Share

Suamiku dingin

Author: Adilia
last update Last Updated: 2025-02-08 15:19:12

“Kemana dia?”

Alina langsung bangkit dari tempat tidurnya dan mencari-cari keberadaan suaminya yang tidak ada di kamar. "Kemana sih tuh, orang. Baru juga sehari, sudah ngilang aja. Nggak tanggung jawab banget jadi suami," gerutu Alina yang celingak-celinguk mencari sosok tampan Dirga yang tidak segera muncul. Dengan malas, Alina melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam sore. Perutnya pun mulai keroncongan. "Aduh, aku sudah lapar, tapi kemana sih dia?" gumamnya nampak kesal.

Tidak lama, terdengar suara pintu terbuka, yang membuat Alina bergegas untuk melihatnya. "Dari mana saja? Kok nggak pamit dulu?" tanya Alina yang memberondong pertanyaan pada sang suami.

Dirgantara yang baru saja duduk di sofa, terus mengamati Alina yang sedang berdiri di depannya dengan wajah marah. Dia tidak bisa menahan senyum, saat melihat sang istri yang terus cerewet padanya.

Alina memandang suaminya dengan mata yang tajam, seolah-olah ingin menusuknya. "Kamu tidak pamit, kamu pergi begitu saja! Apa kamu tidak peduli dengan perasaanku?" tanya Alina dengan suara yang keras.

Dirgantara masih tersenyum, tidak terpengaruh oleh kemarahan Alina. Dia mengangguk pelan, seolah-olah menikmati pertunjukan kemarahan Alina.

"Aku tahu kamu marah, tapi aku juga tahu bahwa kamu tidak akan marah selamanya," kata Dirgantara dengan suara yang lembut. Alina menghela napas, meredam amarah yang sudah memuncak, tapi sedikit demi sedikit hatinya mulai tenang.

"Kamu tidak melihat, aku berpakaian seragam begini? Jangan seperti anak kecil yang apa-apa dipermasalahkan," jawab Dirgantara sambil menaruh beberapa kantong plastik yang berisi makanan.

"Kamu beli makanan?" tanya Alina menoleh ke arah suaminya yang melepaskan seragamnya. "Hmmm" jawabnya lirih. Dirga tidak terlalu banyak berucap pada Alina.

"Sekarang, kamu ambilkan piring dan mangkok untuk mengeluarkan semua makanan ini. Aku sudah lapar," tegas Dirga memerintah istrinya yang masih duduk malas di ruang tamu. "Hm ... baiklah" jawabnya santai, sambil membawa kantong plastik menuju meja makan.

Terdengar suara piring pecah, yang membuat Dirga segera berlari ke belakang untuk melihat apa yang sedang terjadi. Terlihat Alina sedang sibuk mengumpulkan pecahan beling yang ada di atas lantai. "Duduklah!" ketus Dirga, meminta istrinya itu untuk menjauh dari pecahan beling.

"Tapi ...."

"Aku bilang duduk!" bentak Dirga yang langsung dilaksanakan oleh wanita cantik itu.

Alina terus mengamati suaminya yang saat ini tengah sibuk membersihkan pecahan-pecahan piring yang barusan terjatuh karena ulahnya. Bibirnya bergetar, ingin sekali dia berucap maaf pada suaminya itu, tapi sayang lidahnya terasa kelu. Dia tidak bisa berkata-kata lagi, selain diam dan menunggu omelan dari sang Letnan.

"Lain kali hati-hati, nggak usah terburu-buru," ucap sang suami yang kemudian pergi membawa pecahan beling menuju tempat sampah yang berada di samping asrama.

"Sekarang Ayo kita makan!" ucap pria tampan itu sambil melayani istrinya yang saat ini duduk terdiam ketakutan.

Dirga menggelengkan kepala, saat melihat istrinya itu nampak lesu dan tidak bersemangat, dia hanya memainkan sendok dan makanannya.

"Nggak baik, kita bermain-main dengan makanan. Sekarang masukkan makanan itu ke mulutmu!" Ucapan dari Dirga membuat Alina pun tersadar dari lamunannya. Dengan cepat Ia pun melahap dan menikmati makanan yang barusan dibeli suaminya.

