Share

Bab 3

Author: Nikki
Saat menyadari tatapan Adeline, Lesya segera mengulurkan tangan untuk menutupi gelang itu. Matanya berkilat panik dan dia tanpa sadar bersembunyi di belakang Kaivan.

Kaivan menariknya ke belakang dan menatap Adeline. "Buat apa kamu menatap Lesya?"

Mata Adeline sedikit memerah. "Kaivan, kenapa kamu kasih Lesya gelang yang sama? Kamu jelas-jelas bilang gelang itu dibuat khusus untukku."

"Lesya melihatmu memakainya dan bilang dia sangat menyukainya. Aku nggak mungkin kasih gelangmu padanya, 'kan? Lagian itu cuma sebuah gelang. Sejak kapan kamu jadi orang yang berhati sempit?"

Ekspresi Kaivan dipenuhi dengan ketidaksabaran, seolah-olah dia sedang membicarakan hal sepele.

Rasa tidak percaya terpancar di mata Adeline. "Tapi, waktu kamu memberikannya padaku, kamu bilang ...."

Sebelum Adeline selesai berbicara, Kaivan sudah menyela dengan kening berkerut, "Adeline, memangnya hidup di masa lalu itu menarik, ya? Kamu sendiri juga sudah bilang itu waktu itu."

Kaivan paling membenci ketika Adeline mengungkit masa lalu. Sebab, itu akan mengingatkannya pada dirinya yang berulang kali gagal dalam membangun usaha dan masa-masa kelamnya.

Adeline memang menemaninya melewati semua masa kelam dan kegagalan saat itu. Namun, setelah bisnisnya sukses, Kaivan pun tidak ingin lagi mengingat masa-masa sulit itu dan perlahan-lahan merasa bosan pada Adeline.

Adeline menatapnya dengan tatapan sedih, bagaikan kaca yang hampir pecah. "Jadi, janji yang kamu buat bisa berubah dan diingkari dengan begitu saja?"

Kaiva menatapnya dengan dingin, "Aku pernah janji untuk menikahimu, jadi karena kamu mau menikah denganku, aku sudah setuju. Apa lagi yang kamu inginkan? Adeline, satu-satunya kesalahanku padamu adalah, aku tak lagi mencintaimu. Memangnya aku nggak punya hak untuk ambil keputusan mengenai siapa yang kucintai?"

Adeline mengedipkan matanya dan air matanya pun menetes. Ternyata setelah hati seorang pria berubah, janji yang dibuatnya juga tidak berlaku lagi, bagaikan istana pasir yang bisa dengan mudahnya roboh tertiup angin.

Cinta Kaivan bisa kandas, tetapi bagaimana dengan Adeline? Apa yang harus dia lakukan? Bagaimana dia bisa meyakinkan dirinya untuk melupakan masa-masa ketika mereka masih saling mencintai? Bagaimana dia bisa meyakinkan dirinya untuk menerima perubahan hatinya? Bagaimana dia bisa meyakinkan dirinya untuk melepaskan Kaivan dan juga melepaskan dirinya ....

Melihat Adeline menggigit bibir pucatnya tanpa berkata apa-apa, Kaivan merangkul Lesya dan berjalan pergi. Sosoknya pun menghilang di belokan.

Adeline mengedipkan matanya yang perih dan berdiri di sana cukup lama. Setelah menenangkan diri, dia baru berjalan kembali ke ruang privat.

Makan malam ini baru berakhir pada larut malam. Sampai melihat rekan kerja terakhirnya meninggalkan restoran, Adeline baru melaju pulang. Ketika tiba di rumah dan membuka pintu, ruangannya masih gelap. Seperti dugaannya, Kaivan tidak kembali.

Bayangan Kaivan dan Lesya yang berciuman di wastafel kembali muncul di benaknya. Rasa sakit yang mendalam juga muncul di hatinya. Dia memejamkan mata dan menahan air matanya.

Adeline berjalan ke meja rias, lalu membuka kotak perhiasan dan mengeluarkan gelang emas tulip dari dalam. Gelang yang dulunya membuat hatinya berbunga-bunga setiap kali melihatnya kini malah membuat hatinya terasa sakit. Berhubung gelang itu tidak lagi eksklusif, dia juga tidak perlu menyimpannya lagi.

