Bab 81Suasana sekolah cukup ramai. Apalagi ada banyak siswa baru. Putri tampak sangat senang karena melihat banyak anak-anak sepantarannya.Mata gadis kecil itu tampak memicing saat melihat seseorang yang dikenalnya."Selly!"Gadis kecil yang berdiri tak jauh dari Putri, kini tampak menoleh. Dialah Selly, putri sulungnya Sri. "Putri! Sini, Put!"Putri menoleh ke arah Siti. Seperti biasanya gadis kecil itu ingin menanyakannya lebih dulu pada sang ibu. Siti mengangguk pelan, tanda menyetujuinya.Sinar mata Putri kini tampak senang dan gadis kecil itu lantas berlari mendekati Selly.Putri juga ikut mendekat karena dia ingin mengawasi putrinya lebih dulu sebelum kembali pulang. Tampak Sri yang tengah mengobrol dengan ibu-ibu lainnya mulai menyadari kedatangan Siti dan wanita itu langsung mendekat."Eh, Mbak Siti! Udah lama kita nggak ketemu, lho. Apa kabar?""Alhamdulillah, baik. Gimana kabar Mbak dan Selly?""Pastinya baik, Mbak. Selly semenjak ketemu anakmu, nggak berhenti cerita dia.
Bab 82Sumi terlihat mengerutkan kening saat melihat pintu rumah terbuka dan Siti masuk sambil menundukkan kepalanya. Padahal Siti pagi tadi menjelaskan bahwa dia akan pergi untuk mengantar Putri. Namun entah mengapa wanita itu pulang jauh lebih siang."Mbak, dari mana aja? Kok pulangnya agak siangan?"Siti mendongakkan kepalanya sambil berjalan mendekat. "Tadi mampir sebentar buat beli sesuatu," kilahnya. Pandangan Siti kini beralih mencari sosok seseorang yang tak memperlihatkan batang hidungnya. "Bi Yati belum pulang, Sum?"Sumi menggelengkan kepalanya perlahan. "Belum, Mbak. Belanjaan hari ini 'kan cukup banyak soalnya buat minggu depan sekalian," jelasnya.Siti mengangguk pelan. Entah mengapa dia merasa sedikit bersalah karena berbohong pada Sumi. Namun Siti tentunya tak ingin mengatakan bahwa dirinya baru saja pergi ke kantor pengadilan agama. Jika dia mengatakannya pada Sumi, wanita itu pasti akan melontarkan banyak pertanyaan dan Siti enggan menjawab pertanyaan yang melibatka
Bab 83Sejak kemarin malam, Siti merasakan firasat aneh karena tak ada satupun pergerakan dilakukan oleh Adi maupun Bu Retno. "Ini aneh," gumamnya lirih hampir tak terdengar. Bahkan saat merapikan seragam putrinya, Siti tak fokus sama sekali.Padahal wanita itu sempat berpikir kalau ibu mertuanya pasti akan melakukan sesuatu jika surat pengadilan telah sampai ke rumahnya.Kemungkinan besar surat pengadilan telah sampai kemarin. Jika dugaan yang memang benar, Bu Retno pastinya sudah membaca isi suratnya."Ibu kenapa kok ngelamun?"Pertanyaan Putri barusan telah membuyarkan lamunan Siti. Wanita itu tampak menoleh sambil menggelengkan kepala perlahan."Nggak ada apa-apa, Put.""Ibu bohong," sela Putri. Walau umurnya memang baru 7 tahun, tapi gadis kecil itu cukup peka mengenai perasaan ibunya.Kening Siti tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. "Nggak, Put. Ibu nggak bohong," kilahnya lagi."Kalau Ibu nggak bohong, kenapa bengong? Ibu sakit?"Ekspresi Putri tampak begitu kh
Bab 84Mang Tatang menepikan mobilnya tepat di sekitar sekolah. Putri lantas turun dan berpamitan sebelum menutup pintu mobil."Makasih Om dan Mang Tatang. Putri masuk ke sekolah dulu," ujarnya.Handi mengangguk pelan. Begitu juga dengan Tatang."Iya, Put. Belajar yang rajin, lho."Putri mengangguk cepat. "Iya, Mang. Dadah!" Tangan gadis kecil itu melambai setelah menutup pintu dan datang langsung mengemudikan mobilnya menjauh dari area sekolah.Pandangan Handi kini beralih menatap ke arah sopirnya. Semenjak Mang Tatang sempat menggoda Siti, Handi seringkali bersikap sangat dingin padanya."Fokus jalankan mobilnya, Mang!""I-iya, Pak."Terkadang Tatang merasa heran dengan sikap Handi. Tapi pria itu juga tak bisa protes sedikitpun. Walau Handi memang terkesan dingin, tapi dia tetaplah pria yang baik.Putri menatap kepergian mobil yang baru saja ditumpanginya. Gadis kecil itu berbalik dan hendak masuk ke dalam sekolahnya. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat seseorang menariknya de
