Share

KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA
KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA
Penulis: Enik Yuliati

Part 1. Menunggu

"Bu, itu sepertinya suami Ibu, deh, Pak Aksa. Iya, Bu, tidak salah lagi. Dia berjalan keluar, bersama seorang per ...."

Saat aku sedang sibuk  memilih barang belanjaan, tiba-tiba saja, Risa--asistenku, menepuk punggungku dengan rusuhnya, sambil mengucapkan kalimat yang sulit diterima logika.

Mana mungkin, suamiku ada di sini. Mungkin Risa salah lihat. Atau mungkin Risa melihat orang yang mirip dengan suamiku. Sehingga asistenku mengira, bahwa dia adalah suamiku.

Sejak dua hari yang lalu, Mas Aksa sedang dinas ke luar kota. Dan sore nanti, pekerjaannya baru selesai. Jadi baru nanti malam, dia akan sampai di rumah.

Jadi jika Risa bilang, dia baru saja melihat suamiku, kupastikan, dia pasti salah lihat.

"Risa, Mas Aksa itu sedang dinas di luar kota. Sudah tiga hari ini. Nanti sore, pekerjaannya baru selesai. Nanti malam, baru sampai rumah," jawabku tanpa menoleh.

Aku sedang sibuk mencocokkan catatan belanjaanku dengan tulisan-tulisan yang tertempel di produk-produk yang terpajang ini. Jangan sampai keliru. Bisa bantat nanti, kue yang kubuat.

"Tapi, benar, Bu, saya tidak salah lihat. Saya yakin, beliau Pak Aksa. Coba deh, Ibu keluar. Beliau baru saja keluar," ucap Risa lagi. Kali ini dia berbicara dengan begitu yakin. Bahkan dia juga menarik lenganku, agar aku segera berdiri.

Aku pun melihat ke arah keluar. Sekedar untuk melegakan Risa, yang tengah berbicara dengan nafas yang begitu tersengal.

Tidak kudapati sosok suamiku. Namun, dalam sekelebat pandanganku, aku memang sepertinya melihat mobil suamiku, yang baru saja keluar dari pelataran super market ini.

Ah, mungkin saja, itu mobil yang mirip. Bukankah di kota ini, ada banyak mobil dengan merek dan warna seperti itu? Bukan hanya milik suamiku?

Aku yakin, suamiku adalah orang yang baik. Dia begitu mencintaiku. Seluruh hidupnya hanyalah tentang aku dan pekerjaannya.

Ponselnya pun, tidak ada sandinya. Aku bisa dengan bebas membukanya. Aku bisa bebas meminjamnya, aku bisa bebas ikut memakainya. Tidak ada rahasia di antara kami.

Mana mungkin dia selingkuh. Mana mungkin dia aneh-aneh, pergi ke mall bersama perempuan. Risa pasti salah lihat.

"Padahal tadi aku melihat dengan jelas, Pak Aksa keluar lewat pintu ini, sambil memeluk perempuan."

Aku mendengar bagaimana Risa bergumam, namun tetap saja tidak kupedulikan. Aku lebih percaya dengan ucapan suamiku, daripada dengan mata asistenku.

Selang beberapa menit, saat aku masih sibuk memilih barang-barang yang hendak kubeli, terdengar suara ponselku yang bergetar.

Suami kesayanganku, menghubungiku dengan panggilan video. Wajahnya terlihat begitu menawan. Aku sengaja menyalakan loud speakernya, agar Risa ikut mendengarnya. Agar asistenku itu, tidak lagi berfikiran buruk tentang suamiku.

"Halo, Sayang.... Ntar malem, mungkin aku sudah sampai rumah. Kamu mau minta dibelikan apa?" tanya suamiku dengan begitu mesranya.

"Aku nggak minta apa-apa, Mas. Mas pulang ke rumah dalam keadaan selamat pun, aku sudah seneng banget," jawabku, sambil melirik Risa.

"Memangnya, Mas sudah mau pulang?"

"Belum, ini masih di Bandung. Ntar sore baru selesai, sepertinya. Padahal aku sudah kangen banget, sama kamu. Tapi mau bagaimana lagi? Pekerjaan juga belum selesai. Kamu minta dibeliin apa, ngomong saja, jangan sungkan," ucapnya.

