Share

Bab 4

Author: Nikki
Kaivan menatap Lesya sambil tersenyum. Matanya penuh dengan kekaguman. "Cantik sekali. Gaun ini cocok banget sama kamu."

Keduanya saling memandang dari kejauhan dan mata mereka dipenuhi dengan cinta yang tak terselubung.

Jelas-jelas, yang datang untuk mencoba gaun pengantin adalah Kaivan dan Adeline. Namun, dengan adanya keberadaan Lesya sekarang, malah Adeline yang terlihat seperti pihak ketiga.

Adeline langsung mencengkeram ujung roknya. Seutas tali dalam otaknya yang disebut akal sehat tiba-tiba putus. Dia mengangkat ujung gaunnya dan berjalan perlahan menuju Lesya.

Melihat Adeline berjalan mendekat, senyum di bibir Lesya makin lebar. "Bu Adeline, gaun pengantinmu indah banget. Waktu melihat gaun pengantin itu, aku tiba-tiba ingin mencobanya. Kamu nggak keberatan, 'kan?"

"Plak!"

Adeline mengangkat tangan dan menampar Lesya, lalu menekankan kata-katanya. "Sekarang, kamu seharusnya sudah tahu aku keberatan atau nggak."

Raut wajah Kaivan langsung berubah, "Adeline, apa yang kamu lakukan!"

Dia melangkah maju dengan cepat dan langsung mendorong Adeline. Kemudian, dia mengangkat dagu Lesya untuk memeriksa apakah wajahnya terluka.

Gaun pengantinnya sangat kembang dan Adeline juga mengenakan sepatu hak tinggi setinggi 8-9 sentimeter. Berhubung didorong Kaivan, kakinya pun terpelintir dan dia langsung jatuh ke lantai. Rasa nyeri di pergelangan kakinya sama sekali bukan apa-apa jika dibandingkan dengan rasa sakit di hatinya.

Dulu, Kaivan akan merasa sedih ketika melihatnya meneteskan air mata. Sekarang, dia bahkan bisa main tangan terhadapnya demi wanita lain.

Kaivan sama sekali tidak menatap Adeline. Dia mengerutkan kening saat melihat wajah Lesya yang merah dan bengkak, lalu berkata dengan suara berat, "Aku akan bawa kamu ke rumah sakit."

Lesya menggeleng dan berusaha menekan rasa perih di wajahnya. "Pak Kaivan, aku baik-baik saja. Aku akan mengompresnya dengan es nanti. Kita harus ketemu klien pada pukul 11 dan nggak boleh terlambat."

Melihat kesabaran dan kekeraskepalaan di mata Lesya, Kaivan merasa geram, tetapi bukan terhadap Lesya, melainkan terhadap Adeline. Dia menoleh dan menatap Adeline yang duduk dengan menyedihkan di lantai, lalu memberi perintah, "Minta maaf!"

Adeline mendongak dan menjawab dengan tenang, "Kenapa aku harus minta maaf?"

"Kau sudah tampar orang tanpa alasan, bukannya kamu seharusnya minta maaf? Adeline, sejak kapan kamu berubah jadi wanita sembrono yang nggak tahu bedakan situasi?"

Kaivan terlihat marah dan menatap Adeline dengan berapi-api. Dia bahkan sepertinya merasa sedikit kecewa.

Adeline menahan rasa sakit di pergelangan kakinya, lalu berdiri sambil menggertakkan gigi dan menatapnya lurus-lurus. "Kaivan, kamu bilang aku berubah? Memangnya kamu nggak berubah?"

Kaivan pun tertegun. Sebelum dia sempat mengatakan apa-apa, Lesya di sebelahnya tiba-tiba meraih lengannya dan berkata dengan wajahnya dipenuhi rasa bersalah, "Pak Kaivan, jangan bertengkar dengan Bu Adeline. Ini salahku .... Aku nggak seharusnya mencoba gaun pengantin ini .... Maafkan aku ...."

Kaivan mengulurkan tangan untuk menyeka air matanya dan menyahut dengan lembut, "Ini bukan salahmu, kamu nggak perlu minta maaf. Yang seharusnya minta maaf itu orang lain."

Adeline ingin tertawa, tetapi matanya malah memerah. Delapan tahun bersama .... dan mereka akan menikah sebulan lagi, tetapi Kaivan malah menggunakan kata "orang lain" untuk menyebutnya ....

Melihat raut wajah Kaivan yang dingin, Adeline bahkan mulai ragu, apakah Kaivan benar-benar pernah mencintainya? Jika Kaivan pernah mencintainya, bagaimana mungkin dia begitu kejam? Jika Kaivan tidak mencintainya, apa gunanya semua perhatian yang Kaivan berikan padanya di masa lalu?