Bab 85Sumi menepuk pelan punggung wanita di hadapannya yang kini tampak sendu. Setelah Sumi mengetahui tentang fakta terbaru mengenai Siti yang telah menggugat cerai suaminya, Sumi ikut bersedih karenanya."Mbak nggak salah, kok. Lagi pula laki-laki macam apa yang abai pada istri dan anaknya? Aku masih nggak habis pikir," celetuknya dengan nada bicara yang terdengar begitu jengkel.Awalnya Siti merasa ragu untuk menceritakan tentang masalah pribadinya pada orang lain. Namun kini dia merasa sedikit lega karena beban pikiran yang membuatnya tertekan telah berkurang perlahan."Tapi aku takut, Sum. Takut Putri suatu hari nanti menanyakan tentang ayahnya dan aku nggak bisa memberikan jawaban," lirihnya.Ketakutan Siti bukannya tak berdasar, dia memang telah mempertimbangkan segalanya mulai dari aspek tentang putrinya yang bisa saja merasa kehilangan sosok ayah di dalam hidupnya."Nanti Mbak pelan-pelan kasih tahu Putri. Aku yakin kalau dia pasti akan mengerti, kok."Siti mengangguk pelan
Bab 86"Su-sudah pulang, Pak?"Penjaga sekolah tampak mengangguk untuk membenarkan dugaan Siti."Iya, Bu. Udah pada pulang sekitar 30 menit yang lalu, kok."Lagi, penjelasan penjaga sekolah kembali membuat wanita itu merasa terkejut dan juga bingung.Pikirannya kini terasa campur aduk. Namun Siti dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya agar bisa menepis pikiran aneh yang sempat hinggap."Maaf, Pak. Saya boleh masuk sebentar? Mau ketemu sama guru untuk memastikan, siapa tahu anak saya ada di kantor," pintanya.Awalnya penjaga sekolah tampak ragu. Namun saat melihat kekhawatiran begitu jelas di wajah Siti, pria itu akhirnya menyetujuinya."Iya, boleh. Saya antar sekalian, Bu."Siti mengangguk dengan cepat dan langsung mengikuti langkah penjaga sekolah dari belakang. Walau dia kini tengah merasa khawatir, Siti tetap berusaha untuk tenang dan berpikir positif.Tak berselang lama mereka telah sampai di ruang guru dan penjaga sekolah masuk lebih dulu untuk memanggil wali kelas satu."
Bab 87Sekelebat pikiran aneh mulai muncul di dalam kepala Siti. "A-apa Putri diculik, Sum?"Sumi melotot tak percaya dengan perkataan Siti. Sumi bergegas menepuk pelan pundak Siti dan mencoba untuk menyadarkan wanita itu agar tak terlalu larut dalam imajinasinya sendiri."Istighfar, Mbak Siti! Kamu jangan mikir yang aneh-aneh dulu karena ini semua masih belum pasti," tampiknya."Lalu aku harus gimana, Sum?! Putri nggak tahu ada dimana. Mana mungkin aku bisa sabar!"Rasa khawatir telah membuat wanita lemah lembut itu kini menjadi murka. Berbagai pikiran buruk tentu saja hinggap di dalam kepalanya karena Putri tak meninggalkan jejak apapun. Gadis kecil itu seolah-olah lenyap dan menghilang.Sumi menghela napasnya perlahan. Jika dia berada di posisi Siti, Sumi tentunya pasti akan marah juga."Kalau Mbak nggak berpikir jernih maka kita akan terus kalut dan enggak menemukan solusi apapun," ucapannya terjeda sesaat. Sumi menatap lekat lawan bicaranya yang kini tampak acak-acakan. Bahkan ha
Bab 88Setelah Handi tahu tentang masalah yang tengah terjadi mengenai Putri. Pria itu langsung bergegas untuk pulang agar bisa segera menyelesaikannya. Sebelumnya Handi menyerahkan semua pekerjaan pada sang sekretaris. Satu-satunya hal yang ingin dilakukannya sekarang ialah pulang dan memastikan sendiri dengan mata kepalanya."Handel semua pekerjaan untuk hari ini, Rosa. Saya harus pergi karena ada urusan penting," ujarnya.Rosa mengangguk patuh. "Baik, Pak Handi."Walaupun sebenarnya wanita itu merasa penasaran, Rosa memilih untuk tak menanyakannya. Apalagi Handi terlihat begitu tergesa-gesa. Pria itu berjalan menyusuri koridor kantor dengan langkah cepat. Beberapa karyawan terlihat bingung dengan tingkah atasannya. Namun mereka semua hanya bisa bertanya-tanya karena tidak ada satupun yang berani menanyakannya secara langsung.Mang Tatang tengah menyeruput kopi hitamnya. Pria itu memang cukup akrab dengan sekuriti kantor. Namun saat tengah asyik mengobrol, Tatang melihat sosok sang