Home / Romansa / KUUBAH IDENTITAS DEMI DENDAM PADA SUAMIKU / 4. SENTUHAN YANG TAK LAGI SAMA

Share

4. SENTUHAN YANG TAK LAGI SAMA

Author: Herofah
last update Last Updated: 2022-07-06 22:49:52

Atama POV

*****

Aljabar berkali- kali menyulut rokoknya di tepi jendela tanpa menoleh ke arahku. Lalu dia mengambil jaketnya, memakainya buru-buru dan bergerak untuk keluar dari jendela.

Aku menarik tangannya. Siapa yang rela ditinggalkan oleh suaminya pada malam pertama pernikahan?

"Al, kamu mau ke mana?" Tanyaku cepat.

"Jalan ama temen-temen. Kenapa? Nggak suka?" Ucapannya beriringan dengan tatapan sinis. Matanya yang dingin terasa tajam menusuk indraku. Suaranya yang penuh ketidaksukaan terasa merusak pendengaran. Aku merasa terbunuh oleh keadaan ini. Aku benci kenapa tidak pernah bisa berkutik di hadapannya.

"Ini malam pernikahan kita, Al." Aku tertunduk, sadar bahwa Aljabar memang tidak menginginkanku.

"Pernikahan kita? Pernikahan kamu kali, Ta. Kan kamu yang mau nikah sama aku? Aku nggak kan?"

Aku tidak melepaskan tangannya, memejamkan mata yang memanas oleh luka yang menderaku tanpa belas kasihan. Sikapnya yang dingin terasa membekukan jiwa. Cinta memang indah hanya diawal saja. Itu yang kutahu dan kurasakan saat ini.

"Denger ya, Ta. Mentang-mentang kamu istriku kamu pikir bisa seenaknya mengatur hidupku? Jangan banyak nuntut aku. Masih baik aku mau nikahin kamu!"

"Kamu bilang kamu cinta sama aku, kenapa semua kata-kata busuk itu keluar dari mulut kamu?" balasku mencoba bersabar, meski aku tahu menghadapi sikap Aljabar yang kian berubah tak cukup hanya dengan kesabaran saja.

"Iya, cinta. Bukan menginginkan komitmen. Aku masih mau bebas. Dan pernikahan ini pasti akan mengaturku! Jangan merasa memiliki hidupku hanya karena aku udah nikahin kamu. PAHAM?"

Ucapan itu membuat gemuruh di dadaku seolah semakin bergolak. Rasanya duniaku berhenti berputar. Aku kehilangan waktu untuk menghirup udara. Terasa sesak bagaikan tanpa napas. Membekukan aliran darahku sampai aku kesulitan bergerak.

Tetesan air mata tidak lagi mampu aku bendung. Jika ada kalimat yang paling bisa mewakili hatiku, aku ingin mati, sepertinya kalimat itu yang paling tepat.

"Jangan pergi, Al. Aku mohon. Hari ini saja, Al. Aku mau kamu di sini," ucapku lirih.

"Kamu drama banget sih? Ini dunia nyata. Makanya enggak usah kebanyakan nonton drakor, biar otak kamu bisa warasan dikit!"

Aku tetap memegang erat lengannya, tak ingin dia pergi. Aku ingin dia memberi sedikit waktu. Waktu untuk membunuh kebencian di hatinya yang entah kapan bertumbuh. Dan entah atas alasan apa?

Tangan yang semakin erat menggenggamnya membuat Aljabar semakin gusar, di dorongnya tubuh ringkihku sampai aku terjatuh dan lutut ini berdarah membentur kerasnya lantai kamar.

Saat itu, dia tidak membantuku bangun tapi malah melepas jaketnya, membuangnya sembarang arah lalu keluar dari kamar melalui pintu.

Dia tidak peduli, pikirku saat itu.

Tapi ternyata, dugaanku salah, karena sejenak kemudian, Aljabar terlihat masuk kembali ke kamar kami dengan kotak obat di tangannya.

Aku mendapatkan kemenangan kecil. Kupikir dia keluar untuk meninggalkanku. Kupikir dia benar- benar tak peduli, tapi ternyata tidak.