"Pergilah istirahat, biar aku saja yang mencuci piringnya," ucap Dirga lagi dengan wajah dingin. Alina semakin bingung, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tanpa menjawab wanita cantik itu pun beranjak dari meja makan menuju kamarnya. Perasaannya carut marut tidak karuan. Baru sehari saja hidup serumah dengan Dirgantara, sudah banyak sekali masalah yang timbul karenanya.

"Kok aku jadi nggak kerasan, ya. Aku jadi nggak enak dengan mas Dirga." gumam Alina sambil mengamati ponsel yang ada di atas nakas, dekat tempat tidurnya. "Apa lebih baik aku telepon Ibu dan meminta Ayah untuk menjemput," lirihnya lagi.

Setelah merenung dan berpikir cukup lama, Alina akhirnya memberanikan diri untuk menghubungi orang tuanya. Dia menceritakan semua kejadian yang barusan terjadi pada kedua orang tuanya. Bukannya prihatin, mereka justru tertawa dan merasa lucu dengan rumah tangga putrinya yang baru saja kemarin di sahkan.

"Itu namanya penyesuaian, Alina. Kamu harus banyak belajar untuk menjadi istri yang baik. Nggak sembarang orang bisa menikahi pria berpangkat Letnan dua seperti nak Dirga loh, Lin. Pokoknya, kamu harus menjadi istri terbaik untuk nak Dirgantara!" Jawaban dari sang ibu, malah membuat Alina kecewa dan kesal. Dia pun menutup panggilannya dan duduk terdiam di tepi ranjang.

Tidak lama, pintu kamar terbuka. Segera Alina Naik ke atas r a n j a n g dan meringkuk ke dalam selimut. "Kamu barusan telepon ibu?" tanya Dirga yang membuat Alina mengeluarkan wajahnya dari balik selimut. Tanpa menjawab, Alina mengangguk pelan. "Bagaimana katanya?" tanya Dirga lagi sambil menghela nafas panjang.

"Katanya, suruh sabar dan patuh," lirih Alina yang membuat Dirga tersenyum begitu manis.

"Kok tersenyum, apanya yang lucu?" tegas Alina balik bertanya.

"Nggak ada," jawab pemuda itu yang kini sudah tidur membelakanginya.

Alina kembali komplain, dia tidak mau suaminya itu malam ini tidur di kamar. "Tidak ada perjanjian hitam diatas putih, kalau kita tidur sendiri-sendiri," ucap Dirga lagi masih dengan posisi yang sama.

"Iya, tapi aku merasa aneh aja. Tidur barengan begini," jawab Alina yang membuat pria gagah dan tampan itu membalikan badannya. "Aneh gimana? Kita sudah suami istri, apanya yang aneh? Apa tidak lebih aneh, kalau kita tidur terpisah? Udah, sini ayo kita bo bok," jawab Dirgantara sambil menarik paksa tubuh Alina berbaring di dekatnya.

"Jangan protes!" tegas Dirgantara yang kini sudah me me luk istrinya itu dari belakang. "Pejamkan matamu!" ucapnya lagi yang membuat Alina panik. Jantungnya berdegup kencang, terasa ingin lepas, saat tangan gagah suaminya melingkar pada pinggangnya yang ramping.

"Iya ... aku nggak akan protes. Tapi jangan begini. Rasanya ri sih," lirih Alina lagi mencoba memindahkan tangan suaminya dari pinggangnya. Kini keduanya saling menatap dan terdiam. "Tunggu sampai aku jatuh cinta padamu, Letnan" lirih Alina yang membuat Dirga terpingkal.

"Terus, kalau tidak cinta, ngapain kamu ikut sayembara perjodohan ini? Bukannya kamu suka dan niat banget pengen nikah sama aku!" tegas Dirga yang mendekatkan wajahnya pada Alina yang polos itu. "Bukan!!! Itu semua salah paham! Aku kira mas Abimanyu yang dicarikan istri, ternyata ...."

"Ternyata kenapa? Kenapa nggak di lanjutin?" tatapan Dirga semakin mendekat.

