Share

Bab 2

last update Last Updated: 2024-02-06 08:48:30

Aku menatap kak Inggit geram, tanpa berperasaan dia menunjuk kasur busa yang sudah lapuk bekas pakai ibu puluhan tahun lalu, kasur yang sudah lama teronggok di gudang.

"Yang benar saja, Kak! Masa Kakak ingin aku dan ibu tidur di kasur lapuk yang sudah lama tak dipakai, kasur itu pasti sudah sangat kotor dan penuh debu karena lama berada di gudang ini, lagi pula kasur itu sudah tak layak pakai, Kak."

"Memangnya kenapa, Dina? kamu kan bisa menjemur kasur itu sebelum dipakai, bisa dipakaikan seprai baru juga, begitu saja kok repot." Jawabnya tak perduli. "Lagipula kalau beli kasur baru sayang uangnya, Din. Mending pergunakan barang yang ada untuk menghemat pengeluaran."

"Aku tidak mau, jika kakak bersikeras memintaku untuk memakai kasur itu lebih baik aku dan ibu kembali ke kamar kami semula, biar orang tua Kakak saja yang tidur dikamar belakang memakai kasur itu." Tukasku yang tak terima dengan keputusannya.

Plak ...!

Pipi ini terasa perih dan panas setelah satu tamparan mendarat dengan mulus di sana, aku yang tak sempat mengelak hanya bisa mengusap pelan pipi yang mungkin kini sudah memerah karena kerasnya tamparan dari Kak Inggit barusan.

"Jangan kurang ajar kamu ya, Din! Aku bisa melaporkanmu ke mas Gagas nanti. Mau kamu jadi gembel di luar sana, jika aku melaporkanmu ke suamiku dan aku minta dia untuk mengusirmu dari rumah ini?" bentaknya menunjuk keningku dengan jari telunjuknya.

"Silahkan Kakak laporkan saja, memangnya kesalahan apa yang sudah Dina lakukan? bukankah malah Kakak sendiri yang tidak menghargai keberadaan aku dan ibu di rumah ini? Kakak sudah sewenang-wenang terhadap kami, bahkan menjadikan kami babu gratisan di rumah kami sendiri. Apa Kakak tidak sadar jika rumah yang saat ini Kakak tempati adalah rumah ibu, rumah yang dibangun kakakku untuk ibunya." Balasku tak mau kalah.

Geram sekali aku mendengar perkataan kakak iparku yang menurutku sudah keterlaluan, apa yang ada di pikirannya sampai dia tega memerintahkan aku untuk memakai kasur bekas yang sudah tak layak pakai. Bukankah Bang Gagas memberinya uang belanja yang tidak sedikit? kenapa hanya sekedar membeli kasur untuk tempat tidur aku dan ibu saja dia begitu perhitungan.

Ya setelah menikah kakakku memberikan semua gajinya untuk dikelola Kak Inggit, setelah waktu itu mereka sedikit berdebat karena Kak Inggit ingin semua keuangan dipegang olehnya. Ia berdalih Ibu sudah terlalu tua untuk mengurus segala tek-tek bengek rumah tangga, jadi Kak Inggit beralasan agar tak merepotkan Ibu dikemudian hari, namun nyatanya dia malah semakin merepotkan dengan menjatah Ibu hanya lima puluh ribu sehari untuk keperluan belanja, dan itu pun mencakup ongkos ku juga untuk berangkat kuliah.

Kakakku bekerja di pelayaran yang pulangnya ke rumah tidak pasti, kadang bisa tiga bulan sekali atau bahkan setengah tahun dia baru bisa pulang. Dia begitu percaya meninggalkan aku dan Ibu hidup bersama Kak Inggit istrinya, mungkin dia pikir istrinya itu adalah wanita yang baik dan penuh kasih, sehingga kakakku tak punya pikiran buruk sedikitpun pada istri yang baru dinikahinya itu.

Dengan besar hati Ibu menyetujui apa yang Kak Inggit inginkan, Ibu meminta Bang Gagas untuk menuruti kemauan istrinya agar semua keuangan rumah tangga dipegang Kak Inggit, dan akhirnya dari sanalah awal penderitaan aku dan Ibu dimulai.

Setelah Bang Gagas kembali bekerja, Kak Inggit mulai menunjukan perangai buruknya, ia tak segan memerintah Ibu untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah, tanpa mau membantunya seperti awal-awal menikah ketika Bang Gagas masih belum berangkat kembali berlayar.