Setelah menghibur Lesya, Kaivan menoleh dan menatap Adeline dengan tatapan dingin dan kesal. "Kalau kamu nggak minta maaf sama Lesya, kita nggak perlu coba gaun pengantin lagi hari ini. Tunda saja pernikahannya."

Wajah Adeline langsung memucat. Dia menatap mata Kaivan dengan putus asa, seperti ingin menangis, tetapi malah tersenyum pahit. Lihat saja betapa Kaivan melindungi Lesya. Hanya karena dia menampar Lesya, pria ini mengancamnya untuk meminta maaf dengan menunda pernikahan.

Adeline merasa hatinya seperti ditusuk ribuan anak panah Dia sudah bisa membayangkan betapa besar rasa sakit yang akan dialaminya di masa depan jika dia berkompromi hari ini. Dia ...tidak ingin menyakiti dirinya sendiri lagi.

"Oke, berhubung kamu mau menundanya, tunda saja."

Suaranya tidak kuat, tetapi Kaivan dan Lesya bisa mendengarnya. Setelah itu, Adeline berbalik sambil mengangkat gaunnya. Dia menegakkan punggungnya dan berjalan tertatih-tatih menuju ruang ganti.

Melihat punggungnya, Kaivan mengerutkan kening dengan erat dan tatapannya terlihat sangat suram.

Kemudian, terdengar suara Lesya yang bertanya dengan hati-hati, "Pak ... Pak Kaivan, apa aku dalam masalah?"

Kaivan tidak menjawab, entah karena tidak mendengar pertanyaan itu atau apa.

Saat mengganti gaun pengantin dan melihat pergelangan kaki Adeline yang bengkak, karyawan toko itu berujar dengan terkejut, "Bu Adeline, kakimu bengkak. Aku akan ambilkan es batu untuk mengompresnya."

Adeline menunduk dan matanya tiba-tiba terasa panas. Tak disangka, seorang karyawan toko pengantin yang baru beberapa kali bertemu dengannya lebih peduli padanya daripada tunangannya. Apa pantas dia membuat dirinya terlihat begitu menyedihkan demi seorang pria?

Adeline menggigit bibirnya, lalu memaksakan seulas senyum kepada karyawan toko itu. "Oke, terima kasih."

"Nggak usah sungkan, ini tugasku."

Saat hendak menggantung kembali gaun pengantin Adeline dan pergi mengambil es batu, karyawan toko itu tiba-tiba melihat sesuatu yang berkilauan di lantai. Dia pun berjongkok untuk mengambilnya dan menemukan bahwa itu adalah gelang berliontin heksagram yang pernah dipakai Adeline sebelumnya.

Dia buru-buru berkata, "Bu Adeline, gelangmu jatuh ke lantai."

Ketika mendengarnya, Adeline yang sedang berganti pakaian pun berbalik. Saat melihat gelang itu, sorot matanya langsung berubah.

"Gelang itu sudah rusak dan nggak bisa dipakai lagi. Tolong bantu aku membuangnya."

Itu adalah hadiah ulang tahun yang diberikan Kaivan pada tahun ketiga mereka bersama. Gelang itu diukir dengan inisial nama mereka, diikuti dengan kata bahasa asing yang berarti selamanya.

Sebelumnya, Adeline merawat gelang itu dengan hati-hati. Tak disangka, gelang itu tiba-tiba rusak hari ini. Jika itu sebelumnya, dia pasti akan sangat sedih dan menganggapnya sebagai pertanda buruk. Sekarang ... dia tidak peduli meskipun gelang itu rusak ....

Karyawan toko ingin mengatakan bahwa gelang itu sangat mahal dan seharusnya bisa diperbaiki. Namun, ketika melihat wajah pucat Adeline, dia ragu sejenak dan mengurungkan niatnya. Dia menggantung kembali gaun pengantin itu, lalu berjalan pergi sambil membawa gelang itu.

Ketika tiba di depan tempat sampah dan hendak membuang gelang itu, tiba-tiba terdengar suara dingin seseorang dari samping. "Apa yang ada di tanganmu?"

Petugas itu pun terkejut. Saat berbalik dan melihat wajah Kaivan yang dingin, dia buru-buru menjawab, "Pak Kaivan, ini gelang Bu Adeline. Gelangnya putus waktu coba gaun pengantin. Dia bilang gelangnya nggak bisa dipakai lagi dan minta aku untuk membuangnya."

Mata Kaivan berkilat dingin. Tentu saja dia tahu itu adalah hadiah ulang tahun yang pernah diberikannya kepada Adeline. Berhubung dia memberi Lesya gelang yang sama persis, Adeline pun sengaja membuang gelang pemberiannya untuk memaksanya minta maaf?