"Aku nggak mau nikah sama orang militer, mereka terkenal disiplin dan tegas. Aku tidak suka semua itu!" Tiba-tiba Alina terdiam karena Dirga berhasil membungkam bibir Alina dengan ciuman hangatnya. Pemuda itu benar-benar gemas dengan tingkah dan celotehan manja dari putri semata wayang pak lurahnya itu.

"Kenapa? Masih mau komplain lagi?" tanya Dirga dengan senyum yang begitu menawan. Alina hanya menggeleng dan kembali meringkuk ke dalam selimut hangatnya. Dirgantara hanya bisa menggeleng dan tersenyum.

"Mas!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   Wanita Hamil

    Dengan tertatih-tatih wanita itu menghampiri seseorang yang nampak lemah penuh luka. "Ya ampun, Mas. Apakah kamu baik-baik saja?" tanya wanita hamil itu mencoba membantu pria itu dari semak belukar. "Saya ada di mana ini?" tanya lemuda itu lagi dengan darah yang mengucur di seluruh tubuhnya. Wanita manis berkulit sawo matang itu menggelengkan kepalanya, dia tidak mau menanggapi pertanyaan dari pria itu. Sang wanita memilih menyelamatkannya terlebih dahulu. Tidak jauh dari tempatnya berjalan, terlihat camp-camp kecil pemukiman milik warga sekitar. "Masuk dan duduklah, aku akan merebus air untuk membersihkan luka-lukamu, Mas. Disini jauh dari tempat kesehatan. Jadi, tolong bersabar ya," ucap wanita hamil itu dengan nada lembut. Segera wanita bernama Ana itu merebus air yang akan dia gunakan untuk membersihkan luka-luka di tubuh pemuda itu. "Siapa dia, Ana?" tanya wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Ana. Dia melihat bingung pada pemuda berseragam loreng yang penuh dengan noda da

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   Firasat

    "Ayo istirahat, Na" ajak sang ibu dengan wajah tenang dan ramah. Alina pun mengangguk dan mulai terpejam, dalam tidurnya dia bermimpi bertemu dengan sang suami yang baru saja berangkat. Dia terus meminta tolong pada Alina yang tak bisa menggapai tangannya. mimpi buruk itu, membuat Alina kembali terbangun. Nafasnya ngos-ngosan tidak karuan. Dia tidak tahu apa arti dari mimpinya tersebut. Tiba-tiba, ponselnya berdering, sebuah panggilan darurat dari tempat bertugas Dirgantara, memberitahukan kalau pesawat militer yang di tumpangi puluhan prajurit dan letnan itu jatuh dan hilang dari radar. Sejenak Alina tidak bisa berkata-kata. Dia terdiam tanpa kata dan bengong menatap jam dinding yang tengah berputar."Apakah aku bermimpi? Apakah aku masih di alam mimpi? Ibu! Ibu!" teriakan dari Alina membuat sang ibu kaget dan bergegas pergi ke kamar putrinya untuk melihat keadaan Alina. Wanita paruh baya itu memeluk Alina dan menenangkannya. Perlahan-lahan dia mulai bertanya pada Alina tentang kepa

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   pilihan

    Diam-diam, Alina mendengar perbincangan suaminya dengan sang atasan. Sejenak Alina terdiam dan menghela nafas dalam-dalam. "Apakah benar, kamu akan pergi selama setahun? Bukannya pangkatmu itu sudah tidak harus pergi-pergi ke luar daerah, Mas?" ketus Alina saat sang suami mengakhiri panggilannya. "Bukan begitu, Na. Ini darurat, harus ada yang membimbing dan mengarahkan para prajurit. Aku tidak bisa memilih, Na. Ini adalah pekerjaanku dan aku harus siap menanggung konsekuensinya.""Sekalipun harus meninggalkan istrinya yang tengah hamil?" sahut Alina yang membuat Dirgantara terdiam sejenak. "Hah, maafkan aku, Na. Aku akan meminta tolong pada ayah dan ibu, untuk menjagamu," lirih Dirgantara yang membuat Alina berkaca-kaca. "Terserah kamu, Mas. Intinya aku kecewa," timpal Alina dan membelakangi suaminya. "Na ....""Udahlah, Mas. Aku nggak bisa berkata-kata lagi selain mengikhlaskan kamu," tegas Alina yang membuat Dirgantara meneteskan air matanya. Hari yang seharusnya membuat kelua