Aku tersenyum dalam hati. Terlebih saat kedua tangan kokoh Aljabar mengangkat tubuhku lalu mendudukkanku di bibir ranjang. Tak sampai di situ, dia pun mengobati luka di lututku yang berdarah.

Memang, tidak ada yang terucap dari bibirnya saat itu, dia hanya melakukannya dengan diam. Tapi aku bisa merasakan pancaran kekhawatiran dalam tatapannya, terlebih rasa bersalah.

"Tidur gih!" Hanya kalimat itu yang dia ucapkan begitu selesai mengobatiku. Nada bicaranya terdengar lembut.

"Kamu nggak akan ke mana-mana kan?" Tanyaku memastikan bahwa dia tidak akan pergi malam ini.

Aljabar tampak mengacak-ngacak rambutnya, sedikit berteriak. Kelihatannya dia sangat frustrasi. Tanpa aku tahu bagian mana yang membuat dia sefrustrasi itu?

"Ya Tuhan! Nggak, Ta! Aku nggak akan kemana-mana!" Ucap Aljabar yang seperti terpaksa mengucapkannya.

Setelah yakin bahwa Aljabar tidak akan meninggalkanku, aku pun berbaring di tempat tidur dan dia mengambil tempat di sisiku, tidur dengan posisi memunggungiku. Rupanya aku sebegitu tak diinginkannya.

"Al," Aku bangkit dan mendekat ke arahnya. Meraih tubuhnya dalam dekapan.

Saat itu, Aljabar hanya diam dan memejamkan mata, saat aku menengok wajahnya sekilas, tanpa sengaja aku melihat setetes air meluncur dari ekor matanya.

Hatiku memang sakit mendapati perlakuan Aljabar yang buruk dan kata-katanya yang kasar, hanya saja, rasa sakit itu tak lebih parah dari rasa sakit yang aku rasakan ketika melihat Aljabar sepertinya menderita karena aku.

Dan aku sadar, pernikahan ini menyakitinya.

"Udah, tidur!" Ucap Aljabar kemudian seraya melepaskan tanganku yang masih melingkar di perutnya.

Aku mengusap rambutnya, menyematkan sebuah ciuman hangat di pelipisnya. Namun Aljabar tetap diam.

Bagaimana pun dia memperlakukanku, dia tetap orang yang pernah membuat hidupku terasa sangat manis. Dia menyakitiku, tetapi dia juga mengobatiku. Selalu seperti itu. Dan rasa cinta membuatku tak merasa keberatan atas itu. Sampai luka di hati ini membusuk dan aku tidak ingin lagi mencintainya, sejauh itulah aku akan berusaha bertahan di sisi Aljabar, suamiku.

*****

Seminggu setelah pernikahan, dengan alasan supaya kami bisa belajar mandiri, Tante Widya menyewakan sebuah kontrakan untuk kami tempati.

Ide yang cukup bagus bagiku, karena aku tidak nyaman jika harus tetap tinggal di kediaman Aljabar, di mana aku harus bertemu dan bertatapan dengan Nando setiap hari. Tatapan anehnya membuatku takut, takut terjebak dalam hubungan kurang sehat. Aku adik iparnya, bukankah aneh menatapku seperti itu?

Setelah kami tinggal di kontrakan, Aljabar semakin bebas dengan hidupnya, keluar malam dan pulang pagi dalam keadaan mabuk, rutinitasnya selalu begitu dan itu membuatku jengah.

Dia hanya menyentuhku saat dia sedang mabuk, atau sedang dalam keadaan membutuhkan sentuhan dan itu pun, dia tak pernah melakukannya dengan cara menyenangkan. Seolah aku hanya pemuas nafsu tak berperasaan baginya.

Dia memintaku melenguh seperti seekor sapi saat menikmati tubuhku dan saat aku memenuhi permintaan itu dia akan berkata, "bercinta sama kamu itu seperti bercinta dengan jalang, bedanya aku nggak perlu bayar kamu!"

Dan saat aku menjadi pasif ketika dia menyentuhku, dia akan memaki, "Bangke! Bercinta ama kamu itu sama dengan meniduri sebatang pohon, bedanya kamu punya sesuatu yang basah dan mereka nggak!"

Namun, lagi-lagi cinta selalu menjadi alasan untuk bisa menerima semua sikap kasar dan arogannya.

