Home / Romansa / Jatuh Terlalu Jauh / Bukan Urusanku

Share

Bukan Urusanku

Author: Win
last update Last Updated: 2021-08-25 00:03:40

Meskipun tidak ada jendela di kamar ini yang memberitahukanku bahwa matahari telah terbit, aku tahu aku telah kesiangan. Aku kelelahan karena menyetir ditengah kemacetan kota dan derap kaki ditangga selama berjam-jam setelah aku berbaring hingga tertidur pulas. Aku duduk dan menyalakan saklar lampu di dinding. Bola lampu kecil menerangi kamar dan aku meraih ke bawah ranjang untuk menarik koperku.

Aku perlu mandi dan aku perlu memakai kamar kecil. Mungkin semua orang masih tertidur dan aku bisa menyelinap ke kamar mandi tanpa ada seseorang yang mengetahuinya. Jafin tidak menunjukkan padaku dimana kamar mandinya kemarin malam.

Aku meraih celana dalam bersih dan sebuah celana pendek hitam dan tank top putih. Jika aku beruntung, Aku bisa segera keluar dari kamar mandi sebelum Rudy turun ke lantai bawah. Aku membuka pintu yang menuju ke dapur kemudian berjalan melewati deretan rak yang menyimpan banyak makanan lebih dari yang dibutuhkan semua orang. Aku perlahan memutar kenop pintu dan dengan mudah itu terbuka. Lampu dapur mati dan satu-satunya cahaya berasal dari sinar matahari yang masuk melalu jendela  besar yang mengarah ke lautan. Jika aku tidak begitu ingin buang air kecil aku akan menikmati pemandangan itu beberapa saat. Tapi kebutuhan alam sudah memanggil dan aku harus pergi. Rumah ini sunyi. Botol minuman mengotori rumah, bersama dengan sisa makanan dan beberapa potong pakaian.Aku akan membersihkannya. Jika aku ternyata lebih berguna mungkin aku diijinkan tinggal hingga aku dapat kerja.

Aku perlahan membuka pintu pertama yang kudatangi, khawatir bisa saja itu kamar tidur. Ternyata itu hanya tempat menyimpan baju. Menutup pintu, aku kembali menuju ke ruangan yang menuju ke tangga. Jika hanya satu-satunya kamar mandi disini gabung dengan kamar tidur maka aku pasti sial. Kecuali...mungkin diluar sana ada satu kamar mandi yang digunakan orang-orang setelah seharian di pantai. Rita pasti mandi dan memakai kamar kecil juga.

Berbalik dan menuju ke dapur dan dua pintu kaca yang terbuka tadi malam.Menatap sekeliling, aku melihat ada tangga turun dan menuju bawah rumah. AKu mengikutinya.

Di bawah rumah ada dua pintu. Aku membuka salah satunya ada jaket keselamatan, papan seluncur dan pelampung menutupi dinding. Aku menutupnya kembali dan membuka pintu yang lain. Bingo.

Sebuah toilet di satu sisi dan shower kecil ada di sisi lain ruangan itu. Shampo, kondisioner dan sabun berjajar dengan handuk bersih.

Setelah selesai mandi dan berpakaian aku menggantung handuk di ujung shower. kamar mandi ini jarang digunakan. Aku bisa memakai handuk yang sama sepanjang minggu dan mencucinya di akhir pekan. Jika aku tinggal disini untuk waktu yang lama.

Aku menutup pintu di belakangku dan berjalan menuju lantai atas. Bau air laut begitu mengagumkan. Saat aku sampai di atas, aku berdiri didepan pagar dan menatap air. Ombak memecah pantai pasir putih. Ini adalah pemandangan paling indah yang pernah kulihat.

Ibu dan aku pernah berbicara tentang pergi kepantai bersama-sama suatu hari nanti. Setiap musim dingin yang begitu dingin, kami duduk di dalam rumah dan merencanakan liburan musim panas kami ke pantai. Kami tidak pernah bisa melakukannya dan kemudian dia sakit.Kami tetap merencanakannya. Itu membantu untuk mimpi besar kami.

Sekarang aku berdiri disini menatap ombak yang hanya bisa kami bayangkan. Ini bukanlah liburan yang kami rencanakan tapi aku disini melihatnya untuk kami berdua.