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   positif

    "Mau paha kirinya, Pak," sahut Dirgantara terlihat frustasi. Tidak lama, penjual memberikan dua paha goreng lagi pada Dirgantara. "Ini asli kiri ya, Pak?" "Hmmm, kayaknya iya. Menurut mata batin saya, Mas," jawab sang penjual yang diangguki oleh Dirgantara. Setelah membayar, Dirgantara kembali pulang menemui istrinya yang saat ini sudah muntah-muntah di kamar mandi. "Alina, jangan-jangan kamu hamil?" tanya Dirgantara yang menatap panik pada istrinya. "Entahlah, Mas. Rasanya aku malas ngapa-ngapain. Kamu bikin makanan sendiri aja. Aku mau istirahat. Kalau ibumu tiba-tiba datang lagi, bilang jangan buat keributan dulu." ucap Alina sambil berjalan melewati suaminya yang masih membawa bungkusan ayam goreng. "Na, terus paha kirinya gimana?" tanya Dirgantara bengong menatap sang istri."Udah nggak nafsu," ketusnya yang langsung masuk ke dalam kamar. Dirgantara hanya bisa menghela nafas dalam-dalam dan menaruh paham ayam goreng di atas meja makan. "Mas!" panggil Alina lagi yang membuat D

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   paha ayam kanan

    "Na!!" sapa Dirgantara yang berlari mengikuti langkah sang istri. "Jangann, Na!" teriak Dirgantara membuat tetangga sebelah keluar. Mereka bertanya pada Dirgantara dan juga Alina, tentang keributan yang terjadi. Alina pun menjawab, kalau dirinya ingin suaminya mencurikan mangga milik tetangganya itu. Sejenak sang tetangga terdiam dan saling memandang. Sepertinya mereka paham dengan apa yang barusan di katakan oleh Alina. "Oh, istrinya ngidam maling mangga ya, Pak?" "Hah ... anu ... iya!" jawab Dirgantara asal, dia tidak mau menambah masalah lagi. "Oalah, ya udah, Pak. Silahkan di curi mangganya. Kita nggak lihat kok, iyakan Pah," ucap sang istri yang diangguki suaminya. "Iya, nggak apa-apa, Pak. Curi saja setiap kepingin." sahut sang suami dari tetangga sebelah dan kembali masuk. Dirgantara dan Alina celingukan saling pandang. "Loh, mau kemana, Mas?" tanya Alina yang melihat suaminya itu mendekati buah mangga. "Katanya suruh nyuri, mumpung harga diriku masih setengah tiang ni

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   pingsan

    Alina terkapar tak sadarkan diri, tidak ada pergerakan dari tubuh mungilnya yang mulai berisi itu. Dirgantara yang baru saja berangkat, tiba-tiba merasa cemas dan khawatir dengan keadaan Alina yang dia tinggal begitu saja. "Hah, astaga. Saking banyaknya pekerjaan dan masalah tentang ibu, membuat aku dan Alina semakin jauh dan asing. Aku sudah jarang menyentuh dan memperhatikannya." gumamnya di sepanjang perjalanan. Karena hatinya terus gusar dan gelisah, Dirgantara akhirnya berbalik arah menuju rumahnya lagi. Dia ingin meminta maaf pada istrinya, tentang sikapnya yang kurang baik akhir-akhir ini. Sesampainya di rumah, pria gagah dan berseragam itu mencari-cari keberadaan istrinya yang tak ada di manapun. "Alina!" panggilnya lagi, tapi tidak ada tanggapan dari wanita manja yang biasanya banyak tanya itu. Langkahnya terhenti, saat melihat sang istri jatuh pingsan diantara meja makan. Segera dia menghampiri Alina dan mengangkat tubuh wanita cantik itu menuju sofa. "Alina! Bangun, Na. Sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status