Share

45 - Ramalan

Author: Luna Maji
last update Last Updated: 2025-10-11 21:07:06

Kabut dini hari masih bergantung di antara pepohonan. Hawa Vermilion di sekitar mereka belum juga lenyap, membentuk lingkaran hangat di tengah udara hutan yang dingin.

Cailin belum bergerak. Detak jantung di dadanya belum mau tenang, seolah tubuhnya masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

Shangkara menunduk sedikit, napasnya menyapu lembut sisi wajahnya yang masih memerah.

“Kau tidak akan mengajakku masuk,” suaranya rendah, nyaris seperti godaan yang disembunyikan di balik nada datar, “atau kau memang terlalu nyaman berada di pelukanku?”

Cailin sontak tersadar, mendorong dadanya dengan cepat—tidak kuat tapi cukup untuk membuat ruang di antara mereka. “Jangan rusak momen ini dengan omonganmu yang menyebalkan,” suaranya bergetar, campuran malu, marah dan kelegaan.

Shangkara tertawa rendah, getarannya terasa hingga ke tulang Cailin. “Kalau kau terus begini, kita akan berdiri di sini sampai pagi. Dan bayangkan betapa senangnya Klan Utara menemukan Kaisar Vermilion membeku di de
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    106 - Sergap

    Malam pertama dan hari pertama perjalanan berjalan lancar, berkat kabut ilusi Pasukan Bayangan tidak ada yang menyadari perjalanan mereka. Mereka beristirahat sejenak untuk makan di hutan terpencil sebelum melanjutkan perjalanan di hari kedua.Menjelang siang hari kedua, ketika perjalanan tinggal setengah hari lagi menuju Danau Bulan, ketegangan memuncak.Di dalam kereta, Ren tiba-tiba tersentak. Ia membuka mata, namun tatapannya kosong. Tubuhnya mulai menggigil tak terkendali.“Jangan … terlalu dekat … Yang Mulia …” Ren mengingau dalam tidurnya.“Ren!” Lian langsung panik. Ia menyentuh kulit Ren dan merasakan demam tinggi. Garis-garis hitam keunguan akibat racun Klan Naga Hitam yang sebelumnya tertahan oleh ramuan, kini meram

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    105 - Dekret

    Pagi hari di Istana Vermilion, genderang istana berdentum tiga kali.“Dekret Kaisar!” teriak pengawal istana di halaman depan. “Pertunangan resmi antara Yang Mulia Kaisar Vermilion dan Nona Daiyu dari Klan Timur diumumkan demi stabilitas kerajaan!”Berita itu menyebar seperti badai. Rakyat di pasar saling berbisik, antara percaya dan bingung. Ada yang bersorak karena mengira itu tanda damai, ada pula yang cemas karena cahaya merah di langit malam sebelumnya masih jadi bayang-bayang di pikiran mereka.Bendera-bendera kerajaan dikibarkan. Anak-anak menatap langit, mencari burung vermilion merah yang katanya menjaga Kaisar mereka.Di ruang dewan istana, kursi kaisar kosong. Para tetua saling pandang, beberapa mulai merasa ada sesuatu yang tak beres.Guru Fen berdiri di tengah aula, memegang gulungan Dekret Kekaisaran yang disegel dengan Vermilion. Wajahnya dingin dan serius.“Kalian menuntut kepastian!” Guru Fen menggelegar. “Kaisar

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    104 - Belenggu  Vermilion