"Pemandangan itu tidak akan pernah membosankan." Suara Rudy mengejutkanku. Aku berbalik untuk melihat Rudy usng bersandar di pintu. Telanjang dada.

Oh. My.

Aku tidak bisa berkata-kata. Satu-satunya dada telanjang seorang pria yang pernah kulihat adalah Bobi. Dan itu terjadi sebelum ibuku sakit, ketika aku punya waktu untuk berkencan dan bersenang-senang. Dada Bobi yang berusia 16 tahun tidak ada apa-apanya dibanding dengan dada bidang, berotot di depanku. Dia bahkan punya six pack di perutnya.

"Kau sedang menikmati pemandangan?" Mata gelinya tidak membuatku ingin lari. Aku mengalihkan tatapanku untuk melihat senyuman di bibirnya. "Jangan biarkan aku mengganggumu. Aku juga sedang menikmatinya." Jawabnya, kemudian menyesap secangkir kopi ditangannya.

Wajahku memanas dan aku tahu wajahku memerah. Berbalik, aku menatap pada lautan. Sungguh memalukan.Aku mencoba agar pria ini membiarkan aku tinggal sedikit lebih lama. Meneteskan air liur bukanlah hal yang baik. Tawa kecil di belakangku hanya membuat segalanya lebih buruk. Dia menertawkanku. Fantastis.

"Disini kau rupanya. Aku merindukanmu di ranjang pagi ini." Suara lembut seorang wanita datang dari belakangku. Ingin tahu lebih yang terjadi dan aku pun berbalik. Seorang gadis yang hanya memakai bra dan celana dalam merapatkan dirinya pada tubuh Rudy dan menjalankan kuku panjang merah mudanya di dada Ruduy. Aku tidak menyalahkannya karena menyentuh dadanya. Aku pun sangat tergoda.

"Waktunya kau pergi." Jawabnya sambil mengangkat tangan gadis itu dari dadanya dan menjauh darinya. Aku melihat saat dia menunjuk ke arah pintu depan.

"Apa?" Tanya gadis itu. Ekspresi kebingungan diwajahnya seolah mengatakan dia tidak mengharapkan ini.

"Kau sudah dapat apa yang kau inginkan, sayang. Kau mendapatkannya. Sekarang aku sudah selesai."

Nada dingin dalam suaranya mengejutkanku. Apa dia serius?

Gadis itu menghentakkan kakinya. Rudy menggelengkan kepalanya dan menyesap lagi kopi dari cangkirnya.

"Kau tidak bisa lakukan ini padaku. Semalam begitu mengagumkan, Kau tahu itu." Gadis itu meraih lengannya dan dia dengan cepat menghempaskannya.

"Aku sudah memperingatkanmu semalam ketika kau memohon padaku dan melepas pakaianmu bahwa ini hanya akan satu malam saja. tidak lebih."

Aku mengalihkan perhatianku pada gadis itu. Waajahnya marah dan membuka mulutnya untuk berdebat tapi menutupnya lagi. Dengan hentakan kakinya dia berjalan keluar rumah.

Aku tidak percaya apa yang baru saja kulihat. Apa seperti ini cara orang-orang ini bersikap? Satu-satunya pengalaman pacaran yang kumiliki hanyalah bersama Bobi. Meskipun kami tidak pernah tidur bersama, dia selalu berhati-hati dan bersikap manis padaku.

"Jadi, bagaimana tidurmu semalam?" Tanya Rudy seolah tidak terjadi apa-apa.

Aku mengalihkan pandanganku dari pintu dimana gadis itu pergi dan melihatnya. Apa yang mempengaruhi gadis itu untuk tidur dengan seorang yang mengatakan hal seperti itu padanya? tentu saja, Rudy punya tubuh yang akan membuat model pakaian iri dan matanya itu bisa mebuat seorang gadis menjadi gila. Tapi tetap saja. Dia begitu kejam.

"Apa kau sering melakukannya?" Tanyaku sebelum aku bisa menghentikan diriku sendiri.

"Apa? Bertanya apakah seseorang tidur nyenyak?" Rudy mengangkat alisnya.

Dia tahu apa yang aku tanyakan. Dia menghindarinya. Ini bukan urusanku. Aku harus menjauh.

