Home / Romansa / Janji Kedua / 8. Dr. Satrio Ngapain?

Share

8. Dr. Satrio Ngapain?

Author: rainnonie
last update Last Updated: 2021-04-01 07:27:13

Satrio pulang lebih sore pada hari Sabtu. Dia memasuki rumahnya dengan langkah ringan. Tidak ada lelah yang dia rasakan mengingat biasanya dia masih harus bekerja hingga malam. Satrio duduk di sofa dan melepas sepatu beserta kaos kakinya. Setelah itu bangkit dan pergi ke kamar mandi dekat dapur untuk cuci kaki.

Satrio memasuki kamarnya dan menemukan Ocean tidur di ranjang mereka yang tertutup seprai berwarna merah tua dengan motif garis-garis berwarna perak. Gorden yang tidak tertutup sempurna mengantarkan sinar matahari sore menembus kaca dan jatuh tak jauh di atas kepala Ocean. Satrio melangkah ke jendela dan menutup gordennya. Selesai dengan itu, Satrio menoleh ke arah Ocean, istrinya bergerak sedikit lalu kembali nyenyak dengan memeluk guling.

Satrio berpikir mungkin dia keterlaluan menyuruh istrinya memasak dan mengantarkan makan siang. Perempuan ini jadi tidak punya banyak waktu untuk bekerja dan mengurus dirinya. Mungkin dia harus mempekerjakan seorang pengurus rumah untuk memudahkan pekerjaan rumah tangga Ocean. Dia tersenyum dengan ide yang melintas dalam kepalanya lalu mengganti pakaiannya dan berbaring di samping Ocean.

***

Suara telepon membangunkan tidur Satrio. Dia membuka mata dan tersenyum mendapati Ocean memeluknya. Meski dalam keadaan tidur Satrio tetap bahagia karena itu berarti bawah sadar istrinya itu mengatakan Ocean membutuhkannya. Mulut bisa berkata lain, tetapi pikiran bawah sadarnya telah menunjukkan sebaliknya.

Satrio mencoba meraih ponselnya yang terus berbunyi. Badannya sedikit meregang dan Ocean seolah mengikutinya dan memeluknya lebih dekat. Satrio memeluk Ocean dengan sebelah lengannya sementara tangan lainnya memegang ponsel dan menahannya di telinga. Dengan suara pelan Satrio berbicara supaya tidak mengganggu tidur Ocean.

"Sam, kamu udah pulang?" Ocean bertanya dengan suara malas.

Satrio sedikit menunduk dan melihat mata istrinya masih terpejam. Dia mematikan sambungan telepon begitu saja dan mengaktifkan mode getar sebelum meletakkannya di nakas. Hal menarik yang ingin dia lakukan adalah memandangi wajah Ocean yang tampak damai dalam tidurnya.

Jadi istrinya itu tadi hanya mengigau? Satrio tersenyum geli, Ocean pasti akan menyangkalnya mati-matian jika dia menceritakan apa yang sudah terjadi. Terlebih lagi saat dia terus menggodanya maka Ocean akan mengatakan bahwa pernikahan mereka hanya sementara. Satrio berusaha untuk terus membuat Ocean merasa nyaman hingga suatu saat bercerita tentang apa yang telah membuatnya berubah sedrastis itu.

"Sam ...."

Satrio kembali menunduk dan melihat bulu mata Ocean bergerak-gerak yang menandakan bahwa si pemilik mata sedang berusaha untuk membuka matanya. Sebentar kemudian mata itu kembali diam dan mau tak mau Satrio terkekeh. Ocean sedang malas, itu yang akhirnya disimpulkan oleh Satrio.

"Pulang jam berapa?" Ocean kembali bertanya. "Kenapa nggak bangunin aku? Aku tadi ketiduran abis pulang dari minimarket."

Satrio membelai kepala Ocean. "Ngapain bangunin kamu?" Satrio balik bertanya. "Nggak ada yang perlu dikerjakan, lagian aku juga mau tidur."

"Aku kaya ngerasa tidur enak banget tadi," kata Ocean. "Masih males mau bangun."

"Ya udah, nggak usah bangun. Aku mau kasih tau kalau bapak udah dipindahin kembali ke ruang perawatannya. Kondisinya membaik dan nggak ada indikasi yang membahayakan kesehatannya."