Kaivan memicingkan mata dan seluruh auranya menjadi kelam. "Ini ...."

Sebelum Kaivan selesai berbicara, terdengar suara manis Lesya dari belakang. "Pak Kaivan, aku sudah selesai ganti baju."

Kaivan menghentikan tangannya di tengah udara, lalu menariknya kembali seolah tidak terjadi apa-apa. Kemudian, dia menoleh dan tatapannya berubah menjadi lembut. "Kalau sudah selesai, ayo pergi."

"Sebaiknya kita pamitan dulu sama Bu Adeline sebelum pergi. Oh iya, tadi apa yang mau kamu katakan pada karyawan toko?"

"Nggak apa-apa, kita nggak perlu menunggunya."

Lesya menatap karyawan toko itu dengan curiga, tetapi tidak lanjut bertanya. Dia tahu jelas sifat Kaivan. Jika Kaivan tidak ingin membicarakan sesuatu, lanjut bertanya hanya akan membuatnya kesal. Dalam beberapa tahun terakhir, dia sudah memanfaatkan hal ini untuk menimbulkan banyak konflik di antara Kaivan dan Adeline.

Setelah berganti pakaian, Adeline pun keluar. Kebetulan, Kaivan dan Lesya baru hendak pergi. Dari sudut matanya, dia menangkap punggung kedua orang yang berjalan berdampingan itu. Tangan Adeline perlahan mengencang, tetapi ekspresinya tetap datar.

Dulu, Adeline pernah membaca sebuah kalimat berisi "ketika sudah cukup kecewa pada seseorang, kamu akan memilih untuk pergi". Dia merasa kekecewaannya pada Kaivan sepertinya sudah hampir cukup besar untuk membuatnya pergi.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lita Suciati
cewek cina rata2.emang klo udh cinta, kaya ga punya harga diri...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 160

    Shinta dan Delon telah mencoba membujuk Christian berkali-kali, tetapi dia menolak untuk kembali dan mewarisi Grup Thomas. Delon merasa marah, tetapi juga tidak berdaya. Dia tidak mungkin mengikat putranya pulang secara paksa."Aku akan berikan kompensasi lain untuk Christian. Pokoknya, kamu harus erahkan gedung perkantoran itu kepada Adeline. Kalau nggak, jangan akui aku lagi sebagai ibumu!"Tanpa memberi Delon kesempatan untuk bicara, Anita langsung menutup telepon.Delon meletakkan ponselnya, lalu berpikir lama. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk mematuhi ucapan Anita. Salah satu alasannya adalah karena Anita masih memegang saham terbesar di Grup Thomas. Alasan lainnya adalah, kelak Grup Thomas ingin menjalin kerja sama yang lebih mendalam dengan Nusa Tech. Dengan memberi Adeline sedikit keuntungan sekarang, dia juga bisa menyuruh Adeline bernegosiasi dengan Kaivan demi Keluarga Thomas nantinya.Hanya saja, ketika membayangkan dirinya harus memberi Adeline gedung bagus yang lokasi

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 159

    Lesya menggigil tanpa sadar dan menatap Kaivan dengan takut."Pak Kaivan, aku mengerti ...."Lesya mengulurkan tangan untuk menyentuh perutnya. Dia belum bisa memberi tahu Kaivan mengenai kehamilannya. Jika tidak, dinilai dari kepribadian Kaivan, Kaivan pasti akan memintanya untuk menggugurkan kandungannya.Lesya harus menunggu sampai aborsi tidak dapat dilakukan lagi atau bayinya lahir. Setelahnya, dia baru bisa memberi tahu Kaivan. Memikirkan hal ini, dia pun memutuskan untuk tidak berulah dulu untuk sementara.Melihat wajah Lesya yang memucat, hati Kaivan pun melunak. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Pergilah."Lesya mengangguk, lalu berbalik dengan mata berlinang air mata. Saat dia sampai di pintu, suara Kaivan tiba-tiba terdengar dari belakangnya."Kalau kamu mau cari pekerjaan baru, aku bisa suruh orang untuk membantumu. Tapi, aku harap kamu ingat bahwa hubungan kita sudah berakhir."Lesya membeku dan menjawab, "Pak Kaivan, nggak usah. Aku bisa cari pekerjaan sendiri. Aku ngg

