Share

bab 5. Memasang Cctv

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2023-03-25 12:09:16

Aku menggenggam tangan mertuaku. "Mi, maafkan Nastiti yang abai pada kondisi Mami."

"Nggak apa-apa. Bocornya nggak terlalu banyak kok."

Mami melihat klengkeng yang kubawa. "Kamu repot-repot aja, Nas."

"Nggak kok, Mi. Tadi ada teman kerja yang baru panen klengkeng. Jadi Nastiti langsung kemari karena ingat sama mami."

"Mami beruntung sekali bertemu dengan menantu seperti kamu."

"Nastiti juga bahagia punya mertua seperti mami."

Suasana hening sejenak. "Kamu, tidak sedang ada masalah dengan suami kamu kan?"

Aku menelan ludah. Mertuaku peka sekali. Mungkin curiga sejak aku datang sendiri kemari. Tapi kalau aku menceritakannya pada beliau sekarang, ada dua kemungkinan yang akan terjadi.

Pertama, mertuaku akan membelaku dan membantuku melakukan rencanaku. Kedua, mertuaku akan mengadu pada mas Arif dan justru menyalahkanku.

Ah, aku tidak mau mengambil resiko.

"Nggak ada, Mi. Semua baik-baik saja."

Mertuaku menatapku antusias. "Hm, mami dulu guru lho, Nas. Jadi tahu kalau lawan bicara sedang menyembunyikan sesuatu. Kamu bisa cerita pada Mami. Mami sudah menganggap kamu anak sendiri."

Anak mami sepertinya selingkuh dengan mbak Sumi. Tapi Nastiti belum punya bukti. Aku ingin mengatakannya. Tapi aku tidak bisa.

Aku hanya mampu menghela nafas. "Memang ada sedikit masalah. Bukan masalah besar, Mami. Sebentar lagi akan selesai." Aku mengulas senyum.

"Benar tidak mau bercerita pada Mami?"

Aku menggeleng.

"Kalau begitu ayo makan dulu. Kebetulan Mami masak rendang kesukaan kamu. Yuk!"

"Nastiti sudah sarapan, Mi. Sekarang Nastiti mau pulang dulu. Karena ada hal yang harus segera dilakukan."

Aku melihat jam dalam layar ponsel. Aku harus segera pulang dan memasang kamera cctv ini sebelum mas Arif dan Sumi pulang dari mall.

"Nanti Nastiti akan mampir kemari bersama dengan mas Arif dan Ana."

"Baiklah. Semoga apapun masalah kamu lekas selesai, Sayang."

"Aaminn. Terima kasih, Mi." Aku mencium punggung tangan mertua lagi lalu menuju ke motor.

Sejenak kubuka mbanking ku. Kuketik nominal 2 juta dan kukirimkan ke nomor rekening mami.

"Mi, Nastiti ada rejeki. Sudah Nastiti transfer ke rekening mami untuk memperbaiki atap bocor. Kalau kurang, Mami bilang saja."

Kulihat mata sepuh itu berkaca. "Terima kasih, Nas. Semoga Allah membalasnya lebih berlipat dan rejekimu selalu berkah."

"Aamiin. Mi, Nastiti pulang ya. Dan tolong jangan bilang pada mas Arif kalau Nastiti kemari sendiri, Mi."

Mami mengangguk. Aku melambaikan tangan sebelum melajukan motorku.

Ah, aku sungguh tak tega. Mertua dan iparku semua baik padaku. Namun kenapa mas Arif justru mengkhianati ku gara-gara asisten rumah tangga yang baru bekerja setengah tahun padaku? Janda dua anak pula.

Mataku terasa memanas. Dengan kasar kuusap air mata yang menetes di pipi tanpa permisi.

*

Begitu sampai rumah, aku segera menyiapkan alat untuk mengganti bohlam biasa dengan bohlam cctv yang kubeli tadi.

Sekarang masih jam 09.30. Sedangkan mall dituju oleh mas Arif, biasanya buka jam 09.00. Jadi kemungkinan sekarang mas Arif masih memilih barang sesuai pesananku.

Untung saja toko elektronik di kotaku, sudah buka jam 07.30. Jadi sudah kuperkirakan akan cukup waktu untuk memasang cctv sebelum target pulang.

Untuk meyakinkan, aku mengirim pesan pada mas Arief.

[Mas, aku lupa menuliskan di notes tadi. Kalau di marketnya, tolong beli sayur pokcoy dan jamur Enoki. Terima kasih.]