"Apa?" Ocean berusaha bangun, tetapi pelukan Satrio yang tidak mengendur membuatnya kembali berbaring pada posisi semula. "Aku boleh nemenin ibu?"

Satrio tertawa mendengar antusias Ocean. "Ke sana dan melihat bapak boleh. Kalau menemani ibu nggak boleh. Aku sudah mempekerjakan perawat khusus untuk bapak, ibu juga tidak mengerjakan apa-apa di sana. Biar saja tenaga ahli yang merawat bapak."

"Bapak nggak protes?"

"Nggak. Biasa saja. Beliau malah senang karena ibu ada waktu buat istirahat."

Tidak ada bantahan dari Ocean membuat Satrio senang. Itu berarti istrinya paham dengan apa yang dia maksud. Bukannya dia membuat Ocean menjadi anak yang tidak berbakti, hanya saja menjaga kondisi tubuh sendiri supaya sehat itu lebih penting saat memiliki keluarga yang sudah berada dalam perawatan.

"Cean ...."

"Hmm."

"Ceritain ke aku, apa yang kamu lakukan setelah meninggalkanku hampir enam tahun yang lalu," pinta Satrio. "Aku ingin tau setiap hal tentang kamu sejak saat itu."

Ocean menarik selimut untuk menutupi kaki mereka, lalu menyamankan tubuhnya dalam pelukan Satrio. "Nggak ngelakuin apa-apa, cuman nyelesaikan kuliah."

"Ceritakan saja."

"Ya nggak ada, Sam. Aku cuman nyelesaikan kuliah, lalu kuliah lagi. Setelah lulus aku mencoba-coba bikin minimarket dengan temanku. Sudah, begitu saja."

Satrio langsung paham kalau Ocean masih belum percaya kepadanya. Dia tidak mengerti apa yang membuat Ocean berubah seperti itu. Ocean yang biasa pasti akan bercerita tanpa diminta. Kalaupun di minta, Ocean pasti akan bercerita dengan detail setiap hal yang dilakukannya. Bukan pertanda bagus jika dia mendengar jawaban Ocean barusan.

***

Satrio berjalan menuju ruang perawatan mertuanya setelah menyelesaikan pekerjaan. Tadi pagi sebelum berangkat bekerja, dia berpesan pada Ocean supaya membawakan baju gantinya agar dia tidak perlu pulang ke rumah terlebih dahulu sebelum praktik sore. Semoga saja Ocean tidak lupa karena dia malas pulang jika Ocean tidak ada di rumah.

Satrio punya rencana lain dengan Ocean jika dia tidak pulang terlebih dahulu. Dia bermaksud untuk makan malam bersama istrinya di sebuah kafe yang baru dibuka dan kebetulan si pemilik adalah temannya. Mungkin ada menu yang bisa disukai oleh Ocean mengingat temannya memang ahli mengolah bahan makanan menjadi masakan yang lezat.

Memasuki ruang perawatan mertuanya, tatapannya langsung tertuju pada istrinya yang tengah tertawa di depan seorang pria yang terus terang saja membuat Satrio merasa jengkel. Ocean belum pernah tertawa selebar itu di hadapannya dan bagaimana bisa istrinya bisa sebebas itu dan tertawa santai tanpa dirinya.

Hal itu tidak bisa dibenarkan. Satrio tidak suka ada orang yang berhasil membuat Ocean bahagia ketika dia sendiri tidak bisa melakukannya. Pasti ada suatu kesalahan hingga hal itu terjadi.

"Halo," sapa Satrio langsung duduk merapat di sebelah Ocean sembari mencium kepala istrinya.

"Sam, sudah datang," sambut Ocean, tangannya mengambil gelas dan menuangkan air putih dari botol kemasan. Setelah itu memberikannya pada Satrio, "Minum dulu, Sam. Uhm ... kenalin, itu Delta."

Satrio meletakkan gelas di meja dan menyambut uluran tangan Delta yang telah terulur padanya. Jabat tangan yang cukup kuat dan Satrio tahu itu menandakan suatu karakter yang lebih menonjol dari kebanyakan orang dan jelas menunjukkan keinginan untuk berkompetisi. Tidak perlu berpikir dua kali bagi satrio untuk memberikan penilaian bahwa pria itu tidak baik untuk Ocean.

"Kerja di mana, Mas Satrio?" tanya Delta ingin tahu.