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 158

    Anita menepuk punggung Adeline dan berkata dengan lembut, "Kamu sudah begitu besar, tapi masih saja bersikap manja!""Sampai seberapa besar pun aku, aku selamanya adalah cucu Nenek. Di depan Nenek, aku tetap adalah anak kecil.""Benar juga."Winda tak kuasa menahan senyum ketika melihat keharmonisan nenek dan cucu itu. Sejak Adeline pindah ke rumah tua, Anita lebih sering tersenyum daripada biasanya. Sangat jelas bahwa Anita sangat menyayangi cucunya itu.Pada saat ini, di kantor presdir Nusa Tech. Joel mengetuk pintu dan masuk dengan memegang sebuah dokumen. "Pak Kaivan, akhir-akhir ini, Bu Adeline lagi cari tempat dan sepertinya berencana untuk sewa unit kantor. Tapi ...."Kaivan yang sedang menandatangani dokumen berhenti sejenak dan menatap Joel. "Tapi apa?""Orang-orang kita temukan bahwa Lesya pergi temui manajernya agen properti yang dicari Bu Adeline dengan pakai namamu."Setelah mendengar ucapan itu, tatapan Kaivan langsung berubah dingin. "Hubungi dia sekarang juga dan suruh

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 157

    Melihat pesan dari agen tersebut, mata Adeline agak melebar dengan sedikit tidak percaya. [ Cuma dalam semalam, semuanya sudah disewa? ]Jika hanya satu atau dua yang disewa, Adeline masih percaya. Namun, berhubung semuanya sudah disewa, itu justru terasa agak aneh.Setelah jeda panjang, agen itu akhirnya baru membalas lagi.[ Benar, semuanya sudah disewa. Selain itu, belakangan ini, di tempatku seharusnya nggak akan ada lagi unit kantor yang tersedia. Bu Adeline, sebaiknya kamu cari agen lain saja. ] Menyadari sikap pihak lain yang terasa lebih dingin daripada kemarin, Adeline mengerutkan kening. Dia merasa ada yang tidak beres, tetapi tidak bisa menjelaskannya. Namun, ada banyak agen properti di luar sana. Berhubung agen yang satu ini tidak dapat membantunya, dia hanya perlu mencari agen yang lain.Adeline mentransferkan 1,6 juta kepadanya dan mengirim pesan.[ Terima kasih sudah bantu aku cari apartemen selama beberapa hari terakhir. Ini tanda terima kasih kecil dariku. Aku harap

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 156

    Melihat Anita bangkit dan hendak pergi, Shinta segera berdiri dan ingin berdiskusi lagi dengannya. Namun, dia malah dihentikan oleh Winda."Nyonya Shinta, sebaiknya kalian pulang saja. Nyonya Anita perlu istirahat."Ekspresi Shinta langsung muram, tetapi dia tidak berani mengatakan apa pun kepada Winda. Bagaimanapun juga, Winda telah bekerja untuk Anita selama 30-40 tahun. Ucapannya sangat berpengaruh bagi Anita. Menyinggung Winda tidak ada gunanya bagi Shinta.Shinta menoleh ke arah Amanda dan berkata, "Amanda, ayo kita pulang!"Amanda mengangguk dan mengikuti Shinta keluar.Setelah masuk ke mobil, Shinta berseru marah, "Itu cuma Vila Harmoni kok! Apa hebatnya! Setiap kali datang menemuinya, aku harus menunduk padanya! Aku sudah muak dengan semua ini!"Mata Amanda bergetar sejenak. Kemudian, dia menunduk dan berujar, "Ibu, maaf. Kalau bukan karena aku, hari ini kamu juga nggak perlu datang ke rumah tua dan dibuat kesal sama Nenek."Melihat rasa bersalah dan sedih di wajah Amanda, Shin

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 155

    "Bu Shinta, selama kamu nggak cari masalah denganku, aku nggak punya keluhan atau pendapat tentangmu."Shinta mencibir. Ekspresinya dipenuhi rasa benci dan kesal."Keluhanmu terhadapku seharusnya nggak akan ada habisnya meski diceritakan selama tiga hari tiga malam, 'kan? Lagian, Amanda juga nggak salah. Meninggalkan Keluarga Thomas itu pilihanmu sendiri. Jangan bersikap seolah-olah orang lain yang bersalah padamu!"Adeline menatap mata Shinta dan merasa agak geli. Shinta masih sama persis seperti beberapa tahun yang lalu, selalu menuduhnya dengan tuduhan palsu tanpa peduli pada kebenarannya."Bu Shinta, aku nggak pernah nyesal karena meninggalkan Keluarga Thomas. Aku juga nggak merasa ada yang bersalah padaku. Kuharap kamu jangan asal berasumsi tentang pemikiranku."Sebagian alasan Adeline memutuskan hubungan dengan Keluarga Thomas memang karena Kaivan. Namun, sebagiannya lagi karena dia benar-benar sudah kecewa dengan anggota Keluarga Thomas."Oke! Aku mau tahu kamu bisa keras kepala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status