Terkadang aku membantu Ibu mengerjakan semuanya, tapi saat aku ada jadwal kuliah terpaksa aku meninggalkan pekerjaan itu untuk dikerjakan Ibu sendiri, begitu tak tega rasanya melihat tubuh tua itu masih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri, terlebih lagi setelah kedatangan Kak Inggit ke rumah kami, seolah semua pekerjaan itu tak pernah ada habisnya.

********

"Ayok tidur sini, Din. Sudah malam besok kamu kan ada kuliah pagi, nanti matamu ada lingkaran hitamnya kalau tidak tidur. Apa anak gadis ibu ini tidak malu dilihat teman-temannya karena bermata panda?" seloroh ibu, sambil menepuk pinggir kasur yang sudah terbungkus rapi dengan seprai baru.

Aku bergeming di tempatku duduk, masih kesal rasanya dengan sikap Ibu yang seolah takut dengan Kak Inggit. Ibu menghentikan perdebatan kami tadi dan membawa sendiri kasur lapuk itu dari gudang. Beliau menjemurnya sambil di pukul-pukulan menggunakan sapu lidi khusus, yang sering dipakai untuk membersihkan tempat tidur.

Dan kini kasur itu sudah rapi terbungkus seprai baru yang wangi pengharum pakaian, namun tetap saja aku merasa tak nyaman, rasanya badanku gatal semua jika mengingat kasur itu begitu kotor tadi dan mungkin bisa saja membawa penyakit kedalam tubuh yang menidurinya.

"Aku mau mengadukan kelakuan Kak Inggit sama bang Gagas nanti, Bu. Dia sudah sangat keterlaluan, kalau dia memintaku sendiri yang pindah aku tak masalah, tapi ini dia begitu tidak sopan dengan memindahkan Ibu juga hanya agar orang tuanya nyaman, kenapa tidak orang tuanya saja yang diminta tidur di kamar belakang atau kalau mereka tidak mau, pakai saja kamar dilantai atas, toh isinya hanya tas-tas yang tak berguna,"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 103

    "Dek ijinkan aku menjadi lelaki yang akan menggantikan Zaidan di hatimu, ijinkan aku menjadi ayah dari anakmu. Aku berjanji akan selalu membahagiakan kalian selama hidupku." Ucap lelaki itu sambil menatap padaku lekat.Lain sekali dengan Mas Zaidan, jangankan menatapku seperti itu hanya sekadar melirik pun ia begitu takut sepertinya. Ah memang keduanya begitu berbeda, laki-laki itu begitu soleh juga taat pada perintah agamanya, namun kini beliau telah tiada hanya menyisakan sesak di dada karena aku ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya.Lain lagi dengan laki-laki petakilan yang kini berada didepanku, walaupun di mataku dia seolah begitu slebor dan tak bisa menjaga pandangannya dari lawan jenis, namun aku tak tahu kedalaman hatinya seperti apa. Aku tak bisa menilai orang hanya dari covernya saja, asal kulihat jelek, berarti dia jelek. Tidak seperti itu juga, setiap manusia itu punya kekurangan dan kelebihannya tersendiri termasuk juga Mas Yaseer, namun entah kenapa hati ini tak bisa

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 102

    "Sudah ya, biarkan Zaidan istirahat dengan tenang di sana, agar langkahnya tidak berat untuk pulang menuju dunia keabadian."Aku akhirnya mengangguk mengiyakan kata-kata Bang Gagas, memang benar yang ia katakan, walau bagaimanapun aku harus mengikhlaskan kepergiannya suka ataupun tidak, semua kenyataan itu tak bisa lagi dipungkiri kebenarannya."Lalu bagaimana keadaan Uti saat ini, Bang?""Keadaan adiknya masih kritis saat ini, Dek. Kecelakaan itu begitu parah, bersyukurlah Allah masih menjaga dan melindungi mu. Entah amalan apa yng telah kamu lakukan sampai Allah begitu menyayangimu, Dek."Aku hanya terdiam mendengar penuturan Bang Gagas, dalam pikiranku hanya ada mereka berdua saat ini laki-laki yang telah pergi meninggalkanku untuk selamanya dan juga sahabatku Uti yang kini tengah kritis. Bagaimana aku akan mengatakan padanya nanti jika Mas Zaidan telah pergi lebih dulu meninggalkan kami saat ini."Bang, antar aku melihat Uti sekarang!" Pintaku pada Bang Gagas.Tanpa membantah Bang