Nah ... pikiran Satrio tidak salah. Belum apa-apa sudah menanyakan di mana tempatnya bekerja, sudah jelas bagi Satrio bahwa pria ini sedang ingin menunjukkan sesuatu. Dengan senang hati Satrio akan sedikit bermain-main.

"Saya hanya karyawan biasa dan Anda sendiri bekerja di mana?"

Delta menegakkan duduknya. "Saya memegang 50 persen kepemilikan minimarket yang dikelola oleh Ocean."

Satrio ingin tertawa mendengar cara Delta berbicara. Pemilik setengah minimarket saja bangga, bagaimana jika memiliki seluruhnya. Bisa-bisa bicara sambil berdiri dan memejamkan sebelah matanya. Satrio tersenyum sendiri dengan pemikirannya.

"Waah, luar biasa sekali, ya ... tapi ngomong-ngomong jam besuk sudah selesai. Silakan meninggalkan ruangan karena pasien harus istirahat," kata Satrio tiba-tiba membelokkan pembicaraan.

Satrio tahu kalau Ocean merasa tidak enak karena perubahan wajah Delta yang seketika paham kalau sedang diusir. Satrio melangkah ke pintu terlebih dulu dan membukanya lalu menutupnya kembali setelah Delta melewatinya. Tidak dihiraukannya tatapan protes Ocean yang mengarah padanya. Dia lebih memilih masuk ke kamar mandi dan mengatakan pada Ocean untuk menyiapkan pakaian gantinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janji Kedua   53. Makin Cinta

    Saat kehamilan Ocean semakin besar, Satrio benar-benar mengurangi jam praktiknya. Di sore hari dia praktik hanya satu jam, itu pun dengan perjanjian tepat waktu. Pasien lainnya dia tangani pada praktik pagi. Beberapa pasien mengatakan kalau dokter mereka sedang menjadi suami siaga. Satrio menanggapinya dengan senyum ramah dan meminta maaf jika perubahan yang dia lakukan membuat tidak nyaman, tetapi pasiennya mengerti dan tidak keberatan dengan jadwal baru Satrio.Selepas praktik sore, waktu menunjukkan pukul lima lewat sepuluh. Satrio sudah keluar dari ruang kerjanya dan sudah pasti dia akan pergi menemui istrinya. Dia disapa beberapa pasien yang memilih untuk pindah periksa ke rekannya. Satrio tetap membalas sapaan itu dengan ramah.Ketika hampir sampai di pintu masuk apoteknya, Satrio melihat Ocean yang sedang berjalan keluar. Dengan perut membuncit seperti itu, istrinya terlihat begitu seksi. Setidaknya begitulah di mata Satrio. Tidak ada sedetik pun waktu terlewat

  • Janji Kedua   52. Anugerah Cinta

    Ocean tidak menyangka bahwa kehamilan itu akhirnya datang setelah dia memutuskan untuk menghentikan seluruh program yang ditawarkan oleh Satrio. Dia memegang janji Satrio bahwa mereka akan tetap bersama meski kehamilan itu akan terjadi lima atau bahkan sepuluh tahun lagi. Dalam gurauannya, Satrio juga mengatakan kalau tidak keberatan saat Ocean mengandung di masa menjelang menopause sekalipun. Satrio hanya ingin Ocean bahagia hidup bersamanya dan itulah yang sudah dilakukan oleh Ocean.Mengingat semua itu membuat Ocean terharu. Kadang-kadang dia bangun tengah malam dan menyalakan lampu di sampingnya hanya untuk memandangi wajah Satrio. Suaminya itu diam-diam telah memberikan perawatan untuknya. Sejak keputusannya untuk berhenti program kehamilan, sejujurnya Ocean sudah tidak peduli dengan asupan yang masuk ke tubuhnya. Cukup baginya apa yang disediakan oleh Simbok dan dia selalu memakannya tanpa mengeluh.Dalam hari-hari yang dijalani Ocean, tak sedikit pun perempuan i

  • Janji Kedua   51. Tak Terduga

    Satrio tersenyum sendiri begitu keluar dari ruang kerja pribadinya di rumah sakit. Dia berjalan menyusuri lorong panjang seperti biasa sebelum mencapai area parkir. Beberapa perawat dan staf menyapanya dan dibalas dengan anggukan serta sedikit senyum. Pikirannya hanya tertuju pada Ocean yang sudah pasti sedang duduk mengamati komputer sambil mengunyah emping belinjo.“Tingkahmu sudah seperti orang gila yang perlu rawat inap.”Satrio tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang tengah berbicara padanya. Orang yang berani berbicara dengan kalimat mengejek hanyalah dua orang. Pertama adalah Alfredo yang saat ini pasti sedang sibuk di meja operasi dan yang lainnya adalah Raphael. Keduanya sama-sama mempunyai mulut dengan kadar ketajaman melebihi pisau. Meskipun begitu, dia menyukai para sahabatnya yang super royal terhadap satu sama lain.“Memang repot kalau punya teman yang nggak pernah tahu rasanya bahagia,” komentar Satrio tak kalah pedas.