"Tidur dengan seorang gadis dan membuangnya seperti sampah?" Tanyaku. Aku menutup mulutku, terkejut dengan kata-kata yang baru saja aku ucapkan. Apa yang telah aku lakukan? Mencoba untuk mendapatkan penjelasan?

Rudy meletakkan cangkirnya pada meja disampingnya dan duduk. Dia bersandar sambil meregangkan kaki panjangnya. Kemudian menatapku. "Apakah kau selalu ikut campur hal yang bukan urusanmu?"

"Tidak pernah, tidak. Aku minta maaf." Kataku dan buru-buru masuk ke dalam. Aku tidak ingin memberinya kesempatan untuk mengusirku keluar. Aku butuh kamar di bawah tangga itu paling tidak selama dua minggu.

Aku menyibukkan diri dengan membersihkan gelas kotor dan botol bir. Tempat ini perlu dibersihkan dan aku bisa melakukannya sebelum aku mendapat pekerjaan. AKu hanya berharap dia tidak mengadakan pesta seperti ini setiap malam. 

"Kau tidak perlu melakukannya. Rita akan datang besok."

Aku memasukkan botol yang kukumpulkan ke dalam tempat sampah dan kemudian menatapnya.

"Aku pikir aku bisa membantu."

Rudy tersenyum. "Aku sudah punya asisten rumah tangga. Aku tidak akan menambahkan satu lagi jika itu yang kau pikirkan."

Aku menggelengkan kepala. "Tidak. Aku tahu. Aku hanya ingin membantu. kau mengijinkanku tidur di rumahmu semalam."

Rudy berjalan mendekat dan berdiri di depan lemari menyilangkan tangan di depan dadanya. "Tentang itu, kita harus bicara."

Oh, sial. Ini dia. 

"Oke." jawabku.

Rudy mengerutkan dari dan detak jantungku bertambah cepat. 

"Aku tidak suka ayahmu. Dia adalah parasit. Ibuku selalu saja bersama pria seperti dia. Itu adalah bakatnya. Tapi kupikir kau sudah tahu hal ini. Yang membuatku curiga, kenapa kau datang minta tolong padanya padahal kau tahu dia seperti apa?"

Aku ingin mengatakan padanya bahwa ini bukanlah urusannya. Kecuali pada kenyataan bahwa aku membutuhkan bantuannya membuat hal ini menjadi urusannya. Dia layak tahu mengapa dia membantuku. Aku tidak ingin dia berpikir aku juga parasit.

"Ibuku baru saja meninggal. Dia sakit kanker. Ditambah 3 tahun perawatan. Satu-satunya yang kami miliki hanya rumah nenek yang diwariskan untuk kami. Aku harus menjual rumah dan semuanya untuk membayar perawatan ibu. Aku tidak pernah bertemu ayahku sejak dia meninggalkan kami 5 tahun lalu. Tapi hanya dia satu-satunya keluarga yang kumiliki. Aku tidak punya keluarga lain untuk dimintai tolong. Aku butuh tempat tinggal sampai aku punya pekerjaan dan mendapat gaji. Kemudian aku bisa pindah. Aku tidak berniat untuk tinggal lama. Aku tahu ayahku tidak ingin aku ada disini." Aku mengeluarkan tawa miris. "Meskipun aku tidak pernah berharap dia akan pergi sebelum aku datang."

Tatapan Rudy tetap kuat ke arahku. Aku lebih suka informasi ini tidak diketahui siapa pun. Aku bercerita pada Bobi tentang kepergian ayahku yang begitu menyakitkan. Kehilangan saudari dan ayahku menjadi hal terberat bagiku dan ibu. Lalu Bobi ingin lebih dan aku tidak bisa menjadi orang yang dia butuhkan. Aku harus menjaga ibuku yang sakit. Aku melepaskan Bobi agar dia bisa berkencan dengan gadis lain dan bersenang-senang. Aku hanya menambah beban beratnya. Persahabatan kami tetap berjalan tapi aku tahu kalau pria yang aku cintai itu hanya akan menjadi kenangan masa kecil.

"Aku turut berduka tentang ibumu." Rudy akhirnya menjawab. "Kau bilang dia sakit selama 3 tahun, jadi sejak kau berusia 17 tahun?"