"Kamu nggak boleh keluar malam ini, atau aku pulang ke rumah mama," ancamku pada suatu malam saat Aljabar hendak pergi.

"Kamu maunya apa sih, Ta? Jangan mulai ngatur-ngatur aku, ya?"

"Aku istri kamu apa kamu lupa?" Balasku dengan dagu terangkat. Entah mendapat keberanian darimana, malam itu aku benar-benar tidak mau Aljabar pergi lalu pulang dalam keadaan mabuk lagi. Aku muak melihatnya.

"Iya-iya, seluruh dunia udah tau kali kamu istri aku," katanya sinis.

"Pokoknya aku mau pulang kalau kamu ngotot perg malam ini!" Ancamku lagi berharap Aljabar mengerti perasaanku.

Tapi yang terjadi saat itu adalah, Aljabar malah mendorong tubuhku ke tembok, tangan kanannya diletakkan di samping wajahku dan tangan yang lain mencengkram rahangku.

"Kamu tahu, kenapa aku kayak gini sama kamu? Aku tuh cinta sama kamu. Tapi pernikahan kita emang udah sakit dari awal. Kamu tau kan kalau aku nggak mau buru-buru nikah!"

"Kamu yang sakit! Kita bisa mulai semuanya kalau aja kamu mau. Nggak ada cinta yang nggak ingin memiliki!" Balasku meski agak kesulitan bicara.

"Memulai? Kamu yang bikin aku nggak punya masa muda, kamu yang bikin aku putus kuliah dan merelakan impianku buat jadi fotografer terkenal. Kamu yang bikin aku ngelakuin kesalahan terbesar dalam hidup. Kamu petaka buat aku, Ta! Terus kamu minta aku memulainya seolah semuanya baik-baik aja?" Aljabar tertawa hambar. Mengusap hidung dengan punggung tangan secara kasar.

Saat dia lengah, aku melepas cengkraman tangannya di rahangku. Menatapnya dengan tatapan marah. "Siapa yang mulai ngerayu aku dengan alasan ragu sama status virginku? Setelah semua yang kamu lakukan sekarang kamu nyalahin aku? Setelah semuanya aku kasih ke kamu, kamu bahkan masih aja berpikir kalau aku ini cewek nggak bener..."

Belum selesai aku bicara, Aljabar kembali mencengkeram rahangku kali ini lebih kuat, dengan raut wajah marah yang menakutkan dia mencium bibirku penuh emosi, mengunci tubuhku dan memepetnya ke dinding sampai aku tak bisa bergerak.

"Wajah sialan ini yang selalu godain aku dan bikin aku nggak bisa nahan diri. Salah kamu kenapa kamu selalu bikin aku lupa diri! Salah kamu kenapa kamu punya wajah secantik ini, Ta! Salah kamu karena kamu selalu bikin aku terangsang dengan pakaian-pakaian kamu yang seksi itu! Pokoknya semuanya salah kamu, Atama!" Cecar Aljabar setelah melumat kasar bibirku lalu dia melempar cengkramannya, seperti melempar sebuah bola.

"Emang dasar kamu aja yang nafsuan!" Balasku sengit.

BUGH!

Tangan Aljabar memukul dinding dengan sangat keras di samping wajahku, menimbulkan dengung nyaring di telinga. Aku memejamkan mata penuh rasa takut. Rasanya harga diriku telah dilucuti.

"PELACUR!" umpatnya kasar lalu kemudian menarik tubuhku dan mendorongnya ke tempat tidur.

Aljabar lagi-lagi membawaku pada sentuhannya setelah dia memakiku. Sentuhan yang rasanya tak lagi sama, penuh murka. Sentuhan antara menginginkan atau menghina. Dan dia menyentuhku ketika air mata ini tak bisa lagi terbendung. Sakit bukan main.

Salahkah aku memilih dia?

Kenapa selalu salahku?

Aku ingin menertawakan diri sendiri karena memilih dia, mempertahankan dia yang begitu egois. Dan aku selalu menertawakan diriku sendiri tanpa henti.

Selucu inikah takdirku?

Aljabar adalah luka bagiku, tapi dia bisa sekaligus menjadi obat terbaik. Terkadang dia mampu bersikap semanis madu, terkadang mampu berubah menjadi racun yang membunuhku tanpa peringatan.