"Tidak usah, Mas. Aku cuma minta, nanti Mas harus pulang ke rumah, jangan sampai terlambat," ucapku.

"Ok, deh, Sayang. Aku juga sudah tidak sabar, ingin segera memelukmu. Nanti jam delapan malam, aku sudah sampai di rumah. Kita akan melepas rindu. Kita akan lembur sampai pagi, siapa tahu, bisa dapat rejeki adik bayi." Dia tersenyum nakal.

Selalu, seperti itu. Dia senang sekali menggodaku.

"Mas, kamu lagi sama siapa?" Aku ingin memastikan, bahwa dia tidak sedang bersama perempuan.

"Tidak sama siapa-siapa, ini cuma sendiri, habis makan siang."

Dia pun memutar layar ponselnya ke berbagai arah. Sehingga aku bisa melihat dengan jelas, bahwa dia memang sendirian, di dalam mobil.

"Sudah dulu ya? Aku mau kerja lagi. Bye bye, Cinta, sampai jumpa nanti malam. Dandan yang cantik ya?"

Dia pun menutup telponnya.

"Tuh, kan? Mas Aksa itu masih di Bandung. Kamu tadi cuma salah lihat." Aku berbicara dengan bangga. Membuktikan, bahwa suamiku adalah laki-laki yang setia.

Risa hanya mengangguk, sambil tersenyum canggung.

****

Hari ini adalah hari yang spesial. Hari ulang tahun suamiku. Aku sengaja ingin memberikan kejutan kepadanya. Sebuah pesta kecil-kecilan untuk kami berdua.

Aku ingin membuat kue ulang tahun. Aku juga ingin memasak spesial, untuk nanti malam. Aku ingin, malam nanti kami bisa melakukan dinner romantis di rumah. Dilanjutkan dengan kegiatan yang tentunya tidak kalah romantisnya.

Siang ini, aku bersama Risa, sibuk mengeksekusi bahan-bahan mentah yang ada. Tangan Risa begitu lincah, membantu semua pekerjaanku.

Sebenarnya aku bisa saja, langsung membeli kue tar di toko kue. Aku juga bisa membeli makanan di restoran. Rasanya tentu lebih enak.

Namun aku justru lebih tertarik untuk membuatnya sendiri dengan tanganku. Aku ingin, di hari yang spesial ini, suamiku bisa memakan masakan yang kubuat sendiri, dengan penuh cinta.

Setelah semuanya selesai, Risa pun berpamitan untuk pulang.

Hari sudah senja. Aku pun segera membersihkan diri, untuk selanjutnya menunaikan kewajibanku. Kupanjatkan doa-doa untuk keselamatan suamiku. 

Kulepas mukena, berganti dengan memakai baju tidur yang tadi kubawa dari butik. Baju tidur yang tidak terlalu tipis, namun terlihat sedikit seksi.

Tidak lupa, aku pun mengoleskan sedikit wewangian di beberapa titik tubuhku.

Rambut panjangku, kubiarkan tergerai, seperti yang selalu diinginkan oleh suamiku.

Kupatut wajahku di depan cermin. Tanganku sibuk memoleskan krim malam di wajahku. Setelah itu, kuukir alisku, agar tampak lebih sempurna. Tidak lupa, kutambahkan blossom di kedua pipiku, agar tampak sedikit merona. Bibir pun kuoleskan lipstik warna merah muda.

Sempurna. Riasan tipis ini, semoga saja bisa membuatku tampak lebih cantik di mata suamiku.

Setelah penampilanku terasa paripurna, aku pun segera menata berbagai menu yang tadi kubuat bersama Risa.

Tidak lupa, kue ulang tahun pun sudah bertengger manis, di atas meja berbentuk oval ini.

Jam tujuh tiga puluh menit. Artinya, setengah jam lagi, dia sudah sampai di rumah.

Jam Delapan kurang sepuluh menit. Lilin-lilin pun mulai kunyalakan. Termasuk lilin yang tertancap di atas kue tart itu. Lilin dengan desain angka dua dan lima.

Kutatap jarum jam yang tidak berhenti berputar. Hingga jarum pendek itu sudah menyentuh angka delapan, dengan jarum panjang yang tegak berdiri di angka dua belas.

Detik demi detik pun terus berlalu, namun tak juga kudengar deru mobil suamiku.

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status