Beranda / Romansa / KAWIN LARI / Bab 4. Mari Kita Rayakan

Share

Bab 4. Mari Kita Rayakan

Penulis: Chida
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-28 10:03:21

"Ayo," ajak Rizal.

Dara berdiri terpaku, di tatapnya kafe yang ada di hadapannya. Setahu Dara, kafe yang mereka kunjungi ini harga makanannya cukup mahal, sedangkan uang yang ada di dompetnya hanya tersisa seratus ribu rupiah.

"Karena saya yang traktir, jadi sebaiknya saya yang menentukan kita makan dimana," ujar Dara.

"Tapi kita sudah terlanjur sampai sini. Jadi, daripada menghabiskan waktu untuk mencari kafe yang lain lebih baik kita di sini aja."

"I-iya, tapi ...."

"Aku udah laper, denger-denger makanan di sini enak-enak. Ayo." Rizal me lebih dulu.

"Seratus ribuku," lirih Dara dengan wajah sedih.

"Makan apa?" tanya Rizal pada Dara saat pelayan menghampiri mereka.

"Hhmm.... air mineral aja," jawab Dara.

"Loh kok air mineral?"

"Saya nggak laper. Yang makan Dokter aja, enggak apa-apa."

"Ah, enggak gitu konsepnya." Alis Rizal bertaut. "Aku pesenin, satu beef carbonara, onion ring, dimsum satu porsi, lalu ... satu beef steak, saya minta cheese sauce-nya, terus minumannya saya minta yang segar, yang enak, yang favoritnya di tempat ini," ujar Rizal lalu menutup buku menu memberikannya kepada pelayan.

Dara menelan salivanya kasar, bagaimana mungkin dia bisa membayar semua pesanan Rizal dengan uang seratus ribu yang dia punya.

"Kamu kenapa? Kok gelisah?"

"Eng-enggak, nggak apa-apa."

"Kayak nggak seneng gitu mukanya." Rizal menyandarkan tubuhnya. 

"Bukan gitu ... tapi, gimana ya bilangnya. Mm ... gini, Dok." Dara mengehentikan ucapannya, dia sejenak berpikir. "Jadi ... sebenarnya ...."

"Jadi?"

"Gini, Dok. Saya cuma bawa uang seratus ribu, gimana kalo saya pinjam uang Dokter dulu untuk bayar makan malam hari ini. Karena sepertinya, uang saya nggak cukup." Dara menggigit bibir bawahnya menunggu reaksi Rizal.

"Ok, mau berapa kali bayar?" 

"Berapa kali bayar apanya, Dok?"

"Ya bayar hutangnya, katanya malam ini kamu mau pinjam uang aku."

"Oh gitu."

"Haha, bercanda. Kamu kira aku tega liat kamu bayar makanan yang udah masuk ke perut aku dengan cara berhutang."

"Tapi kan, saya udah janji mau traktir. Walaupun nggak nyangka sih kalo harus traktir di tempat semewah ini." 

"Khusus malam ini aku yang bayar, kamu cukup nikmati apa yang terhidang di sini."

"Terimakasih untuk makan malamnya," ucap Dara. "Tapi lain kali, kalo saya yang traktir artinya saya yang menentukan tempatnya."

Rizal tersenyum, matanya menatap rumah sederhana yang di terangi cahaya lampu. Sebuah plang bertuliskan "Laundry Bu Sum" terpasang di sisi sebelah kiri pagar. Sementara terdapat satu bangunan terpisah yang bisa jadi tempat beraktivitas Bu Sum menerima jasa laundry-nya.

"Kabari aku kalo kamu sudah siap traktir aku." Rizal menyalakan mesin motornya. "Sampaikan salam untuk Bu Sum."

Dara hanya mengangguk, seutas senyum mengiringi kepergian Rizal malam itu.

*****

Bagas sibuk mengabadikan momen bahagia hari ini. Bahkan tangis Bu Sum pun tak luput dari bidikan kamera ponselnya. Gadis berkebaya biru muda dengan hiasan tipis dan toga yang menghiasi kepalanya itu terlihat begitu anggun.

"Terimakasih karena sudah mewujudkan impian Ibu," ucap Bu Sum memeluk erat Dara. "Terimakasih karena sudah mau bersabar ya, Ra."