    Shangkara kembali ke ruang kerjanya. Ia menatap ke luar jendela, di mana langit Istana Vermilion tampak damai, sebuah kontras yang kejam dengan badai yang berkecamuk di dalam dirinya. “Berani sekali dia mengancamku,” bisiknya pada diri sendiri. Tangannya menggenggam erat lengan kursi. Ia mengulurkan tangan, mencoba memanggil api Vermilion penuh, tetapi yang keluar hanyalah nyala api yang kecil dan berkedip. Ia mengerutkan kening. Mengingat amukannya di Pegunungan Utara malam sebelumnya, ia seharusnya merasakan letusan energi, tetapi kini, ia merasakan sumbatan. Ada tali tipis yang melilit Inti Qi-nya, terasa dingin dan memuakkan—gema dari ikatan paksa Daiyu. “Sialan!” umpatnya. Itu adalah bukti nyata, ancaman Daiyu kini memenjarakan kekuatannya. Dengan wajah tegang, ia segera bergegas menuju Kuil Guru Fen. Guru Fen menyambutnya dengan sorot mata yang serius. “Kau membuat dunia gempar, Yang Mulia.” “Biarkan,” jawab Shangkara tanpa basa-basi, ia mencengkeram dadanya. “Aku perlu

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    103 - Permainan

    Keesokan paginya, Cailin duduk di dekat jendela, memandang hilir mudik aktivitas warga desa. Suara penduduk dan desiran angin gunung terdengar lembut.Shangkara datang diam-diam, duduk di sebelahnya.Cailin menoleh, ia menyentuh lengan Shangkara. “Lenganmu bergetar,” bisiknya. “Kau terluka lebih dari yang kau akui.”Shangkara tersenyum tipis. “Hanya kelelahan. Aku sudah lama tidak membakar seluruh gunung.” Ia meraih tangan Cailin, menggenggamnya dengan erat. “Aku harus kembali ke istana. Sebentar.”Cailin memandangnya dengan pengertian, “Aku tahu. Kewajibanmu sebagai kaisar—”“Bukan sebagai kaisar,” potong Shan

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    102 - Duka

    Ruang belakang kedai mi di kaki Pegunungan Naga Hitam kini menjadi ruang perawatan darurat. Cahaya pagi menyelinap melalui jendela kayu, menerangi suasana kehancuran dan kelegaan yang pahit. Jenazah Moyan telah diselimuti jubah Klan Bulan dan diletakkan di sudut ruangan.Di tengah ruangan, Ren terbaring pucat di atas kasur darurat. Luka di perutnya masih menyebarkan racun spiritual hitam, yang terus menjalar.Guan berlutut di sisi Ren, tangannya gemetar. Dia menggunakan Es Bulan yang dingin untuk mengisolasi luka, mencegah racun mencapai jantung. Wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat sangat putus asa.“Jangan menyerah, Tuan Ren,” gumam Guan, suaranya parau. Ia melihat bayangan Moyan di sudut. Ia tidak akan kehilangan orang lagi. “Kita akan singkirkan racun ini. Kita harus.”Setiap kali racun bereaksi, api Vermilion di tubuhnya menyala pelan, lalu meredup lagi.Lian hanya bisa duduk di dekatnya, air matanya menetes tanpa suara. Ia mengatupkan gigi, frustrasi karena ia tidak memil

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    101 - Pengorbanan

    Di ruang alkimia yang kini silau dengan aura vermilion sang kaisar, udara terasa panas dan sesak. Shangkara berdiri di ambang pintu yang hancur. Di depannya, Pemimpin Klan Naga Hitam berdiri di samping altar tempat Cailin terikat.“Mundur, Kaisar!” Pemimpin Klan Naga Hitam menyeringai, mengambil mangkuk kristal berisi ramuan darah Cailin. “Atau ramuan ini akan ku lemparkan ke wajahmu! Kau akan terikat pada sihir jiwa Naga Hitam selamanya!”“Jiwa Vermilion tak tunduk pada kegelapan,” ucapnya, suara rendah yang bergetar oleh kemarahan yang tertahan. Namun, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, sang Kaisar yang perkasa itu benar-benar terpaku. Bukan karena takut pada ancaman, tapi karena takut satu kesalahan akan merenggut nyawa Cailin.Suara langkah mendekat. Batu berderak. Guan, da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status