Aku mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh namun di ujung persimpangan jalan menuju kota, aku menghentikan dan langsung memutar arah kembali ke lokasi acara pernikahan Mas Yadi.
Ada rasa geram dan sebal yang menyeruak namun aku harus segera bertindak.Syiiit ....Mobik kurem mendadak dan aku langsung turun lagi dengan wajah dan penampilan yang tak lagi kupedulikan, tamu yang tersisa langsung kaget melihatku kembali."Nah, ada apa lagi," gumam mereka."Mas Yadi ... Mas Yadi ...." Aku berteriak, meski beberapa orang kampung mencegahku membuat keributan lebih jauh."Mbak, sebaiknya Mbak jangan bikin keributan di kampung saya," ujar seorang pria yang berpakaian batik, dengan tubuh tinggi dan rahang tegas. Dia terlihat serius dengan ucapannya.Plak!Kutampar juga mulutnya hingga ia terkejut dan nyaris membalasku andai orang-orang gak memeganginya."Ketua RT mana yang begitu sembarangan melangsungkan akad nikah warganya tanpa mencari tahu dulu latar belakang dan status si calon pengantin, kamu disogok berapa?!" teriakku dengan mata membeliak, wajahku panas seolan diletakkan bara api menyala."Jangan kurang ajar ... Saya bisa lapor polisi!""Lapor saja, saya ingin tahu laporan siapa yang diproses, kau tahu saya siapa, saya adalah ketua Persit di kota saya, dan kamu berani menikahkan suami saya yang jelas-jelas aturan pada pekerjaannya dia dilarang poligami, kamu mau saya laporkan juga? Hah!" Ketua RT itu langsung memundurkan diri."Mas Yadi ... Mas Yadi ....."Pria yang kupanggil langsung bergegas keluar dan menemuiku."Mana kartu kredit dan debit milikku?""Lho itu kan kartuku?!" balasnya ragu."Aku tak mau mengancammu, jadi mohon kembalikan dengan baik sekarang juga."Aku mengulurkan tangan."Hei, kau sudah mengambil segalanya." Ia menolak.Lantas kubuka sepatu hak tinggi milikku lalu tanpa aba-aba lagi kulempar ke arah wajahnya, namun karena dia mengelak sepatu tersebut melayang mengenai jendela kaca dan tentu saja,Prang! pecah berkeping-keping."Suamiku ...."Wanita jalang itu menjerit panik seolah hanya dia yang bersuamikan Mas Yadi."Oh, jadi kau mengkhawatirkan suamimu, cepat sekali kau berani menyebutnya suamimu, tidak khawatirkah kalo-kalo suamimu hanya akan jadi suami satu malam saja.""Diam Sakinah, aku akan memukul mulutmu," ujar Mas Yadi yang siap memukulku."Oh, kamu tidak ingat hukuman, tidak ingat rasa bogem mentah dan dinginnya penjara akibat pelanggaran yang kau lakukan? Atau haruskah aku melaporkan ini pada atasanmu sehingga kau dipecat dari korps-mu?""Tutup mulutmu!""Serahkan padaku atau sekarang juga aku akan meluncur ke Markas Komando Militer tempatmu bekerja dan akan kulaporkan kau atas tindak perzinahan?""Diam, baik akan kukembalikan!" Dia mengeluarkan dompet dan secepat kilat kusambar dompet itu.Kuambil KTP miliknya dari dalam sana lalu keperlihatkan pada semua orang."Lihat statusnya, dia suami orang, bukan duda atau lajang, dia suamiku! dan kau RT laknat dan semua aparat desa di sini akan aku laporkan ke pihak berwenang atas tuduhan pembiaran dan mendukung perzinahan.""Mereka 'kan menikah," sanggah RT yang kutampar tadi."Nikah demi menghalalkan perzinahan mereka, lagipula aku tidak memberinya izin.""Sakinah, kau kasar sekali," geram Mas Yadi."Kenapa memangnya? kau mau menghajarku?" Ibu-ibu yang punya suami di sini tak akan membiarkanmu, karena mereka bia membayangkan sakitnya dipoligami tanpa alasan, benar Ibu-ibu?"Mereka Emak-emak bergamis degan emas bergantung tebal di dada dan tangan mereka, semua mengangguk dan mengangkat tangannya setuju."Ini ambil KTPmu!" ujarku sambil melempar benda itu."Dompetku?""Di sini ada kartu anggota dan atm bank, aku tak akan membiarkanmu menyalah-gunakannya.""Kau keterlaluan ...." Dia maju dan terjadilah aksi tarik menarik dompet yang disaksikan banyak orang.Wanita jalang yang masih memakai kebaya dan konde itu berusaha menengahi dan mencegah aksi kami, namun ia terdorong olehku hingga terjerembab, dan dompet berhasil berpindah kembali ke tangan Mas Suryadi. Dia mengantongi dan segera membangunkan gundiknya."Ayo Bangun Kartika," ajaknya setengah memeluk tubuh Kartika dan membuatku