"Dara seharunya yang berterimakasih pada Ibu, karena Ibu, Dara bisa seperti sekarang. Sayang Ibu banyak-banyak," tutur lembut Dara memeluk Bu Sum.

"Selamat ya, Mbak."

"Makasih ya, Gas. Taun depan kamu yang berjuang untuk masuk ke kampus ini."

Bagas memberikan pelukan sayangnya pada Dara. Siapa yang sangka mereka harus hidup tanpa peran seorang ayah, dan membantu perjuangan sang Ibu.

"Mbak," ujar Bagas melepaskan pelukannya dan memberi isyarat pada Dara. "Ada yang datang." Bagas pun tersenyum.

Dara menoleh ke arah yang Bagas tuju. Rizal dari kejauhan melangkah ke arah mereka.

"Kenapa dia di sini?" 

"Sebenarnya Bagas mau ngaku ke Mbak."

"Tentang apa?"

"Ingat seminggu lalu waktu Bagas antar laundry ke kost Paradigma. Bagas ketemu dokter muda itu, dia tanya kenapa bukan Mbak yang antar. Ya Bagas kasih tau, nah tadi malam dia chat Bagas, nanyain Mbak juga. Ya Bagas kasih tau lagi," ujar Bagas polos. "Kayaknya sih feeling Bagas, dokter itu naksir Mbak."

"Hush, kamu ada-ada aja. Dia mendekat, jadi gimana ini?" Dara serba salah.

"Ciee salting ...," goda Bagas.

"Bagas, jangan gitu sama Mbak-mu." Bu Sum menepuk pundak Bagas.

"Selamat siang, Bu Sum," sapa Rizal yang hari itu mengenakan batik. "Bagas ...."

"Yup, Mas Dokter." Bagas mengulum senyumnya.

"Dara ...." Pandangan Rizal beralih pada Dara. "Selamat ya, mm ... ini buat kamu." Rizal memberikan satu buket berisi boneka dan beberapa tangkai bunga. 

"Makasih, Dok," jawab Dara malu.

"Poto lagi aja, keburu tambah panas nih." Bagas mencairkan suasana yang terlihat canggung itu. "Mbak sama Mas dokter dulu nanti bareng sama Ibu, ya." Bagas mengedipkan sebelah matanya pada Bu Sum, Bu Sum hanya tersenyum melihat kelakuan anak lelakinya itu.

"Masuk dulu, Nak Rizal. Kita makan bareng, Ibu sudah siapin makan siang untuk syukuran atas kelulusan Dara." Bu Sum membuka pintu rumahnya.

"Bagas bantuin Ibu, ya." 

Bagas buru-buru mengikuti langkah kaki Bu Sum. Karena sedari tadi tatapan mata Dara tak pernah lepas darinya. Apalagi saat kepulangan mereka tadi dari kampus, mau tak mau Dara mengurungkan niatnya memesan taksi online, karena ide Bagas yang harus membuatnya berboncengan dengan Rizal sementara Bagas bersama Bu Sum.

"Masuk, Dok." Dara meletakkan perlengkapan wisudanya diatas meja tamu kemudian dia susun sandal heels yang dibelinya dari hasil menabung tiga bulan itu di dekat pintu masuk.

"Dokter mau minum apa?" tanya Dara yang berusaha tak kikuk di depan Rizal.

"Air putih aja."

"Air putih datang ..." Bagas datang membawa dua gelas air putih dan satu piring berisi aneka kue. "Ibu bilang, sebentar lagi sop iganya dihidangkan." Hidung Bagas kembang kempis menahan tawa lantaran melihat wajah Dara yang memerah.

"Bagas ...."

"Bagas masih harus bantu ibu di belakang, Mbak," jawab pemuda itu cepat.

Dara menghela napas panjang melihat kelakuan adiknya yang menurutnya sangatlah berlebihan. Mau tak mau Dara ikut duduk menemani Rizal yang tersenyum lantaran melihat kelakuan Bagas.

"Bagas itu ternyata orangnya seru, ya. Pinter bersosialisasi."

"Iya, begitulah."

"Gimana, lega udah wisuda?"

"Iya, lega banget. Akhirnya bisa mengurangi beban ibu."

Rizal mengangguk angguk.

"Rencana selanjutnya?"

"Bantuin ibu dan nyoba cari-cari kerja," jawab Dara. "Hhmm ... makasih sudah datang."