Aku mengangguk, tidak yakin apa lagi yang harus kukatakan.

"Kau berencana mencari kerja dan tempat tinggal untukmu." Dia tidak bertanya. "Kamar di bawah tangga itu milikmu selama sebulan. Kau bisa mencari kerja dan mendapat cukup gaji untuk mendapat sebuah apartemen. Jika orangtua kita kembali sebelum waktu yang kuperkirakan aku harap ayahmu bisa membantumu."

Menghembuskan nafas lega "Terima kasih."

Rudy menatap pada belakang dapur yang mengarah tempatku tidur. Kemudian kembali menatapku. "Aku harus melakukan sesuatu. Semoga beruntung dalam mencari pekerjaan." Katanya lalu meniggalkan meja dan pergi.

Aku tidak punya bensin di trukku tapi aku punya kamar. Aku juga masih punya seratus rubu rupiah. Aku bergegas ke kamar untuk mengambil dompet dan kunci. Aku harus mencari kerja secepat mungkin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Terlalu Jauh   Akhir Dari Segalanya

    Aku benar-benar ingin keluar dari rumah. Rudy tidak ingin aku membawa keenan keluar sejak aku adalah sumber makanan bagi Keenan. Dia tetap menolak menggunakan botol bayi. Keenan hanya ingin aku. Sama seperti ayahnya yang sangat protektif terhadap kami berdua jika ada orang lain yang datang untuk menggendongnya.Minggu pertama saat kami pulang ke rumah sangat mudah. Aku kelelahan dan Keenan tidak tidur saat malam jadi aku terjebak bersamanya di tempat tidur saat siang hari. Aku merasa tidak enak karena tidak pergi ke pemakaman ayah Raka. Raka dalah temanku dan aku tidak suka melihatnya bersedih karena dia kehilangan ayahnya. Rudy meyakinkanku kalau Raka akan baik-baik saja.Aku menaruh Keenan di sofa saat dia tidur di ruang keluarga, aku akan menggunakan waktu itu untuk melakukan beberapa yoga. Aku ingin mengembalikan tubuhku sama seperti aku belum hamil Keenan.Bell pintu berbunyi sebelum aku bisa membuka vidionya jadi aku menyimpan kembali ponselku

  • Jatuh Terlalu Jauh   Keenan Rudy Adhitama

    Dia sangat sempurna. Rudy menghitung jari kaki dan jari tangannya dan aku mengecup salah satu tangannya. Dia juga sangat kecil. Aku tidak tahu kalau seorang bayi bisa sangat sekecil ini."Kita harus memutuskan sebuah nama untuknya sekarang." Kataku melihat Rudy setelah aku akhirnya di pindahkan ke ruangan perawatan.kami sudah melihat beberapa ide untuk sebuah nama tapi tidak ada yang cocok. jad kami memutuskan untuk menunggu hingga saatnya dia lahir dan memberinya sebuah nama saat melihatnya."Aku tahu, kita sudah melihatnya sekarang. Kita harus memberinya nama. Apa yang kau pikirkan?" Tanya Rudy."Aku pikir dia terlihat cocok dengan Joshua." Kataku dan tersenyum padanya. Rudy terlihat tidak menyukai nama itu."Kau memikirkan kakakmu?" Tanya Rudy.Aku tersenyum konyol padanya. "Aku ingin namamu ada padanya tapi jika kita menamainya Joshua itu akan terdengan aneh."Rudy terlihat bahagia. Dia menyukai ide tentang namanya ada pada bayi

  • Jatuh Terlalu Jauh   Seorang Bayi Laki-laki

    Aku sangat ketakutan. Dan itu tidak membantu ketika aku berbalik ke arah Rudy dan dia sudah terlihat panik dan lebih takut. Aku butuh dia untuk lebih tenang. Aku sudah cukup lelah dengan bereriak karena kesakitan.Rasa sakit lainnya kembali datang dan aku memegang dengan erat pinggiran tempat tidur rumah sakit dan membiarkan air mata keluar. Terakhir kali perawat datang dan mengecek aku baru pembukaan tujuh. Aku butuh sampai ke pembukaan sepuluh."Apakah aku harus pergi memangil perawat? Apakah kau membutuhkan es? Kau ingin meremas tanganku?" Rudy tetap bertanya padaku. Aku tahu dia bermaksud untuk membuatku merasa lebih baik tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak peduli. Aku meremas bajunya dan menariknya agar wajahnya dekat padaku."Aku bersyukur karena aku tidak punya pistolku di sini karena saat ini mungkin aku akan menembakmu agar membuatmu tetap diam." Bentakku dan melepaskan bajunya dan memegang perutku saat kontraksi lain datang."Saatnya