Tak menunggu lama, langsung masuk pesan balasan dari mas Arif.

[Siap Nyonya. Ini juga baru masuk ke mallnya. Kalau ada yang lupa, langsung bilang saja.]

[Oh ya, Ana minta mampir ke play ground. Kalau pulang nya agak lama, nggak apa-apa kan? Tapi pasti sudah pulang sebelum kamu pulang dinas.]

[Oke, makasih Mas.]

Hanya ada emoticon senyum sebagai balasan.

Aku segera memasang dua cctv bentuk bohlam sesuai arahan dari YouTube dan pemilik toko. Tak lupa pula untuk menghubungkannya dengan ponselku.

Aku memasang satu kamera cctv di kamar Sumi. Dan satu kamera lagi di kamar Ana.

Aku terdiam saat melihat foto kami bertiga di kamar Ana. Foto saat Ana baru lahir. Aku dan mas Arif sepakat menamainya dengan singkatan nama kami. Ana, Arif dan Nastiti.

Tapi kenapa posisiku sekarang terganti dengan Sumi? Lupakah mas Arif pada janjinya dengan almarhum ayah saat kami menikah? Sebenarnya apa kurangku darinya? Kenapa mas Arif begitu mudah tergoda?

Aku meneguk air hangat dari dispenser seraya duduk di ruang makan. Sebenarnya aku ingin menelepon bunda dan menceritakan apa yang terjadi.

Tapi aku tidak tega. Bunda sudah tua. Beruntung sekali Bunda tinggal dengan kakak lelakiku, Mas Rian dan istri nya, mbak Dela. Mereka sangat baik pada Bunda. Hhhh, aku menyimpan kembali ponselku. Aku tidak ingin membuat bunda kepikiran.

Mendadak terdengar suara mobil masuk ke halaman rumah. Dan disusul suara pintu mobil dibuka.

Astaga! Mereka sudah pulang? Padahal aku belum keluar dari rumah. Bisa-bisa aku ketahuan kalau pura-pura dines.

Aku melihat jam di ponsel sekali lagi. Lha, sudah hampir jam 12. Pasti mas Arif kaget melihat sco*pyku di teras. Suara langkah kaki kian mendekat seiring dengan pintu depan yang terbuka.

"Assalamualaikum, Ma? Mama di rumah?" terdengar suara mas Arif dari ruang tamu.

Di saat sedang kebingungan, sekelebat ide melintas di benakku.

"Waalaikumsalam, Pa. Tolong Mama!" seruku sambil menjatuhkan diri ke lantai ruang makan.

"Astaga, kenapa Ma?"

Mas Arif langsung menghambur ke arahku diikuti dengan Ana.

"Mama! Mama sakit? Mama kalau sakit disuntik saja seperti di tivi-tivi," cetus Ana dengan mimik wajah khawatir. Membuatku ingin tertawa saja. Tenang Nastiti, kamu kan sedang berakting.

"Tadi aku memang sedang dinas. Mendadak perutku sakit sekali. Mungkin efek mens dan salah makan, Mas. Jadi aku minta ijin pulang lebih dulu sama teman-teman."

"Kamu kenapa ya Ma? Padahal dulu tiap mens juga sakit, tapi nggak separah ini sepertinya. Sudah minum obat?"

Mas Arif membelai pipiku yang meringis kesakitan sambil memegangi perut. Duh, mas Arif, semoga saja laporan Ana tentang selimut kamu itu nggak bener. Kamu yang sebucin ini denganku masa selingkuh sih? Sama Sumi pula.

"Nah, itu dia, Mas. Aku nggak bawa obat dari klinik. Kukira di rumah ada obat nyerinya. Jadi maunya habis minum obat, terus langsung tiduran di kamar. Ternyata obatnya nggak ada."

"Obatnya apa, Nas? Biar Mas belikan."

"Asam mefenamat, Mas. Tapi tolong gendong aku ke kamar."

"Oke, Sayang." Mas Arif tersenyum dan menatap ku penuh cinta lalu mengangkat tubuhku dengan mudah. Kulihat wajah Sumi yang membawa kantong belanjaan membeku. Sambil menatap adegan kami dengan nanar.

"Cie, Mama digendong papa. Untung papa kuat!" seru Ana sambil tertawa. Aku tersenyum. Mas Arif ikut tergelak.