makin meradang tidak kepalang."Baik, kau menolak, tapi kau tidak tahu jika aku bisa memblokir kartu itu," desisku."Lakukan saja kalo kau punya cara.," tantangnya sambil berkacak pinggang yang membuatku langsung tertawa jahat."Aku punya data dan berkas bank milikmu, aku juga mengendalikan transaksi akunmu dengan mobile banking, aku bisa menguncinya sekarang juga dan uang yang ada didalamnya akan pindah ke rekeningku, bodoh!""Beraninya kamu ...," ujarnya ingin melayangkan tinju, namun diurungkannya, "aku akui kau pintar sakinah, karena itu, pergilah." Nada bicaranya melemah."Tidak kau suruh pun, aku juga tidak tahan berada di sini! Menjijikkan kamun semua! dan kau pelakor laknat, mulai hari ini orang akan menertawai dan memandangmu sinis karena kau mencuri suami orang lain.""Pergilah, Sakinah!" usir Mas Yadi."Baik, aku pergi, tapi besok tunggu surat pemanggilanmu, aku tak akan tinggal diam sebelum kau ditangani Oditurat di pengadilan militer." Aku melangkahkan kaki menyibak kasar kerumunan tetangga dan hadirin yang ingin tahu dan penasaran detail kejadian.Sebenarnya jiwaku gentar membuat kegaduhan di dusun orang, tapi seolah dipaku semua hadirin hanya terhenyak dengan kejadian cepat itu. Sedang aku, tak mampu kukendalikan emosi yang membara di dada ini.Aku kesal, aku kecewa, aku marah, dan yang lebih membuatku marah adalah reaksi anak anak jika tahu ayah mereka menikah dengan tetangga miskin yag selalu mereka perhatikan anaknya.Wanita jalang itu, dia memang cantik meski usianya sudah tiga puluh lima, entah bagaimana ia menjerat suamiku? apakah dia memanfaatkan air mata dan keadaan lemahnya sebagai daya tarik atau bagaimana? Sejak kapan mereka berhubungan dan sudah sejauh apa? Aku harus menyelidiki semua itu.Kemudian aku bertanya-tanya dalam hati, kurangku apa? Aku juga cantik dan bertubuh indah sepertinya, aku juga sering olahraga dan perawatan. Anal-anak kuurus dengan baik juga.Apakah aroma rumput baru lebih menggugah dari pada rumput di kandang sendiri yang halal Apakah main sembunyi-sembunyi lebih nikmat karena memacu adrenalin dari pada mendatangi istri yang menunggu dengan setia? Kurang ajar!Tunggu esok aku akan melaporkan perbuatannya, dia harus memilih menceraikan Kartika atau kehilangan pekerjaannya.Ketika mereka membalikkan badan, Kartika dan pria itu terkejut, bukan main kaget, sampai salha tingkah, sedang aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa terpana yang tidak terkira. Aku tak tahu apa harus marah atau menangis dengan pemandangan miris di depan sana, bersamaan dengan rasa iba pada Mas Yadi."Astaghfirullah, apa-apaan kamu Kartika?!' Mas yadi menggeram, mengepalkan tangan dan mendekat, ia maju dan bersiap memukul pria yang jadi pasangan selingkuh Kartika."Beraninya kau menggoda istriku," ujar Mas Yadi sambil melayangkan pukulan."Kau juga sedang bersama istriku, kau telah mempengaruhinya!" Balas pria yang jijik kusebut suami itu."Keterlaluan kau Didit, apa hubunganmu dengan istriku?""Tidakkah harusnya aku yang bertanya apa hubungan yang kau bangun dengan kantan istrimu?!" Mas Yadi membalikkan badan dan terkejut melihatku di belakangnya."Sakinah .....""Apa kau mau mengelak sekarang?" Pria jahat itu terkekeh sinis."Kartika teganya kamu, buru b
"Jadi kau izinkan aku pergi?""Begini saja, pergilah kau sendiri menemui istrimu aku akan memindahkan anak-anak bersama si Bibi ke perkebunan, anak buah Bendi akan mengawal mereka dan memastikan mereka selamat. Kurasa itu adalah jalan terbaik daripada harus mengikuti kau kesana kemari sementara mereka juga harus menjalani aktivitas belajar dan ujian mereka.""Kurasa masuk akal juga apa yang kau katakan, aku akan pergi kalau begitu," ujar pria itu sambil mengambil tasnya.Sebelum sempat keluar dari kamar, ia mendekat dan tanpa aba-aba dia mendaratkan sebuah kecupan hangat di keningku."Terima kasih masih menyimpan pakaianku," bisiknya lembut.Detik berikutnya, pria itu meninggalkanku begitu saja di dalam kamar ini, kamar yang dulu begitu penuh cinta dan aroma kerinduan. Aku jatuh terduduk di atas ranjang, meremas sprei yang dulu pernah menjadi saksi, betapa kami saling mencintai."Pada akhirnya sebagai suami, dia harus tetap bertanggung jawab kepada wanita yang sudah dia terima nika