  • Janji Kedua   50. Pindahan

    Hal yang membuat Ocean bersemangat adalah mengisi rumah barunya dengan perabotan yang dia sukai. Satrio memercayakan urusan itu padanya dan Ocean menerima pekerjaan dengan senang hati. Untuk hal-hal yang sekiranya akan digunakan oleh Satrio, Ocean bertanya satu atau dua kali untuk meminta pendapat. Selebihnya dia memilih sendiri segala sesuatunya dan langsung disetujui oleh Satrio.Hanya dalam seminggu rumah itu telah rapi dengan seluruh perabot pilihan Ocean mengisi seluruh ruangannya. Ocean memilih perabot fungsional dan dengan bijaksana membuat rumah itu menjadi terkesan hangat, elegan, dan menyenangkan. Tinggal menanyakan kepada Satrio kapan mereka bisa pindah secara resmi.Sejak Ocean meminta liburan ke vila, mereka memang tidak pernah kembali lagi ke rumah lama Satrio. Entah mengapa, Ocean begitu malas melihat rumah itu. Bukannya tidak indah, justru rumah lama Satrio bisa dikatakan mewah. Semua yang ada di sana meneriakkan rupiah yang tak bisa dibayangkan oleh Oc

  • Janji Kedua   49. Ingin Rumah Baru

    Satrio merasa harinya semakin menyenangkan. Ocean menjadi sangat manis dan manja serta tidak mau berpisah darinya untuk waktu yang lama. Pekerjaannya lancar dan apoteknya semakin besar. Entah apa yang sudah dilakukan Ocean hingga semuanya berkembang sepesat itu. Klinik bersalinnya juga tak luput dari campur tangan istrinya. Kebijakan baru yang diterapkan oleh Ocean terbukti mudah untuk dilakukan. Ocean juga menambahkan beberapa dokter praktik di sana dengan jadwal yang sudah dia tetapkan.Saat jam praktiknya telah selesai, Satrio masih duduk dalam ruang kerjanya untuk beristirahat sejenak sebelum menjemput Ocean dan pulang ke vila. Sudah hampir sebulan mereka tinggal di sana sementara Ocean membuat jadwal Satrio menjadi satu jam lebih awal. Satrio tersenyum sendiri menyadari kecerdasan istrinya. Ada saja caranya untuk memperoleh apa yang dia mau dan sejujurnya hal itu membuat Satrio senang.Menyelesaikan pekerjaan pada pukul delapan adalah hal yang sangat menyenangkan.

  • Janji Kedua   48. Janji Kedua

    Ketika waktu pemeriksaan tiba dan Dokter Suroso berhalangan hadir karena sakit, Ocean memeriksakan dirinya pada Dokter Ayu tanpa sepengetahuan Satrio. Hanya untuk mengetahui tentang dirinya sendiri, begitu yang dia pikirkan. Dokter Ayu pun tak keberatan membantunya untuk sekadar memeriksa. Saat itulah Ocean mengetahui bahwa dia memiliki tiga sel telur matang dan mestinya dia siap untuk proses kehamilan.Setelah mengucapkan terima kasih pada Dokter Ayu, Ocean keluar dari ruang praktiknya. Dia bergegas kembali ke apotek dan menunggu suaminya selesai bekerja. Kali ini perasaannya begitu ringan. Ocean tidak lagi memikirkan tentang kehamilan dan prosesnya yang selain membutuhkan waktu ekstra serta segala sesuatu yang serba lebih. Lebih di sini adalah waktu dan tenaga. Dia berpikir untuk menikmati banyak waktu dengan Satrio saja.Memasuki ruang kerjanya, Ocean melihat Satrio sudah berada di sana. Dia heran dan melirik jam di pergelangan tangannya. Baru pukul delapan dan Ocea

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status