"Mama ini enteng, Sayang. Langsing banget. Kek bulu ayam. Beda sama tubuhnya mbak Sum ..,"

Aku tercekat mendengar perkataan suamiku. Dan mas Arif pun langsung terdiam. Tapi aku yang sedang berada dalam gendongan kedua tangannya bisa melihat dengan jelas wajahnya yang memerah.

"Kok berhenti ngomongnya, Mas. Apa yang ingin kamu katakan tadi?"

Mas Arif menghela nafas. "Badan kamu enteng. Beda sama badan pesumo, Ma." Mas Arif tertawa.

"Dih, tega ya. Masa mas tega sih body shamming aku." Aku merengut.

"Duh, iya iya. Maaf keceplosan. Kamu mau kurus atau gemuk, kamu tetep muat kok di hati kamu."

Aku menahan tawa dan tetap memegangi perut. Lalu dari sela-sela bahu mas Arif, aku melihat mbak Sumi.

"Oh ya, Mbak. Tolong siapkan botol berisi air hangat dan masukkan di botol kaca bekas sirup. Balut dengan kain bersih dan berikan padaku ya."

"Iya, Bu."

Mas Arif merebahkan ku dengan hati-hati di atas ranjang. Ana mengikuti.

"Papa ke mobil sebentar, Ma. Ada barang-barang yang masih di bagasi. Lagipula papa juga mau beliin mama obat apa tadi?"

"Asam mefenamat."

"Oh, ya. Ana, papa keluar dulu. Kamu jaga mama baik-baik ya."

"Siap, Pa."

"Da ... Da Incesnya papa. Muah!"

Ana tertawa saat melihat papanya memberikan ci um jauh untuknya. Aku tersenyum. Tapi hatiku tergores. Niatku oleng lagi melihat kelakuan manis mas Arif pada Ana.

Haruskah aku diam saja dan tidak melanjutkan mencari bukti? Apakah aku harus mengusir Sumi dan memaafkan suamiku jika mereka positif berselingkuh? Namun, mereka bisa saja melanjutkan hubungan di luar rumah ini. Atau kami harus benar-benar berpisah saat aku menemukan bukti perselingkuhan mereka?

Ah, aku benar-benar pusing. Dan si alnya, pusing di kepala menyalur ke perut, menjadikannya benar-benar mulas.

"Tadi main apa, Sayang?"

"Banyak. Capit boneka, tembak-tembakan, mandi bola. Banyak deh Ma."

"Oh ya? Seneng dong?"

"Iya, Ma. Lain kali mama ikut ya?"

"Oke, Sayang."

"Oh ya. Tadi Ana beli buku kartun dan krayon lagi. Ana mau mewarnai di sini."

"Ya. Nanti mama lihat, Nak."

"Siap, Ma."

Ana turun dari ranjang dan keluar dari kamar. Tinggallah aku sendiri di kamar. Iseng, aku meraih ponsel. Dan kubuka w******p web. Ada beberapa pesan w******p dari Sam office ke ponsel suamiku.

[Rif, jijik banget sih sama kelakuan istrimu. Sok manja. Kurus lagi. Mending kalau badanku yang padat, berisi, sintal kayak Ariel Tat*m]

[Jangan gitu lah, Sum. Bagaimana pun juga dia menantu kesayangan Mami.]

[Aku nyesel, Rif. Mutusin hubungan kita dan langsung nikah setelah lulus SMA dengan laki-laki lain yang sekarang justru menyia-nyiakan aku.]

Aku tercekat dan nyaris tak percaya dengan tulisan yang kubaca. Dengan tegang, aku menggulir kembali layar ponsel.

[Ya sudah. Sekarang yang penting kan kamu sudah bertemu lagi dengan ku.]

[Kamu senang nggak Mas, ketemu aku?]

[Seneng dan kaget. Aku tidak menyangka kalau Nastiti membawamu sebagai asisten rumah tangga kamu. Awalnya aku pangling karena kamu semakin sek si dan bo hay, Sum.]

[Tapi kamu suka kan?]

[Suka banget. Apalagi permainan mulut dan lidah kamu. Membuatku lupa diri.]

Astaghfirullah! Tubuhku gemetaran membaca pesan w******p antara Mbak Sumi dan suamiku.

[Kalau kamu suka sama permainanku, kenapa kamu nggak nikahin aku? Siri nggak apa-apa. Aku rela dimadu. Asal kamu adil.]