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 101

    Ketika baru saja hendak terlelap kulirik Ibu terburu-buru keluar dari kamar, tapi kulihat Jingga masih di kereta bayinya terlelap tak merasa terganggu, sekali pun berada di rumah sakit dengan keadaan yang kurang nyaman. Mau kemana Ibu, kenapa beliau begitu terburu-buru? kulihat juga wajahnya begitu sendu seolah menyimpan sesuatu dariku saat ini.Ah ingin rasanya aku mengejarnya keluar, tapi bagaimana caranya kakiku saat ini sulit untuk sekedar ku geser saja. Lalu jika pun aku bisa keluar memakai kursi roda, bagaimana dengan Jingga siapa yang akan menjaganya di sini, sementara aku pergi mengejar Ibuku keluar."Suster bisa bantu saya keluar, saya ingin melihat keadaan calon suami saya suster. Saya mohon bantu saya kali ini saja." Mohon Ku, ketika ada suster datang hendak memeriksa keadaanku saat ini."Tapi, saya harus iz—""Jangan meminta izin pada siapapun, Sus! Saya yang akan bertanggung jawab jika ada apa-apa nanti, saya mohon bantu saya sus."Akhirnya dengan sedikit terpaksa suster

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 100

    "Dek, kamu sudah sadar? bagaimana keadaanmu sekarang?""Bagaimana keadaan Uti juga Mas Zaidan, Bang?" tanpa menjawab pertanyaan kakak ku, aku malah lebih ingin tahu bagaimana keadaan calon suami juga sahabatku Uti.Apakah mereka baik-baik saja sama sepertiku saat ini, atau malah sebaliknya?Bang Zaidan malah diam saja tanpa menjawab pertanyaanku, dia malah saling bertatapan dengan Ibu, seolah mengisyaratkan sesuatu."Bang ...! Kenapa tidak menjawab pertanyaanku, bagaimana keadaan Mas Zaidan juga Uti sekarang, apakah mereka baik-baik saja? jawablah jangan membuatku penasaran, Bang!" Bentakku kesal. "Bu ...! Apakah Ibu tahu bagaimana keadaan mereka sekarang?"Kembali kutanyakan pada Ibu, karena Abangku malah terus saja diam tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya, untuk menjawab pertanyaanku.Karena mereka tetap saja diam membisu tak juga menjawab pertanyaanku, kupaksakan bangun walaupun kepala terasa berdenyut nyeri, namun saat hendak mengangkat kedua kakiku aku merasakan hal yan

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 99

    Kubuka mata perlahan, mengerjap-ngerjapkan kelopaknya karena silau oleh cahaya yang masuk kedalam iris mataku.Terbangun di hamparan padang rumput berwarna hijau, terasa teduh walaupun sinar mentari menyinari bumi.Kumpulan bunga liar kulihat begitu indah dengan warna-warni yang rupawan, membuat siapa pun betah berlama-lama menatapnya.Kutolehkan kepala kekiri dan kanan mencari siapa saja yang berada didekat sana, namun nihil tak kutemukan seorang pun dipadang rumput itu selain diriku sendiri.Beranjak bangun lalu melangkah pergi mencari, barang kali ada satu manusia yang bisa kutemui. Setelah berjalan beberapa waktu, akhirnya kulihat siluet orang yang tidak begitu asing dipenglihatanku, ya itu Mas zaidan calon suamiku. Namun mau kemana dia? berjalan maju tanpa menoleh sedikit pun padaku."Mas ... Mas Zaidan ...! Tunggu Dina, Mas!" Teriakku penuh harap.Akhirnya Mas Zaidan menoleh juga, wajahnya terlihat teduh seulas senyum hangat ia berikan padaku. Namun tak sepatah kata pun keluar d

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 98

    Tiga Hari Jingga di rawat di rumah sakit, setelah memastikan tubuhnya benar-benar sehat akhirnya kami bisa membawanya pulang, Alhamdulillah dibalik ujian itu ada hikmah yang terselip begitu indah. Perlakuan Bang Gagas pada anakku itu kembali hangat. Terlihat sekali rasa sayangnya bertambah berkali-kali lipat, tak terpikir lagi dikepalanya untuk menyerahkan Jingga kepanti asuhan, atau pikiran buruk lainnya apapun itu dan itu teramat sangat ku syukuri.Segala doa dan harapanku telah Allah kabulkan, betapa besar kasih sayang-Mu pada umat mu ini ya Rabb. Karena Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia, maka mudah baginya untuk melakukan hal itu jika memang Allah berkehendak.Kini setiap pagi sebelum ke kantor Bang Gagas selalu menyempatkan diri bermain dulu dengan Jingga walau sebentar saja. Pulang dari kantor pun tak pernah telat, katanya dia selalu rindu dengan anak gadisnya ini, MasyaAllah sungguh kuasa Allah begitu besar.Tok ...Tok ...Tok ..."Assalamualaikum."Hari minggu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status