  • Jatuh Terlalu Jauh   Hari Yang Di Tunggu

    Aku senang akhirnya kami kembali lagi ke rumah setelah tiga bulan tidak tinggal di sini. Rudy membawaku keluar kota untuk honeymoon. kami membeli banyak baju dan mainan untuk anak kami nanti. Kami belum mempunyai nama untuknya dan kami pikir kami akan menamainya setelah dia lahir ketika melihatnya. Kami berdua menikmati waktu dengan membongkar belanjaan untuk si bayi dan menaruhnya di lemari.Jafin akhirnya datang dan membawa Rudy untuk pergi bermain golf setelah dia tau kalau kami sudah kembali. Tidak makanan di sini dan aku kelaparan. Aku memutuskan untuk pergi ke restoran klub dan menemui Jery. Aku mengambil kunci mobilku. Rudy memberlikanku sebuah mobil Mercedes Benz. Aku mengambil pistolku dan menyimpannya di bawah kursi. Aku harus memindahkannya saat anakku mulai belajar berjalan nanti.Saat aku sampai di ruang makan restoran, Jery berjalan keluar dari dapur dan tersenyum padaku. "Lihat dirimu. Kau terlihat sangat sexy walaupun kau mempunyai bola basket yan

  • Jatuh Terlalu Jauh   Kamar Bayi

    "Aku punya sesuatu untukmu." kata Rudy.Aku mengangguk bingung dan membawaku menaiki tangga dan berhenti tepat di depankamar yang dulunya pernah aku tinggali. Aku tidak pernah ke sini sejak terakhir kali aku menunjukkan kamar ini untuk Elen sebelum pernikahan. Rudy memberikanku sinyal untuk membuka pintu kamar itu. Aku benar-benar bingung sekarang.Aku membuka pintu kamar perlahan dan membiarkan pintu itu terbuka lebar. hal pertama yang ku lihat adalah tempat tidur bayi di tengah-tenga ruangan dan beberapa ornamen binatang menghiasi menggantung di atas tempat tidur itu.Rudy menyalakan lampu dan hiasan itu berputar dan memainkan lagu saat aku melangkah ke altar pernikahan namun dengan suara Rudy yang menyanyikannya. Semua yang bisa kulakukan hanya menutup mulutku dengan tanganku.Aku melangkah masuk dan sebuah kursi goyang ada di pinggir jendela dengan sebuah selimut tipis berwarna biru diatasnya. Sebuah tempat untuk mengganti popok, beberapa lemari

  • Jatuh Terlalu Jauh   Resepsi

    "Aku harap kita tidak memiliki banyak tamu malam ini." Kataku."Tidak usah pedulikan itu. Kita tidak akan tinggal di sini." Jawab Rudy.Aku menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"Dia tersenyum. "Kau benar-benar berpikir kalau aku akan berbagi rumah dengan semua orang ini saat malam pertamaku? Tentu saja tidak. Kita akan pergi ke apartemen klub yang sedang menunggu kita saat kita meninggalkan tempat ini.""Baguslah." jawabku.Dia tertawa dan aku melihat sekeliling dan kembali melihat semua teman kami ada di sini. Di respsi pernikahan kami. Semua yang kami cintai kecuali adik perempuannya dan ibunya. mereka berdua tidak akan menerima ini. Aku merasa bersalah karena mereka tidak ada di hari besar Rudy. Aku hanya berharap mereka bisa tetap menjadi bagian dari kehidupan kami untuk Rudy. Aku tahu itu walaupun Rudy tidak pernah mengungkitnya lagi.Mataku terkunci pada mata Bobi yang berdiri tidak jauh dari tempat kami berdansa."Aku mungk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status