[Aku belum bisa memutuskan. Kita jalani saja seperti ini. Yang penting kamu juga sudah dapat uang dariku kan?]

[Bahkan lebih banyak dari uang yang kuberikan pada Nastiti.]

[Jangan lupa service excellence saat Nastiti dines malam.]

[Tentu dong. Ya sudah, aku mau ngasih botol hangat ini ke istri kamu. Duh, mens aja manja! Aku aja nggak gitu!]

Aku menghela nafas. Menahan rasa sedih, marah, kecewa, kesal bercampur menjadi satu.

Aku segera meng-capture semua pesan w******p web di ponselku. Baru saja aku selesai meng-capture semuanya, saat terdengar suara ketukan di pintu kamar.

"Bu Nastiti, botol air hangatnya sudah siap."

Tampak wajah Sumi muncul di pintu kamar. Ditangannya terdapat botol kaca berisi air hangat. Hm, sepertinya lebih baik kubalas dia mulai sekarang.

"Sum, apa kamu tahu? Sepertinya suami saya selingkuh."

Pranggg!!

Tanpa kuduga Sumi menjatuhkan botol kaca yang dipegangnya.

"Astaga Sumi, sudah berapa perabotan saya yang kamu pecahkan? Apa pertanyaan saya membuatmu terkejut? Atau tanganmu licin?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
hahahaha Nastiti bikin Sumi kaget kapok km sum
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 37. Akhir dari Angkara Murka (tamat)

    Nastiti hanya mengedikkan bahunya. "Entahlah, Mas. Aku juga tidak tahu. Aku tidak mengundang mereka kemari. Kita tunggu saja mereka. Aku juga ingin tahu ada perlu apa mereka kemari," sahut Nastiti lirih. "Bagus sekali ya klinik dan rumah baru kamu," ucap Sumi saat dia dan Arif sudah sampai di hadapan Narendra dan Nastiti. Nastiti tersenyum. "Terimakasih. Ayo silakan duduk di dalam dulu. Karena masih dalam acara syukuran," sahut Nastiti ramah. "Hm, ada acara syukuran? Kok kamu nggak ngundang aku, Nas? Mana Ana?" sela Arif. "Iya. Kami tidak mengundang kalian. Karena rumah kalian kan jauh di luar kabupaten sini. Selain itu acara ini juga untuk syukuran lamaran," sahut Narendra yang lalu berjalan dan menuju ke arah Nastiti lalu berada di depan calon istri nya. Tampak wajah Sumi dan Arif yang tercengang. "Wah, sudah lamaran? Syukur deh. Semoga lancar sampai hari H, ya?" ujar Sumi terdengar tulus. "Terima kasih, ayo masuk dulu. Kita ngobrol di dalam sambil menikmati suguhan. Aku yakin

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 36. Syukuran Rumah Baru

    "Iya. Nastiti bermimpi salat berdua dengan diimami oleh mas Narendra selama 3 kali," sahut Nastiti membuat semua orang yang ada di ruang tamunya mengucap hamdalah. "Kalau begitu ayo kita menikah," ajak Narendra membuat Nastiti mendelik. "Tidak secepat itu, Mas Rendra.""Kenapa enggak? Kita sama-sama sudah siap dan sudah berumur juga. Apa menunggu rumah dan tempat praktik kamu selesai? Sekalian untuk acara syukuran?""Itu lebih, Mas. Daripada terburu-buru.""Baiklah. Aku setuju.""Bunda juga setuju.""Kamu ingin acaranya dibuat sederhana atau meriah?""Yang sederhana saja. Yang pentin khidmat.""Lalu kapan acara pernikahan nya?"Nastiti mendelik mendengar kan ucapan Narendra. "Ya Allah, Mas. Belum aja lamaran, kamu udah nanyain tanggal pernikahan," ucap Nastiti tertawa. Narendra tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yah, gimana ya. Kan sudah duda 4 tahun. Jadi rasanya kalau sudah menemukan yang pas, lebih baik, langsung akad," seloroh nya disambut cubitan bunda. "W

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 35. Kemantapan Hati Nastiti

