, bu Arie menitik air matanya, hatinya terenyuh melihat penderitaan Ella.Walau bukan terlahir dari rahimnya, tetapi Ella sudah di anggap seperti anak kandungnya. Apalagi dia tidak memiliki anak."Tidurlah, nak. Tenangkan hatimu." kata bu Arie perlahan. Untuk sesaat, suasana menjadi hening."Bu," panggil Ella, matanya menerawang. "Mengapa ibu tidak menikah lagi, setelah suami ibu meninggal,"Bu Arie tersenyum, dia mengusap kepala Ella dengan lembut."Apa ibu tidak bisa mencintai pria lain, selain pak Brata, suami ibu," tanya Ella lagi"Panjang ceritanya, cuma intinya cinta yang di tanamkan ke dalam hati ibu, terlalu dalam sehingga ibu tidak bisa menerima cinta dari yang lain. Karena ibu berharap, bila masa itu tiba, kami bertemu lagi di alam sana."Ella tercenung sejenak, ingatannya tertuju pada Dion dan Vivian.Walaupun Vivian pernah menyakiti Dion, Dion dengan mudah memaafkan Vivian dan melupakan dirinya, yang sudah bersama dalam suka dan duka selama dua tahun."Yach, mungkin takdirku sudah seperti ini," batin Ella. "Seharusnya dari awal, aku menyadari cinta Dion hanya untuk Vivian, bukan untukku. Sehingga aku tidak perlu sesakit ini." Ella tersenyum sedih. "Dan Chintya pun tidak perlu menjadi korban atas semua yang terjadi."***Matahari pagi menembus tirai, Ella yang tidur terlelap terbangun oleh kebisingan di luar.Saat dia membuka mata, dia melihat Dion membuka pintu dan melangkah masuk kekamarnya."Sekarang kau sudah disini!," Dion menatap tajam kearah Ella yang bermata merah dengan rambut yang agak berantakan.Ella tertegun melihat kedatangan Dion yang tiba-tiba."Mengapa kemarin kau menghilang. Apa kau sengaja menghindari perceraian kita?!." kata Dion dengan nada marah.Ella menatap Dion dengan mengekspresikan kesedihan, namun dia enggan mengatakan, bahwa kemarin dia ke rumah panti, mengunjungi bu Arie.Untuk sedetik, Dion tersentuh melihat mata itu, mata yang dulu pernah membuat dunianya terasa indah.Tanpa sadar dia mengulurkan tangannya hendak menyentuh rambut Ella.Ella yang tidak menyangka, Dion akan bersikap seperti itu, mengelak dari tangan Dion."Apakah Vivian tahu kau di sini?" seru Ella kemudianSeketika wajah Dion membeku, dan dia menatap tajam wajah Ella. "Apa kau pikir, aku sedang mencoba merayumu,"Ella mengangkat bahunya.Dion berjalan perlahan menjauh dari Ella, dengan dingin dia berkata. "Cepatlah kau kemasi semua barangmu. Karena sebentar lagi kau bukan lagi ratu di rumah ini,"Mendengar itu, Ella seketika berdiri, dia sungguh tidak dapat menahan diri lagi.Matanya memerah menatap Dion. Pancaran amarah, kebencian dan luka menjadi satu, membuat tubuh Ella menggigil menahan emosi."Kau memperlakukan aku seperti seorang penjahat. Seakan-akan aku telah melakukan suatu kesalahan besar. Kau benar-benar seorang bajingan!!!.," kata Ella setengah berteriak.Saat amarah membanjiri tubuhnya, Ella bersikap di luar kendali."Penyesalan terbesarku adalah mengenalmu, Dion Hutama Putra!!," sambung Ella lagi."Kau?!!!.""Cukup aktingmu!, Aku sudah muak.!. Baiklah, saat ini juga aku akan pergi dari rumah ini!."Setelah berkata seperti itu, Ella melangkah mengambil sebuah koper dan memasukkan pakaiannya ke dalam koper dengan kasar."Jangan berlagak paling menderita, bukankah kau merasa bahagia bila pergi dari sini?. Kau bisa bersama dengan selingkuhanmu," cerca Dion tanpa belas kasihan.Ella menghentikan tangannya sejenak, kali ini emosinya sudah di ubun-ubun. Ella menatap Dion dengan senyum yang sulit di artikan."Kau benar, aku akan pergi bersama selingkuhanku. Kami akan tinggal bersama, kami akan hidup bahagia selamanya?!," jawab Ella tajam penuh tekanan.Mendengar jawaban Ella, emosi Dion ikut terpancing."Kau!!.. kau!!,""Kenapa?, kau puas mendengar jawabanku?!." tantang Ella masih dengan senyuman yang sulit di artikan."Kau wanita penipu?!." kata Dion dengan mata memerah."Iyaaa, aku telah menipumu selama ini. Kau puasss!!!," jerit Ella.Dion terdiam melihar reaksi Ella yang sudah di luar kendali, kemudian Ella melanjutkan lagi. "Kau bersama selingkuhanmu. Aku pun bersama selingkuhanku. Sekarang kita impas!!." kata Ella sambil menutup kopernya dengan kasar.Kemudian Ella membawa pergi kopernya, setengah berlari