Rizal tersenyum. "Maaf ya, aku tiba-tiba datang tanpa kasih tau. Kupikir nggak ada salahnya mengunjungi seorang teman yang sedang merayakan momen bahagianya."

Dara mengangguk. 

"Makan siang sudah siap." Bu Sum muncul dari balik pembatas ruangan. "Ayo, kita rayakan hari bahagia ini." Tatapan wanita tua itu begitu teduh, satu janji pada mendiang suaminya sudah dia selesaikan. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Umie
Happy Graduations Dara ...
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
bagas lucu bnget.....bener2 keluarga cemara ibu, dara dan bagas
goodnovel comment avatar
Muti
congrats Dara
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KAWIN LARI    Bab 55. Rencana Baru Donna

    "Nikah sudah lebih dari satu tahun tapi belum isi juga, sementara kamu sebentar lagi sudah mau melahirkan Han," ujar Donna pagi itu di taman samping menemani Hanna berjemur."Sabar aja, Ma. Mungkin memang belum rejeki mereka," ucap Hanna sambil mengusap perutnya yang sudah berusia delapan bulan.Sejak makan malam terakhir beberapa bulan lalu, Dara menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan positif, seperti ikut kegiatan berbagi dengan beberapa panti asuhan yang dibinanya."Banyak cara sebenarnya Han, sayang saja mereka berdua menolak. Kan bisa inseminasi atau in vitro fertilization. Ah, Mama gemas rasanya. Kenapa sih Rizal nurut banget sama istri."Hanna tertawa melihat wajah Donna yang kesal."Mama ... Mama ... sudahlah serahkan saja sama Rizal dan Dara. Mereka pasti tau yang terbaik untuk keluarga mereka.""Iya, tapi kan Mama bete aja liatnya. Teman-teman Mama sudah banyak yang gendong cucu.""Lah ini sebentar lagi cucu Mama lahir," ucap Hanna dengan satu alis yang terangkat."Iya

  • KAWIN LARI    Bab 54. Sabar

    "Ada tamu ternyata," ujar Rizal menatap Synthia dan Dahlan bergantian."Apa kabar, Cal?" sapa Dahlan dengan senyum sekilas."Baik, Mamak," jawab Rizal tanpa memperhatikan lelaki yang masih nampak gagah di umur yang sudah tak muda lagi. "Sayang, sedikit aja," ucap Rizal pada Dara saat sang istri menaruh kuah kari di atas nasinya.Synthia memperhatikan interaksi keduanya dengan muka yang malas."Uni terlihat lebih berisi sekarang." "Hanna hamil, Syn," ujar Donna dengan bangganya."Wah, selamat Uni. Senang sekali dapat kabar ini." "Terimakasih, Syn.""Tinggal kamu, Cal," ucap Synthia melirik ke arah Dara."Iya, tunggu tanggal launching nya aja," jawab Rizal sembari meremas genggaman tangannya pada Dara. "Ya kan, Sayang?"Dara mengangguk dan tersenyum.Semakin malas saja Synthia melihatnya, dan sikapnya itu tidak luput dari perhatian Donna."Setelah makan malam, kita ngobrol di ruang kerja," ujar Andreas. "Kamu juga ikut, Cal.""Bukannya mau membicarakan tentang perusahaan tambang Papa?

  • KAWIN LARI    Bab 53. Sakit Hati

    "Jadi mantumu belum hamil?" "Belum, Etek. Hanna juga kemarin nunggu sampai enam bulan akhirnya hamil." "Iya, tapi Hanna itu kan anak angkat mu. Sedangkan Rizal itu anakmu sendiri, jadi dia harus punya keturunan untuk meneruskan adat istiadat kita, hartamu dan banyak lagi semuanya, Don. Cukup sekali saja kau gagal dalam menjodohkan Rizal dengan anak konglomerat itu, jangan juga kau gagal mendapatkan cucu, darah daging Rizal." "Sudah berapa lama mereka menikah?" "Delapan bulan sepertinya," ujar Donna lalu menyeruput secangkir teh hangat sore itu di taman belakang. "Hampir satu tahun ... lalu wanita yang dulu mau kau jodohkan dengan Rizal, bagaimana kabarnya?" "Perusahaan Andreas masih bekerjasama dengan perusahaan orangtuanya. Kenapa Etek?" "Enggak ada, aku cuma tanya. Tapi ada baiknya kau pertimbangkan kata-kata Etek mu ini. Bisa jadi Rizal akan lama mendapatkan keturunan dari istrinya." "Maksud, Etek?" "Ya kau cari caralah bagaimana istri Rizal itu hamil. Atau kau cadangkan s

  • KAWIN LARI    Bab 52. Lagi, ya?