    Tatik menerima vonis dari hakim dengan kepala tertunduk. Dikumpulkannya semua rasa semua rasa dendam dalam hatinya. "Oke. Mungkin saat ini aku kalah. Tapi aku tidak akan pernah menyerah. Aku akan balas dendam setelah aku keluar dari penjara," gumam Tatik dalam hati. *"Bagaimana tadi sidangnya, Sum?" tanya Arif yang duduk di teras rumah Sumi. "Alhamdulillah, lancar."Sumi pun menceritakan tentang sidang yang terjadi di pengadilan tadi. Arif terlihat manggut-manggut. "Baguslah kalau begitu. Sekarang kamu bisa fokus mencari kebahagiaan kamu."Sumi mengangguk. "Oh ya, kalau kita menikah, kita akan tinggal dimana, Rif?" tanya Sumi. Arif menghela nafas panjang. "Aku juga kepikiran hal itu. Kalau aku menikah dan tinggal di rumah kamu, aku merasa kasihan pada mami.Tapi kalau kamu ikut aku ke rumah mami, kasihan anak-anak kamu. Masa setahun pindah sekolah dua kali. Lagipula warung kamu hampir jadi," sahut Arif lirih sambil menatap bangunan mungil di depan teras rumah Sumi. Rumah waris

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 34. Vonis untuk Tatik

    Mata Sumi membulat. "Benarkah, Rif?"Arif mengangguk meskipun dia juga ragu membuat Sumi menjadi ragu dan tidak percaya. "Rif, aku serius. Aku benar-benar ingin mempunyai imam yang menerima aku dan anak-anak ku. Yang bisa membimbing, menafkahi, dan mengayomi. Aku terima semua keadaan kamu. Kita juga pernah berbuat sesuatu yang haram kan? Aku ingin kita sama-sama memperbaiki nya, Rif." Sumi tertunduk. Arif menjadi tidak tega saat melihat mantan pacarnya itu. "Sum, aku bilang kan aku mau menerima perasaan kamu. Aku mau menerima kelemahan dan kelebihan kamu. Baiklah, ayo kita mulai dari awal ya."Sumi mengangguk. Matanya berkaca-kaca. "Tapi aku ingin kamu berjanji satu hal padaku, Rif.""Apa itu, Sum?""Jangan pernah menghadirikan pihak ketiga dalam rumah tangga kita. Termasuk mbak Nastiti. Kamu mau kan?"Arif mengangguk pelan. Dia juga heran, dulu saat masih menikah dengan Nastiti, dia justru ingin bersama Sumi. Sekarang saat Sumi sudah di depan matanya dan dalam kondisi yang lebih

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 33. Arif versus Narendra

    Flash back on. Arif menutup teleponnya dengan perasaan yang campur aduk. Ini kesekian kalinya, Ana menelepon nya dan menanyakan kapan Arif pulang. Dan Arif juga sudah kesekian kalinya berbohong bahwa Arif masih sangat sibuk dengan pekerjaannya dan belum bisa pulang. "Kenapa kamu?" tanya maminya sambil membawa piring besar berisi ayam dan tahu krispi. Arif menghela nafas panjang dan menatap mamanya dengan pandangan bingung. "Aku kangen Ana, Mi."Maminya menarik kursi di hadapan Arif dan menduduki nya."Ya sudah. Kalau begitu kamu jenguk saja anak kamu. Ayo, mami juga ikut."Arif menopang dagunya dengan tangan. "Apa mami pikir akan semudah itu untuk menjenguk Ana? Arif bisa berbohong kalau lewat telepon. Tapi kalau bertemu langsung dengan Ana, Arif tidak akan berani berbohong. Arif tidak tega untuk mengatakan bahwa ayah dan ibunya sudah bercerai."Maminya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Terus kamu maunya apa? Itu kan semua menjadi salah kamu. Seharusnya sebelum kamu selingk

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 32. Pendekatan Narendra

    Arrgh! Tatik menjerit dan tubuhnya lemas seketika di samping ransum makanan nya. "Heh, dia pingsan beneran?" tanya salah seorang pengeroyoknya. "Ah, dia pasti pura-pura pingsan karena takut akan dikeroyok lagi!""Kita ambil saja makanan nya!""Kalau nanti kita dimarahi petugas gimana?""Salah sendiri. Coba dia nggak pelit buat bagi makanannya. Pasti dia nggak akan jadi seperti ini."Beberapa pengeroyok Tatik mulai mendekat ke arah Tatik. Dan mulai mengerubuti makanan yang ada di depan nya. "Heh, kalian!! Jangan ribut-ribut saat makan!" Sebuah suara menghentikan para pengeroyok Tatik yang sedang makan. Mendadak, Tatik terbangun dan menghambur ke arah petugas yang datang."Tolong! Tolong saya, Bu! Ini ada orang-orang gila yang mau merebut makanan saya!" seru Tatik sambil berpegangan pada tiang besi penjara yang dingin. Petugas itu terkejut saat melihat kondisi tubuh Tatik yang penuh dengan luka lebam. "Hm, ini pasti ulah kalian. Kalian harus menerima sanksi disiplin!" sahut petug