Adeline menggigit bibirnya dengan perasaan getir dan melepaskan genggamannya. Gelang itu terlepas dari tangannya dan jatuh ke tempat sampah di bawahnya dengan mengeluarkan suara dentuman, tepat seperti dentuman kosong di dadanya saat melihat Lesya mengenakan gelang itu.

Selama beberapa hari selanjutnya, Kaivan tidak pulang. Adeline mengiriminya pesan setiap hari untuk mengingatkannya mencoba gaun pengantin pada hari Sabtu, tetapi Kaivan tidak membalas.

Pada Sabtu pagi, Adeline bangun, mandi, dan sedang merias wajah ketika menerima pesan dari Kaivan.

[ Aku sudah sampai di toko gaun pengantin. ]

Adeline pun bergegas pergi ke toko gaun pengantin. Ketika melihat Lesya yang sedang merangkul lengan Kaivan dengan manja, mata Adeline tanpa sadar menjadi dingin. "Kaivan, hari ini kita mau coba gaun pengantin. Buat apa kamu membawanya kemari?"

Kaivan terlihat santai, seolah-olah tidak merasa ada yang salah. "Setelah coba gaun pengantin, aku dan dia mau pergi bahas kerja sama. Buat apa kamu permasalahkan hal sepele seperti ini?"

"Hal sepele? Di matamu, ini benar-benar cuma masalah sepele?"

Pada hari mereka mencoba gaun pengantin, Kaivan membawa datang selingkuhannya untuk membuatnya sakit hati. Apakah dia juga akan membiarkan Lesya menghadiri resepsi pernikahan mereka?

Lesya melepaskan lengan Kaivan dan bersikap agak panik. "Pak Kaivan, sudah kubilang aku nggak seharusnya datang .... Sebaiknya aku kembali ke perusahaan dulu .... Habis kamu selesai coba gaun pengantin, aku baru ...."

"Nggak perlu." Kaivan berbalik untuk menatap Adeline suaranya menjadi dingin. "Kamu mau coba atau nggak? Aku sangat sibuk dan nggak punya waktu untuk dihabiskan bersamamu di sini."

Adeline mengenal Kaivan dengan baik. Ketika dia mengerutkan kening, itu berarti dia sudah sangat tidak sabar. Jika Adeline mengatakan dirinya tidak ingin mencoba sekarang, Kaivan pasti akan langsung berbalik dan pergi.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Adeline berbalik dan berjalan masuk ke toko gaun pengantin. Begitu dia melangkah masuk, karyawan toko segera menghampirinya dengan senyum lebar. Saat melihat Kaivan di belakang Adeline dan Lesya di samping Kaivan, ada sedikit keterkejutan di matanya, tetapi dia masih tetap tersenyum.

"Pak Kaivan, Bu Adeline, selamat pagi. Gaun pengantin yang kalian pesan sudah sampai. Mari kubawa kamu pergi mencobanya."

Adeline pernah belajar sedikit tentang desain sebelumnya. Dia menghabiskan setengah tahun untuk menyelesaikan desain gaun pengantin ini di bawah bimbingan seorang desainer ternama dalam negeri. Upaya yang dicurahkannya dalam hal ini sangatlah banyak.

Namun, semua harapannya sudah pupus saat dia melihat Lesya. Sekarang, dia hanya berusaha untuk menyelesaikan tugasnya. Dia mengangguk dengan lelah. "Oke."

Kemudian, Adeline mengikuti karyawan toko pergi ke area pengantin dan langsung melihat gaun pengantinnya di tengah ruang pameran.

Gaun pengantin itu bermodel kemban. Bagian atasnya dihiasi bordir bunga tulip favoritnya yang disulam di atas renda Prancis. Bunga-bunga itu terlihat nyata, seolah-olah tumbuh di permukaan renda.

