Mag-log in"Kamu!"Shinta langsung murka dan menatap Petra dengan geram. Setelah beberapa saat, dia mengalihkan pandangannya ke Adeline. "Adeline, kamu mau biarkan orang luar ejek ibumu seperti ini? Seburuk apa pun aku bersikap, orang luar tetap nggak berhak untuk kritik aku!"Adeline menatapnya. "Bagi kalian bertiga, bukannya aku juga orang luar?"Kapan Shinta pernah menganggap Adeline sebagai putrinya?Shinta mendengus. "Kalau saja kamu nggak begitu membangkang, aku nggak akan begitu membencimu.""Aku juga nggak butuh kamu menyukaiku. Kalian datang ke sini hari ini juga bukan untuk berdebat denganku, 'kan?"Sebelum Shinta sempat mengatakan apa-apa, Amanda tersenyum dan berkata, "Kak, kami datang untuk jenguk Nenek."Meskipun sedang berbicara dengan Adeline, mata Amanda terus tertuju pada Petra. Dia akhirnya ingat di mana dia pernah melihat Petra sebelumnya.Di sebuah pesta beberapa tahun yang lalu, dari kejauhan di lantai satu, Amanda pernah melihat Petra yang sedang mengobrol dengan seorang te
Setelah menelepon polisi, Winda menelepon Adeline. "Nona, orang yang diam-diam ganti obat Nyonya sudah ditemukan.""Pelakunya Endah?"Winda tercengang. "Emm, kok Nona tahu?""Sehari setelah Nenek kena strok, aku sudah suruh orang untuk selidiki orang-orang yang punya akses ke obatnya. Asistenku baru saja kirimkan hasil penyelidikannya. Putranya Endah kalah miliaran karena judi. Aku rasa itu sebabnya dia bisa disuap orang untuk ganti obat Nenek," jelas Adeline.Apabila Anita tidak lupa minum obat satu hari di bulan ini, hal ini mungkin akan dianggap sebagai kecelakaan. Untungnya ....Winda menyahut dengan marah, "Emm, aku sudah lapor polisi. Mereka akan segera datang untuk tangkap dia. Nanti mereka pasti akan tahu siapa dalang di balik semua ini!""Oke."Setelah menutup telepon, raut wajah Adeline menjadi muram. Sebenarnya, sudah ada orang yang dicurigainya. Kali ini, dalangnya berkemungkinan besar adalah Amanda atau Shinta. Bagaimanapun juga, Anita telah mengusir Amanda dari Grup Thoma
"Nggak apa-apa. Asal rencanaku berjalan lancar, kita sudah bisa tangkap orang yang celakai Nenek malam ini!" jawab Adeline.Winda mengangguk. "Baiklah. Kalau begitu, aku pulang dulu.""Emm."Sesampainya di rumah tua, Winda segera memanggil kepala pelayan dan beberapa orang lainnya ke ruang tamu."Kalian semua tahu Nyonya tiba-tiba strok beberapa hari yang lalu. Sekarang, aku panggil kalian semua kemari untuk beri tahu kalian bahwa itu bukan kecelakaan. Seharusnya ada orang yang sengaja mengganti obat Nyonya sehingga tekanan darahnya jadi nggak stabil dan akhirnya menyebabkan strok!"Begitu Winda selesai berbicara, semua orang saling memandang dengan tidak percaya. "Mustahil? Nyonya begitu baik terhadap kita. Siapa yang begitu nggak punya hati nurani!""Berani sekali dia celakai Nyonya! Begitu orang itu ditemukan, aku akan langsung patahkan tangannya!""Orang-orang seperti itu harus ditangkap dan dipenjara!"...Winda melirik reaksi orang-orang itu dan melanjutkan, "Nona Adeline curiga
Shinta mencibir, "Oke. Keluar, ya keluar. Jangan mohon padaku untuk kembali!"Seusai berbicara, Shinta meraih tasnya dan berjalan pergi dengan marah.Setelah Shinta pergi, Delon menatap Winda dan berkata, "Bi Winda, jangan pedulikan dia. Sifatnya memang begitu."Winda buru-buru berkata, "Tuan jangan ngomong begitu. Aku cuma seorang pembantu."Delon menghela napas, lalu menatap Anita yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan mulut bengkok dan mata yang agak menggantung. Matanya pun memerah. "Nggak ada yang sangka Ibu bisa tiba-tiba kena strok. Haih ... Bi Winda, maaf harus merepotkanmu untuk sementara ini. Ngomong-ngomong, apa Deddy sekeluarga pernah datang untuk jenguk Ibu?"Winda menggeleng. "Mereka nggak pernah datang.""Sudah kutahu Deddy memang nggak berperasaan. Ibu kandungnya sudah kena strok dari beberapa hari yang lalu, tapi dia bahkan nggak menunjukkan batang hidungnya. Dia benar-benar nggak manusiawi!"Melihat keresahan Delon, Winda hanya menunduk tanpa mengatakan apa-apa
Adeline berdiri dan membuka pintu. Petra berdiri di luar pintu diikuti oleh dua perawat pendamping. "Kamu ngapain ....""Aku sudah carikan dua perawat pendamping untuk Nenek. Ke depannya, kamu boleh datang kunjungi Nenek di malam hari. Untuk selebihnya, biarkan saja perawat pendamping ini yang jaga Nenek." "Nggak usah. Biar aku saja."Orang yang mencelakai Anita belum ditemukan. Dia tidak tenang apabila harus meninggalkan Anita dengan orang lain, apalagi orang asing."Kalau kamu lanjut bolak-balik antara firma hukum dan rumah sakit, tubuhmu nggak akan tahan. Lagian, kamu mungkin juga harus ketemu sama klien di siang hari. Aku nggak mau kamu kecapekan.""Nggak apa-apa. Lagian, situasi seperti ini nggak akan berlanjut lama kok. Paling lama juga cuma seminggu."Dalam seminggu, Adeline harus menemukan orang yang mencelakai Anita. Setelah itu, dia akan membiarkan orang lain merawat Anita. Petra mengerutkan kening dan berujar, "Jangan khawatir, kedua perawat pendamping ini sudah sering me
Adeline mengangguk. "Oke."Setelah Petra pergi, Adeline menoleh ke arah Winda dan bertanya, "Bi Winda, siapa saja pembantu di rumah tua yang tahu kamu selalu siapkan obat Nenek sesuai jumlah hari setiap bulannya?""Nona, aku sudah pikirkan hal ini dalam perjalanan kemari. Orang yang tahu soal ini seharusnya cuma kepala pelayan, Bi Juwita dan Jenny yang bekerja di dapur, sama kakak beradik bernama Enny dan Endah yang merawat Nyonya."Adeline mengerutkan kening. "Dari kelima orang ini, menurutmu siapa yang paling mencurigakan?"Winda menggeleng. "Aku juga nggak tahu .... Di antara mereka, yang paling terakhir masuk kerja itu Jenny. Tapi, dia juga sudah kerja di rumah tua selama delapan tahun. Menurut logika, mereka nggak mungkin celakai Nyonya ...."Biasanya, Anita bersikap sangat baik kepada semua orang. Jadi, tidak ada orang yang punya alasan untuk mencelakai Anita. "Baiklah, aku mengerti. Jangan beri tahu siapa pun soal obat Nenek yang lebih sebutir. Aku akan selidiki orang-orang ini







