공유

84 - Pemulihan

작가: Luna Maji
last update 최신 업데이트: 2025-10-27 18:17:00

Cailin, Ren, dan Guan yang kini menyamar sebagai pelayan baru Cailin menyusup kembali ke istana dengan lancar. Suasana istana masih tegang, namun langkah Cailin terasa ringan. Misi berhasil, dan kini ia memiliki sekutu di dalam dan luar tembok istana.

“Ren, tolong antarkan Guan ke barak pelayan dan atur dia sebagai pelayan untukku,” pinta Cailin.

Ren mengangguk, memahami tanpa perlu penjelasan lebih. “Saya akan pastikan identitasnya aman.”

“Guan,” Cailin menoleh pada wanita itu, “berlatihlah bersamaku besok pagi. Aku ingin segera mempelajari teknik penyembuhan itu.”

“Siap, Putri,” jawab Guan dengan hormat kemudian mengikuti Ren.

Dengan hati yang lebih ringan, Cailin bergegas menuju kamar Shangkara. Ia mendorong pintunya perlahan dan menemukan Shangkara sedang berdiri di dekat jendela, menatap bulan sabit di luar. Angin malam memainkan helaian rambutnya, dan wangi dupa menguar pelan.

“Shangkara,” panggil Cailin lembut.

Ia menoleh, senyum tipis muncul di wajahnya yang lelah. “Kau sudah
Luna Maji

Akhirnya mereka bisa bernapas lega dulu ya 😭💫 Bab ini bukan cuma soal penyembuhan luka Qi, tapi tentang hati dua orang yang saling menenangkan Kalian paling suka sisi Shangkara yang lembut atau yang nakal nih? 😏 Tulis komentar, ulasan & kasih votenya ya, biar aku makin semangat lanjut ke bab berikutnya! 💬🔥

| 좋아요
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    85 - Racun

    Cahaya pagi yang lembut menyusup melalui celah tirai, menerangi lantai di kamar Kaisar. Shangkara dan Cailin masih berpelukan, diselimuti selimut sutra. Untuk sesaat, waktu terasa berhenti. Cailin menikmati kedamaian, melupakan kekacauan di luar tembok istana.Cailin membuka matanya perlahan, kepalanya bersandar nyaman pada dada Shangkara. Ia bisa merasakan detak jantung pria itu yang kuat dan napasnya yang stabil.Jemari Cailin dengan ringan menelusuri segel di dada Shangkara. Tanda segel itu terasa halus dan hangat. Senyum kecil mengembang di bibirnya.Saat tangannya bergerak, Shangkara bergumam pelan dan matanya terbuka perlahan. Ia melihat Cailin dan senyum lelahnya muncul.“Selamat pagi,” bisik Cailin.“Pagi,” jawa

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    84 - Pemulihan

    Cailin, Ren, dan Guan yang kini menyamar sebagai pelayan baru Cailin menyusup kembali ke istana dengan lancar. Suasana istana masih tegang, namun langkah Cailin terasa ringan. Misi berhasil, dan kini ia memiliki sekutu di dalam dan luar tembok istana.“Ren, tolong antarkan Guan ke barak pelayan dan atur dia sebagai pelayan untukku,” pinta Cailin.Ren mengangguk, memahami tanpa perlu penjelasan lebih. “Saya akan pastikan identitasnya aman.”“Guan,” Cailin menoleh pada wanita itu, “berlatihlah bersamaku besok pagi. Aku ingin segera mempelajari teknik penyembuhan itu.”“Siap, Putri,” jawab Guan dengan hormat kemudian mengikuti Ren.Dengan hati yang lebih ringan, Cailin bergegas menuju kamar Shangkara. Ia mendorong pintunya perlahan dan menemukan Shangkara sedang berdiri di dekat jendela, menatap bulan sabit di luar. Angin malam memainkan helaian rambutnya, dan wangi dupa menguar pelan.“Shangkara,” panggil Cailin lembut.Ia menoleh, senyum tipis muncul di wajahnya yang lelah. “Kau sudah