Madu dan racun itu bertolak belakang, tapi dalam diri Aljabar hal itu berjalan beriringan.

Anggap saja, ini konsekuensi yang harus aku tanggung karena sudah mencintainya.

Dan aku tidak tahu, sejauh mana aku sanggup bertahan dengan keadaan ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KUUBAH IDENTITAS DEMI DENDAM PADA SUAMIKU   96. EPILOG

    TIGA TAHUN KEMUDIAN...Abraham POV*****"Kamu... bukan Rassi...” kataku lirih, melemah, terduduk lunglai di lantai. Bersandar pada dinding ruangan gelap itu.Kedua rahangku kembali mengeras. Menahan sesak yang kian menjadi-jadi.Aku menggigit bibir bagian bawah, sekadar berusaha menahan genangan air di kelopak mataku supaya tidak jatuh membanjiri pipi.Jelas, aku tak ingin terlihat cengeng dihadapan wanita ini. Meski aku harus mengakui kekeliruanku selama ini, kalau wanita yang kini berdiri di hadapanku ini, bukan, dia bukan Rassiku.Wanita ini bukan istriku...*****Jakarta, Sepuluh Tahun SilamAku terdiam saat berbicara. Aku terhenti saat berjalan. Seperti ketika aku melewati taman-taman surga. Walau mata ini tertutup, tapi dia tetap terlihat. Bahkan ketika mata ini terbuka, seketika senyumnya menyambut tanpa jeda, membuatku lupa bagaimana cara untuk berkedip. Tingkah manjanya membuatku merasa menjadi satu-satunya pria paling perkasa, karena aku satu-satunya pria yang bisa melindun

  • KUUBAH IDENTITAS DEMI DENDAM PADA SUAMIKU   95. AKHIR SEBUAH KISAH

    Tak ada yang pernah menyangka jika Rassi Pramudita adalah anak dari salah satu pengusaha ternama di New York.Ayahanda Rassi adalah orang Indonesia yang sudah lama menetap di New York dan menjadi warga negara Amerika Serikat, sementara Ibunda Rassi sendiri merupakan wanita keturunan Korea Selatan.Paras cantik Rassi diturunkan dari sang Ibu yang awalnya berprofesi sebagai aktris ternama di Korea, namun dia pensiun sejak memutuskan untuk menikah dengan Ayah Rassi.Tidak mendapat persetujuan keluarga, itulah yang menjadi penyebab Ayah Rassi pergi ke luar negeri dan memulai karirnya sebagai pebisnis dari titik nol di New York.Siapa sangka, keuletan dan ketekunannya membuahkan hasil yang sangat memuaskan.Sementara alasan mengapa Rassi dan Rissa bisa terpisah, itu semua karena ulah seorang lelaki bernama Mo Seo Jin yang merupakan fans garis keras Ibunda Rassi.Mo Seo Jin kecewa karena idolanya pensiun dari dunia perfilman dan memilih untuk menjadi Ibu Rumah tangga biasa sehingga lelaki i

  • KUUBAH IDENTITAS DEMI DENDAM PADA SUAMIKU   94. WANITA BERNAMA RISSA

    Sesampainya Atama dan Aljabar di kediaman mereka, hal tak terduga mengejutkan keduanya saat sosok Chelsea yang tiba-tiba berlari ke arah Aljabar di pintu masuk dengan senyuman yang merekah di wajah imutnya."Papa... Elsi kangen Papa..." ucap Chelsea yang langsung berhambur memeluk Aljabar."Chelsea? Kamu..." ucap Atama bingung saat tiba-tiba Arlan dan Althair diikuti Lyra dan Rama ikutan menghampiri mereka di ambang pintu utama."Chelsea baik-baik aja, Ata! Lagian sih, lo nggak angkat telepon gue!" ucap Arlan saat itu setengah berteriak."Ini, gimana bisa?" Tanya Atama yang masih saja bingung, meski dalam hati dia sangat senang."Chelsea itu udah lama kabur dari Abraham. Dan selama itu juga dia hidup terlunta-lunta sendirian di luar sana. Untungnya ada temen gue yang nemuin Chelsea." ucap Arlan setelahnya."Alhamdulillah, syukur kalau begitu? Aku harus cepet telepon Lexi, dia pasti senang mendengar kabar ini," balas Atama yang lekas mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya."Elsi nggak m