Deretan mutiara sehalus bintang melingkar di bagian pinggang dan berkilauan indah di bawah cahaya lampu. Bagian depan roknya terbuat dari satin berkualitas tinggi, sedangkan bagian belakangnya terdiri dari tiga lapis ekor panjang yang mengombinasikan satin dan renda sehingga terasa ringan dan anggun. Adeline hampir tidak bisa mengalihkan pandangannya.

"Bu Adeline, gaun pengantin ini baru saja diantar kemari pagi ini. Waktu melihatnya, ada beberapa pelanggan yang ingin mencobanya. Kamu pasti akan terlihat sangat cantik waktu memakainya."

Lesya juga melirik gaun pengantin itu. Matanya berbinar dengan keterpukauan sekaligus iri. Dia menimpali, "Iya, cakep banget! Dengar-dengar, Bu Adeline yang mendesain gaun pengantinnya. Bu Adeline benar-benar berbakat! Benar nggak, Pak Kaivan?"

Saat mendengar suara mentel Lesya, Adeline pun merasa mual. Baru saja dia berbalik untuk berbicara, dia malah melihat Kaivan menunduk dan menatap Lesya dengan lembut, lalu mengulurkan tangan untuk mengelus kepalanya.

"Kamu juga nggak buruk. Kalau nggak, mana mungkin kamu bisa jadi sekretarisku."

Lesya memelototinya. "Kamu cuma mengolok-olokku."

Dalam sekejap, Adeline tiba-tiba tidak ingin mengatakan apa-apa. Apa lagi yang bisa dia katakan? Lesya bisa datang ke tempat ini untuk membuatnya muak sebenarnya karena Kaivan yang memberinya keberanian itu.

Ini jelas adalah pertama kalinya karyawan toko menghadapi situasi memalukan seperti ini. Dia dengan hati-hati bertanya, "Bu Adeline ... apa kamu masih mau coba gaun pengantinnya?"

Adeline berbalik dan menjawab dengan tenang, "Mau."

Karyawan toko itu dengan hati-hati melepas gaun pengantin dari gantungan dan membawa Adeline ke ruang ganti. Berhubung ada renda dan tali di bagian belakang gaun pengantin, gaun ini lebih rumit untuk dikenakan hingga butuh waktu lebih dari sepuluh menit.

Adeline sangat cantik. Dengan kulit putih dan fitur wajahnya yang indah, dia terlihat anggun dan memikat layaknya bunga teratai yang mekar sempurna. Jika tidak, Kaivan tidak akan jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Dia yang mengenakan gaun pengantin bahkan terlihat lebih memukau lagi.

Karyawan toko membantunya merapikan ujung gaunnya sambil berkata, "Bu Adeline, kalau aku ini bukan seorang perempuan, aku pasti akan terpesona olehmu."

Adeline menunduk dan memaksakan seulas senyum. "Terima kasih."

Melihat suasana hatinya sedang buruk, karyawan toko itu menghela napas dalam hati dan tidak berani berbicara lagi.

Ketika tirai ruang ganti dibuka, Kaivan sedang menunduk untuk membalas pesan pelanggan di LINE, sedangkan Lesya entah pergi ke mana.

Karyawan toko pun memanggil Kaivan. "Pak Kaivan, Bu Adeline sudah selesai kenakan gaun pengantinnya."

Kaivan mengangkat kepala tanpa minat dan melirik Adeline. "Biasa saja."

Dia benar-benar merasa tidak ada yang terlihat istimewa. Bagaimanapun juga, sekarang dia tidak menaruh perasaan apa pun pada Adeline. Meskipun Adeline berdiri telanjang di depannya, dia juga sama sekali tidak tertarik.

Adeline merasa sedikit kecewa.

Di tahun pertama mereka bersama, mereka sudah mendiskusikan gaun pengantin seperti apa yang akan dia kenakan saat menikah nanti. Kaivan berkata bahwa Adeline adalah wanita paling cantik tidak peduli apa pun yang dikenakannya. Ketika Adeline mencoba gaun pengantin, dia pasti akan sangat terharu hingga berlinang air mata. Sebab, dia akhirnya bisa menikahi Adeline.

Itu hanyalah masalah sepele. Kaivan seharusnya sudah melupakannya sejak lama.