Sesampainya di depan rumah berlantai dua milik kami, Bendi memasukkan mobilnya ke garasi dan langsung menurunkan rolling door garasi dengan rapat.Aku dan Mas Didit saling pandang namun tak berani banyak bertanya, dia lalu meminta Imel untuk menarik cat mobil yang merupakan tempelan untuk membantunya sehingga mobil yang tadi berwarna biru gelap sudah berubah menjadi putih.Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dan masuk kembali ke mobil."Kamu gak mampir dulu?" tanya Imel."Aku harus pergi, sebelum polisi tahu bahwa kekacauan di tol tadi adalah perbuatanku," balasnya."Kau akan baik-baik saja?" untuk pertama kalinya pria itu terlihat mengkhawatirkan orang."Iya, Pak, saya akan baik baik saja.""Oh, aku lupa kau punya banyak pengawal," balas Mas Yadi.Pria itu hanya menggeleng pelan sambil tersenyum lalu berpamitan denganku dan anak perempuanku."Hati-hati ya," ujar Imel."Kenapa kau tidak menambahkan kata sayang di belakang kalimat hati-hati?" tanya pemuda itu mengulum senyum mem
"Itu Papa!" Seru anakku gembira dia membuka mobil dan langsung berlari ke arah papanya.Anak gadisku begitu gembira dan langsung menghambur memeluk papanya, pria itu juga bahagia dan langsung memeluk putrinya."Akhirnya Papa kelur juga, aku rindu," kata Imel, "tapi kenapa tangan dan kaki papa? Kenapa Papa jalannya pincang?"Tanya Imel yang mengomentari gerakan tubuh Mas Yadi, untungnya dia tak tahu bahwa pria itu habis tertembak dua minggu lalu."Apa kabar, Mas?" Sapaku sambil mengulurkan tangan menyalaminya, tanpa kuduga ia memelukku lalu menepuk belakang punggungku perlahan."Alhamdulillah aku baik sekarang," jawabnya tersenyum, sedang aku terbengong dengan sikapnya."Oh be-begitu ya, ba-baguslah." Sial, aku gugup dan canggung, sementara Bendi dan Imel saling melirik dan tersenyum."Kalo begitu ayo kita pulang," ajak Bendi."Lho, kamu siapa?" tanya Mas Yadi pada Bendi."Dia adalah orang yang sudah menolongku dan Imel dari penyekapan Mas, dia juga sering menjengukku ke rumah sakit d
Setelah mengambil semua surat menyurat yang sudah dibuat ulang dari kantor kuasa hukum kami, aku segera mengajak Bendi untuk pergi menjemput Mas Suryadi ke gerbang Rutan Pondok kopi.Mobil kami meluncur di jalan aspal yang mulus lalu berputar di lingkar Selatan dan menuju pinggir kota dimana pusat lembaga pemasyarakatan itu berada."Kamu yakin bahwa papa akan keluar jam 1 siang?""Iya mah begitu informasi yang aku dengar dari Pak Efendy dan petugas sipir yang menelponku," balasnya."Mudah-mudahan lancar ya," gumamku sembari berharap semoga berita tentang kebebasan Mas Yadi bukan hanya lobi semata antara polisi dan TNI, sementara pada kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi."Apa semuanya akan aman bendi?""Kita harus tetap waspada nyonya, anda pun sekarang berada dalam incaran," balasnya."Apa? Apa maksudnya?""Lihat mobil Chevrolet hitam yang sedang mengikuti di belakang kita? Sejak dari rumah sakit tadi mobil itu terus mengikuti dan mengawasi, aku rasa mereka memang sudah mengi
Kubenahi rambut dan wajahku yang berantakan, aku merutuk karena pria itu menyakiti rahangku, demi Tuhan aku akan bersumpah bahwa dia akan membayarnya.Kini aku harus mencatat daftar panjang orang-orang yang akan aku tuntut dengan pembalasan. Ada William, Didit, Heri, dan sinoembuat masalah Kartika. Mereka bertiga sahabat yang harus dihancurkan.Tiba tiba muncul sesuatu dalam benakku, ide untuk mengadu domba mereka semua dan membuat mereka saling berselisih paham dan saling mencurigai. Perlahan kepercayaan satu sama lain akan tergerus dan hancur tak bersisa, lalu setelahnya, kuhancurkan mereka semua secara hukum juga.Tapi sejujurnya aku pun belum tahu akan memulai dari mana, sulit menentukan mana orang yang benar-benar bisa dipercaya dan mana yang tidak, mana yang tulus dan mana yang hanya modus, mana yang kawan mana yang berpura-pura menjadi kawan lalu menusuk."Aku harus segera menghubungi pengacaraku," batinku sambil meraih ponselku.Tak lama sambungan terhubung, pria yang sudah