  • KUUBAH IDENTITAS DEMI DENDAM PADA SUAMIKU   93. MEMENDAM KECEWA

    Setelah Atama memberitahu Lexi bahwa dia sendiri pun tidak mengetahui di mana kini Abraham menyekap Chelsea, lalu tak lama, wanita itu mendapati pesan masuk yang dikirim dari nomor tak dikenal, di mana nomor tersebut mengaku bahwa dia adalah Abraham.Lelaki itu mengancam Atama juga Aljabar akan membunuh Chelsea jika mereka tak datang ke lokasi di mana Abraham berada.Tak mau membuang waktu, Atama dan Aljabar pun melaporkan ancaman itu pada pihak kepolisian, selain itu, mereka juga melibatkan Lexi dalam pemecahan masalah kali ini.Hingga akhirnya, setelah mereka semua berembuk, Atama dan Aljabar pun menyanggupi permintaan Abraham.Keesokan malamnya, mereka benar-benar mendatangi lokasi yang alamatnya diberikan Abraham pada mereka.Arlan yang awalnya ingin ikut tak diizinkan oleh Nando karena kondisi kesehatan Arlan yang memang belum sepenuhnya membaik.Menahan kesal, Arlan hanya bisa menatap kepergian iring-iringan kendaraan Aljabar, Lexi dan pihak kepolisian yang meninggalkan pelatara

  • KUUBAH IDENTITAS DEMI DENDAM PADA SUAMIKU   92. SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN

    Mungkin, semua manusia di dunia ini pernah mengalami sebuah kejadian yang dinamakan kebetulan.Ya, kebetulan.Kebetulan yang pada akhirnya kembali mempertemukan sepasang insan manusia yang saling jatuh cinta.Semua yang terjadi seperti mimpi bagi Aljabar saat tatapannya yang tanpa sengaja tertuju ke arah sebuah motor yang melaju perlahan di sisi kendaraannya.Saat itu, Aljabar sedang berada dalam perjalanan menuju Bandung untuk menemui Ibu Marfuah. Kepergiannya ditemani Nando dan pihak kepolisian.Sesosok wanita bergaun hijau yang duduk diboncengan motor terlihat tidak asing, sehingga Aljabar pun menajamkan penglihatannya.Dan saat itulah, dia pun tersadar bahwa wanita itu adalah Atama, istrinya yang hilang satu minggu ini.Menepuk cepat bahu Nando yang mengendarai mobil, Aljabar berteriak panik."Nan, berhenti Nan! Berhenti! Hadang motor itu, Nan! Itu Atama, Nando! Itu Atama," ucapnya dengan telunjuk yang mengarah ke motor di sisi kendaraannya.Nando pun bergerak cepat mengikuti inst

  • KUUBAH IDENTITAS DEMI DENDAM PADA SUAMIKU   91. MELARIKAN DIRI

    Hari ini, Mami Keke dikejutkan dengan kabar hilangnya Ratu dari rumah sakit.Salah satu anak buahnya tersebut melarikan diri saat pengawasan rumah sakit sedang berkurang, terlebih saat Andra, yang merupakan salah satu bodyguard Mami Keke yang ditugaskan sang gremo menjaga Ratu sedang lengah.Masih dengan seragam rumah sakit yang dia kenakan, Ratu berjalan tertatih saat luka tembak di perutnya belum sepenuhnya pulih.Ratu harus lekas pulang ke kostannya untuk mengambil barang pribadinya sebelum dia pergi jauh dari kota ini.Setelah menjalani perawatan intensif pasca kejadian penembakan itu, Ratu terus berpikir bahwa dia tak ingin lagi kembali pada profesinya sebagai pelacur.Ratu ingin berhenti dari pekerjaan kotor itu dan mulai menata kehidupannya yang baru.Meski sampai detik ini, dia belum tahu kemana dia harus pergi.Dan mengenai alasan mengapa Ratu tiba-tiba berpikir seperti ini, itu semua tak lepas dari perasaan yang dia miliki terhadap Arlan sejauh ini.Ratu sadar sampai kapan p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status