Delapan tahun memang waktu yang lama, juga cukup lama bagi seseorang untuk jatuh cinta pada orang lain. Namun, waktu Itu juga cukup lama untuk perlahan-lahan menghilangkan rasa suka seseorang terhadap orang lain.

Karyawan toko menyadari suasana aneh di antara keduanya dan hendak menengahinya. Tiba-tiba, tirai ruang ganti di seberangnya pun terbuka. Lesya yang mengenakan gaun pengantin tersenyum dan menatap Kaivan dengan santai.

"Pak Kaivan, aku nggak nyangka gaun pengantin yang kamu pilih begitu pas. Gimana?"
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 100

    Petra tidak menghiraukan ucapannya, melainkan langsung berterus terang, “Aku punya teman. Dia seorang pengacara yang kaya akan pengalaman. Hari ini, dia baru mengundurkan diri dari firma hukum tempat dia bekerja. Apa kamu kekurangan pengacara perceraian?”“Kurang sih nggak kurang, tapi kalau tambah satu juga bukan masalah. Orang yang bisa kamu rekomendasi langsung juga nggak banyak. Cowok atau cewek?”“Cewek.”Ketika mendengar ucapan Petra, orang di ujung telepon langsung merasa girang. “Lho, pacar?”Jakun Petra bergerak. Suaranya terdengar semakin rendah lagi. “Bukan.”“Jadi, kamu lagi mengejarnya? Kamu mengejar cewek, malah jadiin aku buat cari muka, bahkan nggak kasih keuntungan apa pun buat aku. Bukannya kamu cukup keterlaluan?”Petra bersandar di sofa dengan sikap malas-malasannya. “Keuntungan apa yang kamu inginkan?”“Pinjam aku setir mobil Rolls-Royce Cullinan edisi terbatas di garasi mobilmu itu.”“Buat kamu.”“Serius?” Nada bicara orang di ujung telepon tiba-tiba naik beberapa

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 99

    Petra merasa syok ketika melihat kotak kardus di tangannya.“Apa kamu sudah mengundurkan diri?”Adeline mengangguk. “Tergolong iya.”“Apa belakangan ini kamu berencana untuk cari pekerjaan baru?”“Masih belum. Nanti saja setelah aku istirahat beberapa saat dulu.”Sebelum masalah Adeline dan Kaivan diatasi sepenuhnya, tidak peduli pekerjaan apa yang dicari Adeline, Kaivan pasti akan merusaknya lagi. Apalagi sebelumnya Wildan sempat membahas Adeline bisa melanjutkan studi S2-nya. Dia juga sedang mempertimbangkan masalah ini.Saat kuliah, prestasi dan profesi Adeline sangat bagus. Tadinya dia bisa melanjutkan studi S2 tanpa ujian masuk, tetapi berhubung Kaivan sedang sibuk merintis kariernya dan membutuhkan sokongan dana, itulah sebabnya Adeline langsung bekerja setelah tamat kuliah. Dia melakukannya demi mendukung Kaivan merintis kariernya.Tidak melanjutkan studi S2 adalah simpul di hati Adeline. Kebetulan sekarang Adeline memiliki kesempatan ini. Dia pun berencana untuk mempertimbangka

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 98

    “Nyonya, Nona Adeline sudah keluar.”Shinta memandang ke sana dan dia benar-benar telah melihat Adeline. Dia sedang memeluk kotak kardus, lalu berjalan dengan sangat pelan.Dari kondisinya, sepertinya Adeline sudah dipecat dari firma hukum. Dia benar-benar tidak berguna!Jika teman bermain mahjong Shinta tahu Adeline dipecat, entah bagaimana mereka mentertawakan Shinta dari belakang.Shinta menekan amarah di hatinya. Dia membuka pintu, lalu berjalan ke hadapan Adeline. “Tadi kamu begitu ketus ketika di telepon. Aku kira kamu itu hebat sekali. Alhasil, sekarang kamu malah dipecat. Apa yang bisa kamu lakukan selain mempermalukan wajah Keluarga Thomas?”Tidak disangka, saat ini Shinta akan menunggu di lantai bawah dengan begitu lama. Terlintas rasa syok di dalam tatapan Adeline. Tatapannya seketika menjadi datar.“Bu Shinta, aku perlu peringati kamu lagi. Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Thomas, ‘kan? Kamu nggak usah cemasin aku. Meskipun aku mempermalukanmu, aku juga nggak akan m