menuruni tangga. Air mata mengalir deras ke pipinya.Setelah itu, dia memanggil sebuah taksi, yang kebetulan lewat di depan rumah.Dion hanya terpaku menatap punggung Ella yang menghilang dari balik pintu.Benarkah yang di katakan Ella?Berarti dugaannya selama ini benar bahwa Ella telah berselingkuh.Agh!!, Dion memukul tangannya ke tembok dengan kencang."Ban......sat!!," makinya.Kini, Ella sudah memilih untuk pergi, walaupun kasus perceraiannya dengan Dion belum selesai.Saat ini dia berada di sebuah taksi, yang membawanya pergi entah kemana, dia sudah kehilangan semuanya. Ella menyandarkan kepalanya yang terasa sangat berat, sama seperti perjalanan hidupnya yang berat. Perlahan Ella menghapus air mata yang telah membasahi pipinya sejak tadi.Ella tidak mengerti, mengapa orang-orang yang di sayanginya, semua pergi meninggalkan dirinya sendiri.Ella memejamkan mata, menepis segala duka di hatinya."Maaf nyonya, Kemana saya harus mengantar nyonya?," tanya sopir taksi, sambil melihat ke arah kaca di depannya. Sudah hampir satu jam mereka berputar-putar tanpa arah. Sopir taksi ini bingung bercampur kasihan melihat punumpangnya kali ini, dalam keadaan menangis terus dari tadi.Dalam beberapa detik, Ella tampak kebingungan, dia tidak tahu mau kemana, karena dia pun tidak ingin pulang ke rumah panti, bu Arie pasti sedih melihat keadaan dirinya sekarang.Kemudian
Tidak berapa lama mereka sampai juga. Ella melihat sebuah villa yang sangat mewah. Ella terlihat ragu, karena dia teringat, saat sekarang dia tidak memegang uang sedikitpun, pasti biayanya penginapan sangat mahal."Kau tidak mau masuk?." tanya pria itu, melihat keraguan d mata Ella."Umm...itu, aku...,""Kau kenapa?, jangan katakan bahwa kau berubah pikiran. Apa kau mau bertemu dengan raja hutan di luar sini,?." kata pria itu melihat keraguan di mata Ella."Bukan... itu..... aku saat sekarang tidak punya uang, apa di villa ini boleh kita bayar nanti saja," kata Ella terlihat malu-malu."Umm...begitu?. Tampak pria tersebut seperti sedang berpikir.Ella pun tampak khawatir karena bila si pemilik villa menolaknya maka hidupnya pasti akan berakhir di jalanan.Tak lama kemudian,"Baiklah aku akan bertanya sama si penjaga villa ini dulu, kau berdo'a saja, semoga penjaga villa sedang berbaik hati," kata pria tersebut.Ella dengan cepat mengangguk patuh.Kemudian pria itu masuk ke dalam villa
Di Area Grand Beunovul, sebuah perkantoran mewah dengan fasilitas yang exclusive. Duduk seorang pria berwajah dingin, acuh dan sedikit arogan di kursi kebesarannya, yang menandakan bahwa dia si pemilik perusahaan besar dan bonafide tersebut. Dia adalah Dion Hutama Putra.Sedangkan di seberang meja, duduk seorang pria bernama Erick. Dia adalah sahabat baik sekaligus sebagai patner Dion dalam berbisnis. Memandangi Dion yang serius di depan komputernya membuat Erick tersenyum dan berkata, "Bagaimana hubunganmu dengan Vivian, kapan kalian akan menikah?."Dion hanya diam saja, matanya tetap mengamati tulisan di depannya. Seakan dia hanya sendiri berada di ruangan itu. "Atau jangan-jangan, kau masih menyimpan rasa pada Ella. Dan masih mengharapkan Ella kembali." pancing Erick, melihat sikap Dion menjadi tertutup semenjak Ella pergi atau tepatnya semenjak mereka punya masalah.Dion menarik napas panjang, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Erick."Menurutmu apa pantas seorang istri yan
Memandangi wajah Dion yang tampak gusar, Erick tersenyum dan berkata, "Dion, setelah sekian lama, ternyata kisah cintamu belum selesai juga.""Erick, jangan kau tambahkan persoalanku dengan ocehanmu," sahut Dion tanpa memandang sahabatnya. Erick meledek, "Bagaimana mungkin, seorang Dion bisa berubah seperti ini, patah hati?."Dion melengos."Pesona siapa yang telah membuatmu berubah. Dari Dion yang dulu selalu bersemangat menjadi Dion yang dingin. Pesona Vivian kah? atau pesona Ella?," tanya Erick menggoda sahabatnya."Aku tidak ada waktu mendengar ocehanmu. Sebaiknya kau fokus pada Perusahaan New Strenght Holand . Bagaimana supaya perusahaan itu mau berinvestasi ke perusahaan kita.""Jangan khawatir. Aku mengenal presiden New Strenght Holand, tuan Dalton dengan baik. Beliau tidak seseram yang di bicarakan orang. Hanya saja beliau terlalu di siplin. Jangan coba-coba membuat beliau menunggu. Perusahaanmu akan di gulung hanya sekali jentik,""Hmm.... ?" Dion berpikir seberapa kuatnya p