    Synthia melenguh, suaranya mendesah berkali-kali, tubuhnya sudah polos dan berada di dalam kungkungan Matthew. Pria itu terkejut saat membuka pintu apartemennya malam itu. Melihat Synthia berdiri di ambang pintu dengan melempar senyum padanya.Malam setelah resepsi pernikahan Dara dan Rizal, Synthia memutuskan untuk terbang ke Jakarta. Tempat dimana dia bisa mengekspresikan dirinya lebih bebas lagi. Ini malam kedua dia menghabiskan waktunya bersama Matthew, selain menjadi teman bisnis, Matthew juga merupakan partner di atas ranjang, saat dibutuhkan."Akh ...." Desahan lembut itu kembali keluar dari bibir sensual Synthia."Sebentar lagi," ucap suara parau Matthew. Hentakan terakhir Matthew membawa pelepasan bersama mereka.Napas yang memburu dari keduanya setelah menghabiskan banyak energi malam itu. Suhu ruangan pun masih terasa panas, peluh keringat membasahi keduanya.Matthew menarik pinggang ramping yang membelakanginya itu mendekat pada tubuh telanjangnya."Mau lagi?" tanya Matthe

  • KAWIN LARI    Bab 51. Perpisahan

    “Rancak bini si Rizal ... kamek (cantik istri Rizal)," ucap seorang kerabat jauh keluarga Rizal."Iyo, santun pulo anaknyo. Cocok dan patuik bana jo si Rizal yang gagah coga berwibawa.” (Iya, santun juga anaknya. Cocoklah dengan Rizal, ganteng dan berwibawa," ujar yang lain.)“Iyo batua, dibandiang nan ka dijodohan kapatang ko, rancak iko lai. Nampak elok dari raut mukonyo.” (Bener, dibandingkan dengan yang dijodohkan dengan Rizal waktu itu, ini lebih baik kelihatan dari wajahnya.)“Oh anak Datuak Basri Alam tu yo? Nan itu banyak urang mangecek kalau inyo suko pai ka klub malam dan hura2 se karajonyo. Ma cocok samo si Rizal ko.” (Oh anaknya Datuk Basri Alam itu? Ah kalo dia itu banyak yang bilang suka ke club, mungkin masih suka hura-hura. Mana cocok dengan Rizal.)“Iyo kan, padahal anak urang tapandang juo nak, tapi parangainyo di lua nagari awak kabanyo ndak elok." (Ah iya, padahal anak orang terpandang juga tapi kelakuannya di luar kota kita ini, gosipnya nggak bagus.)"Beruntungla

  • KAWIN LARI    Bab 50. Ide Ayah Mertua

    "Ya, Ical akan kembali ke rumah ini dengan syarat Dara ikut tinggal di sini. Kalian terima, layaknya seperti anggota keluarga yang lain."Andreas menelan ludahnya kasar, dia seperti membuat kesepakatan bisnis dengan putranya sendiri. Di sisi lain, Andreas menginginkan keluarganya kembali utuh namun di sisi lain dia masih berat menerima menantu barunya dari kalangan orang biasa."Papa nggak ada masalah, selagi semua berjalan baik-baik saja.""Secepat itu Papa merubah pendirian Papa, nggak ada maksud lain kan, Pa?""Ah, Cal ... Papa ini sudah tua. Setelah Papa pikir lagi, hidup Papa juga sudah nggak lama lagi. Jadi ya, mungkin Papa harus berdamai dengan keadaan." Andreas lalu menatap Dara."Rizal bicarakan dulu dengan istri Ical. Bulan depan Ical ujian kelulusan.""Setelahnya kembali lah," ujar Andreas penuh harap.Perbincangan antara Rizal, Dara dan Andreas pagi itu seperti membawa titik terang. Dara hanya bisa mengikuti apa yang suaminya yakini benar. Mereka tetap perlu berbicara dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status