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    83 - Sekutu

    Sore itu, di dalam kamar Kaisar, Shangkara berdiri mengenakan jubah ringan, wajahnya sedikit pucat tapi matanya jernih. Di hadapannya, Cailin bersiap dengan hanfu sederhana berwarna kelabu, rambutnya disanggul rendah seperti seorang pedagang biasa.Ren berdiri tak jauh, menunggu perintah terakhir.Shangkara menatap Cailin lama sebelum akhirnya berkata “Kau tidak perlu melakukan ini. Dunia di luar sedang berbahaya. Aku bisa kirimkan pasukan bayangan untuk menghubunginya.”Cailin menggeleng. “Tidak, aku harus datang sendiri.”Ren menunduk hormat, tapi suaranya tenang. “Saya sudah atur semuanya, yang mulia. Jalan menuju pasar timur aman.”Shangkara menatap Ren dalam-dalam. “Ren,” s

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    82 - Diplomasi

    Cailin masuk ke kamar Kaisar tanpa suara. Shangkara sudah terbaring, walau matanya masih terbuka, menatap langit-langit. Ada kerutan samar di antara alisnya, bukti bahwa ia belum sepenuhnya pulih.“Kau tidak tidur?” bisik Cailin, mendekat.“Aku tidak bisa,” jawab Shangkara, suaranya lelah. “Aku bisa merasakan apa yang terjadi di luar. Berita itu sudah meracuni ibu kota. Mereka takut.”Cailin duduk di tepi ranjang. Ia menggenggam tangan Shangkara, dan mengalirkan energi bulan yang sejuk. Kemudian, dengan nada serius, ia mulai bercerita.“Ada hal yang belum kuceritakan tentang perjalanan pulang dari kuil bulan. Waktu itu, kami mampir di Kota Angin.” Cailin menceritakan tentang pelayan tua keluarga Lian, cincin giok, dan perte

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    81 - Komunikasi

    Di ruang bawah tanah yang lembap di bawah kedai mi tua di sudut kota, cahaya dari kristal spiritual bulan memantul di wajah tiga anggota Klan Bulan yang setia. Moyan, pemuda yang melihat selebaran pagi itu, berbicara dengan suara rendah namun membara.“Istana dan rakyat sudah dimanipulasi,” tegas Moyan. “Mereka menyebut putri kita sebagai kutukan. Penyihir! Kita harus segera menyelamatkannya.”Pemilik kedai mi, seorang pria tua bernama Kong, menghela napas berat. “Kita harus berhati-hati, Moyan. Kita adalah sisa-sisa terakhir. Bergerak terburu-buru hanya akan mengkhianati Putri. Kita harus tetap bersembunyi.”Guan, seorang wanita muda di sudut lain berkata lirih, “Kita tak bisa menentang kekaisaran secara terbuka, Moyan. Jika kita gegabah, justru Putri bisa dalam bahaya.&rdq

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    80 - Badai

    Angin malam menyusup melalui kisi-kisi jendela kamar Shangkara. Wangi dupa obat masih tercium samar di udara. Shangkara duduk bersila di tepi ranjang, matanya terpejam, berusaha menstabilkan aliran Qi-nya yang masih bergejolak.Pintu kamar berderit pelan. Cailin masuk dan menutup pintu di belakangnya. Ia berjalan mendekat, berhenti beberapa langkah di depan Shangkara.“Shangkara,” panggilnya lirih.Pria itu membuka mata perlahan. “Cailin?”Cailin menatapnya tanpa berkata-kata untuk sesaat, lalu dengan suara yang tenang tapi tajam, ia bertanya,“Apa benar ... kau terikat pada Daiyu?”Shangkara terdiam. Hanya tangan kirinya yang mengepal pelan di atas lutut, ototnya menegang.Cailin maju satu langkah. “Aku butuh kebenaran.”“Ledakan ritual itu menciptakan sesuatu yang tidak seharusnya,” katanya akhirnya dengan suara serak. “Inti vermilion ku yang retak … tertarik ke jiwa Daiyu yang terluka. Sekarang sebagian qi ku terikat padanya. Jika dia mati,” ia berhenti, sorot matanya meredup, “aku

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status