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 31. Perkelahian dalam Penjara

    "Ceritanya panjang, tapi siapa bapak dan ibu ini? Kenapa ada di makam ibu saya?""Dewi Setyorini itu saudara kami. Kami empat bersaudara. Kami dulu punya sopir pribadi bernama Syarif Kasim. Ya, kuburannya berada di sana." Salah seorang peziarah itu menunjuk ke arah kuburan bapaknya Sumi. "Jadi bapak saya itu adalah sopir pribadi kalian?" tanya Sumi dengan suara tercekat. Ketiga peziarah itu mengangguk. "Ceritanya panjang, apa kamu sudah makan? Sepertinya kita harus bicara secara khusus. Apa kamu ada waktu untuk makan siang bersama kami?" Sumi berpikir sejenak. "Baiklah. Tapi jangan lama-lama, Bu. Karena saya mempunyai dua anak yang saya tinggal sendirian di rumah.""Wah, jadi kamu sudah punya anak?" Sumi mengangguk."Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke kafe resto sekarang. Daripada kesiangan nanti. Kamu bawa kendaraan? Apa ikut mobil kami?""Saya bawa kendaraan, Bu.""Ya sudah, ikuti mobil kami ya. Di dekat sini ada kafe resto yang enak banget."*"Jadi Dewi adalah kakak sulung kam

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 30. Pertemuan yang Tidak Terduga

    Tatik tersenyum meledek melihat Sumi yang datang menjenguknya."Datang juga kamu. Aku pikir kamu tidak akan kesini dan menjadi anak durhaka," ucap Tatik menatap wajah Sumi. Sumi duduk di depan ibu tirinya dengan tenang. "Hm, Bu, saya kesini dengan dua kemungkinan. Bisa mengusahakan uang untuk sewa pengacara. Tapi bisa juga untuk membuat ibu dipenjara lebih lama lagi."Mata Tatik membulat. "Apa maksudmu?""Ehm, mungkin ibu akan langsung mengerti kalau aku mengatakan tentang Rina."Tatik tercengang, mulutnya menganga. "Kamu tidak akan bisa memenjarakan ku lebih lama. Kamu kan sudah kurawat dari bayi?"Sumi tertawa. "Ibu salah. Aku bisa melakukan ancamanku membuat ibu dipenjara lebih lama. Caranya sederhana saja. Aku telah memeriksa kamar ibu. Hal yang selama ini tidak pernah kulakukan. Dan aku telah menemukan akta kelahiran ku yang asli. Kalau ibu tidak mau menunjukkan dimana makam ibu kandung ku, akan kulaporkan ibu telah memalsukan dokumen.""Kamu mengancamku? Dasar anak tidak ta

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 29. Mencintai Nastiti

    "Astaghfirullah. Aku sedang ada perlu urusan rumah Mas. Kamu share loct rumah sakitnya ya. Aku ke sana sekarang!""Ada apa, Mbak?" tanya Narendra saat melihat Nastiti yang menyelempangkan tasnya dengan panik. "Kakak lelaki ku menelepon kalau bunda kecelakaan dan butuh darah," sahut Nastiti seraya berdiri. "Pak Rendra, karena urusan rumah kita sudah selesai, saya pamit dulu akan ke rumah sakit.""Tunggu! Saya ikut, Mbak!"Nastiti menoleh dan terkejut dengan ucapan Narendra. "Ini sudah tidak ada urusan nya dengan rumah yang saya jual, Pak. Ini urusan keluarga saya.""Ya saya tahu. Saya hanya ingin mengenal mbak dan keluarga lebih dekat."Nastiti melongo. "Tapi ..,""Ayo kita berangkat, Mbak. Kan tadi mbak bilang kalau bundanya butuh darah. Ayo kita berangkat sekarang."Narendra berdiri dan berjalan terlebih dahulu ke arah kasir. Dan setelah dia menyelesaikan pembayaran, Narendra mengikuti Nastiti menuju ke mobilnya. *Nastiti dan Narendra berjalan tergesa di lorong rumah sakit yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status