Di Perumahan mewah.........Dua keluarga sudah duduk berkumpul bersama di sebuah ruang yang di sebut ruangan keluarga.Dan ini pernah terjadi beberapa tahun yang lalu, di saat tuan Hutama, ayah Dion masih ada. Tapi sekarang beliau sudah pergi untuk selamanya.Suasana sekarang pun jauh berbeda. Tidak ada tawa ceria lagi seperti dulu. Karena sekarang Dion lebih banyak diam dan kelihatan tidak bersemangat. Walaupun Vivian berusaha membuat suasana menjadi ceria, tetapi Dion tidak banyak bicara, dia hanya tersenyum saja bila ada yang bercanda."Bagaimana perkembangan perusahaanmu, Dion?," tanya tuan Ferdinand, mantan ayah tunangannya, menghilangkan kekakuan di antara mereka.Sebagai seorang tuan rumah yang baik, Dion berusaha bersikap sopan. Karena bagaimana pun mereka pernah hampir menjadi satu keluarga, tetapi takdir berkata lain."Hanya ada sedikit masalah pak, tetapi semua sudah di atasi," jawab Dion perlahan."Ya, Vivian sudah menceritakaan tentang Grand Beunovul saat ini sedang ada m
"Ja... jadi baby Chintya masih hidup!!," pekik nyonya Maribet kaget mendengar pengakuan anaknya, Dion."Ampuni aku ibu, aku salah. Saat itu aku terbawa emosi, karena sakit hati mendengar Ella berselingkuh," Dion bersimpuh dengan berurai air mata di hadapan ibunya, memohon ampun karena telah melakukan kesalahan yang sangat fatal."Apa yang telah engkau lakukan, nak." tanya nyonya maribet sambil berurai air mata.Beliau begitu shock mendengar pengakuan putranya. Dia tidak menyangka, Dion tega melakukan hal yang sangat kejam.Karena walau Chintya bukan darah daging Dion, Dion tidak berhak memisahkan anak dari ibunya, dengan alasan apa pun."Dimana sekarang baby Chintya di rawat," tanya nyonya Maribet."Di rumah sakit Healthy Hospital, bu" jawab Dion perlahan masih menunduk.Atas saran dokter, Dion tidak punya pilihan lain. Akhirnya dia memindahkan baby Chintya ke rumah sakit yang lebih besar, dimana peralatan medisnya lebih lengkap."Antarkan ibu kesana," kata nyonya Maribet kemudian."Iy
Mobil mewah itu berhenti tepat di depan rumah panti asuhan.Beberapa anak yang sedang menyapu halaman rumah panti langsung berdiri dengan pandangan ingin tahu, siapa yang datang.Dan ketika seorang wanita cantik turun dari mobil, anak-anak tersebut langsung berhamburan berlarii mendekati si pemilik mobil."Kak Ella..... kak Ella...... kak Ella," teriak riuh anak-anak panti kegirangan menyambut Ella, dan kegembiraan mereka bertambah tatkala mereka mendapatkan hadiah dari Ella."Bagi-bagi ya buat semua," seru Ella terharu dan bahagia melihat anak-anak yatim piatu itu tertawa bahagia.Pak sopir juga membantu menurunkan beberapa barang dan membagikan pada anak-anak itu."Jangan rebutan, semua kebagian," seru Ella lagi, di sela tawa bahagia anak-anak panti.Rupanya, sebelum datang tadi Ella menyempatkan diri membeli makanan dan mainan untuk anak-anak panti.Bu Asih yang mendengar suara ribut di luar langsung keluar rumah, ingin tahu apa yang sedang terjadi."Ya Tuhan, nak," bu Asih terbelal
Suara dentuman musik terdengar hingar bingar memekakkan telinga. Aroma tembakau dan alkohol yang begitu kental memenuhi ruangan.Beberapa pria hidung belang dan wanita berpakaian minim dengan riasan yang menor berjoget dan menari di sana, tawa dan teriakkan mereka menambah bingarnya suasana.Malam ini, Dion terdampar di sini di lautan kemaksiatan. Karena saat ini hati Dion penuh amarah yang berkobar dan kekecewaan yang sangat dalam. Pikirannya kalut dan kacau.Bayangan senyuman Ella menari-nari di pelupuk matanya. Dion duduk di ruangan VIP, Dia meminta pada pelayan untuk memberikannya lagi minuman yang terbaik.Entah berapa banyak sudah minuman beralkohol itu berada di perutnya. Dan botol-botol yang sudah kosong pun berhamburan di atas meja.Ada getaran di saku celananya, Dion meraihnya, dengan sembarang dia mengangkat telponnya."Ha...loooo," kemudian dia terkulai di tempatnya."Dion, kau dimana?!!" teriakkan itu tenggelam dengan suara musik.Dion pun yang sudah sangat mabuk, tidak