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 97

    Setelah mengurus surat pengunduran diri, waktu sudah mendekati pukul enam. Adeline menutup komputernya, lalu berpamitan terhadap Henry dan Nayla. Dia memeluk kotak kardus dan berjalan ke luar firma hukum.Henry mengejarnya. “Bu Adeline, aku antar kamu ke bawah.”“Nggak usah. Barang-barangku ini nggak berat. Kelak kamu bekerja dengan baik. Usahakan bisa menangani kasus sendiri.”“Emm.” Raut wajah Henry kelihatan ragu. Sepertinya ada yang ingin dia katakan. Pada saat ini, lift pun tiba.Adeline mengangkat kelopak matanya untuk menatap Henry. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai jumpa.”“Bu Adeline ….”Belum sempat Henry menyelesaikan omongannya, tiba-tiba terdengar suara panggilan Nora. “Henry, kamu dicari Pak Wildan.”Pada saat ini, Adeline juga sudah memasuki lift. Setelah menekan tombol lantai satu, Adeline pun melambaikan tangannya dan tersenyum terhadap Henry. “Sudahlah, Pak Wildan mencarimu. Cepat pergi sana.”Pintu lift ditutup secara perlahan. Terlintas rasa gagal di wajah Henry

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 96

    Ketika melihat Henry berdiri, lalu hendak berjalan ke ruang kerja Wildan, Adeline segera menariknya.“Kecilkan suaramu. Masalah ini nggak ada hubungannya sama Pak Wildan. Nggak ada gunanya juga kamu mencarinya.”“Tapi jelas-jelas kamu nggak melakukan kesalahan apa-apa, kenapa kamu malah mesti mengundurkan diri?”“Kamu duduk dulu.”Henry ragu sejenak. Pada akhirnya, dia pun menuruti apa kata Adeline untuk duduk.“Kamu jangan pergi cari Pak Wildan. Dia juga merasa serbasalah. Lagi pula, aku mengundurkan diri juga karena masalah pribadiku sudah mempengaruhi pekerjaannya. Masalah ini nggak ada hubungannya sama Pak Wildan.”“Kalau kamu mengundurkan diri, nggak ada pengacara lagi yang bisa ajari aku. Sebentar, pasti ada cara lain lagi.”Kalau tidak bisa, Henry terpaksa menurunkan egonya untuk memohon terhadap orang tuanya ….“Pengacara lain di firma hukum juga sangat profesional, Selain itu, Pak Wildan kenal dengan banyak pengacara. Dia pasti akan segera mencarikan pengacara baru untuk menga

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 95

    “Kamu!”Raut wajah Shinta kelihatan muram. Dia pun langsung tersenyum dingin. “Bagus sekali. Gara-gara terlantar beberapa tahun di luar sana, kamu malah jadi jago bicara. Kamu memang nggak berpendidikan sama sekali!”Ternyata keputusan Shinta untuk memilih Amanda waktu itu adalah keputusan yang benar. Jika tidak, dia pasti akan mati karena mesti menghadapi Adeline setiap hari!“Aku nggak berpendidikan juga karena orang tuaku nggak berpendidikan. Mereka melahirkanku, tapi nggak membesarkanku. Mereka memang nggak pantas untuk jadi orang tua.” Selesai berbicara, Adeline langsung memutuskan panggilan.Shinta mendengar nada operator panggilan sibuk dari ujung telepon. Raut wajahnya pun kelihatan pucat. Dia berkata dengan gusar, “Coba telepon lagi!”Shinta ingin bertanya bertanya sejak kapan dia tidak membesarkan Adeline? Waktu itu, setelah menjemput Adeline kembali ke rumah Keluarga Thomas, semua yang dimakan dan dipakai Adeline juga tidak berbeda dengan Amanda, ‘kan?Jika bukan karena Adel

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status