Share

Part 2

KEBANGKITAN PASCA BERCERAI

#Si_Gendut_Berjerawat_Yang_Ingin_Bunuh_Diri

"Jangan pernah nganggep gue sebagai tokoh penyelamat kayak di sinetron-sinetron ikan terbang, ya, Ndut."

Ucap Reno yang sedang fokus mengemudikan mobilnya.

"Siapa juga yang mikir kayak gitu." Aku mengerucutkan bibir.

Aku baru saja menceritakan semua kejadian tragis yang telah aku alami kepada Reno.

"Kali aja, lo berpikiran kayak gitu."

"Enggak lah, lagian kenapa, sih, kamu nglarang aku bunuh diri?" Aku mendengkus sebal.

"Gue cuma sayang banget sama itu lo."

"Apa?" pekikku sebal.

"Lemaknya." Reno terkekeh.

"Daripada mubazir, kan. Lebih baik lo disembelih bareng-bareng aja di masjid. Warga satu kampung pasti kebagian semua makan daging lo."

"Kamu pikir aku sapi yang mau dikorbanin!" Aku bergindik-gindik sebal. Menghentak-hentakkan kaki sangking geregetannya. Ada orang frustasi malah diledekkin.

"Heh, jangan kenceng-kenceng!" tegur Reno sambil meringis. "Mobil gue jebol nanti, ini masih kredit."

"Yaudah, turunin aku di sini aja. Aku mau bunuh diri."

Reno menghela napas. "Sabar, gue cariin tempat bunuh diri yang paling nyaman."

"Apaan? Bunuh diri ya bunuh diri aja kali, nggak ada tempat paling nyamannya."

"Orang kalau badannya gede, kalau marah pasti ngeri, ya?"

"Bodo amat!" Aku melipat kedua tangan di depan dada dengan wajah kesal.

"Hmm ... makan?" Reno tiba-tiba menawari.

"Ngapain makan, mau bunuh diri juga."

"Biasanya kalau orang kayak lo, ngomongin makanan langsung semangat."

"Udah males aku sama hidup yang kayak gini terus."

"Parah lo, Pus." Wajah Reno berubah serius. Tidak setengil tadi. "Padahal dulu pas SMA lo enjoy-enjoy aja punya badan kayak gitu."

"Dulu lo walaupun badannya gendut, tapi wajahnya mulus, manis, masih kelihatan cantik. Pita,  adik lo aja kalah manisnya. Sekarang kok jadi rusak, penuh jerawat?"

"Gara-gara sering gonta-ganti skincare."

Kami berdua terdiam. Entah, Reno akan membawaku ke mana.

"Hmm, sebenarnya gue nyelametin lo bunuh diri karena cuma pengen balas budi."

"Balas budi apa?" tanyaku sambil mengerutkan dahi.

"Karena di sekolah dulu, cuma lo doang yang nggak ikut bully gue."

Aku kembali mendengkus. "Yaiyalah, orang aku di kelas juga jadi korban bully."

Reno nyengir kuda.

"Kok, kamu bisa jadi sesukses ini, sih? Padahal dulu di kelas sering di bully. Cupu banget, suka nangis lagi, padahal udah gede."

Reno terkekeh. "Namanya nasib nggak ada yang tahu, Pus."

Tiba-tiba saja senyumku merekah, saat melihat wajah Reno yang lumayan tampan.

Dan memikat.

Aku sedang membayangkan bahwa Reno sebenarnya menaruh perasaan kepadaku. Dia akan menikahiku dan mengajakku ke salon berkualitas yang bisa membuat jerawatku hilang semuanya.

"Mau bunuh diri, kok, senyum-senyum sendiri." Reno mencibir.

Aku langsung menatapnya kikuk. "Apaan, sih!"

Reno terkekeh. "Naksir lo, ya, sama gue?"

"PD!"

"Orang ganteng mah PD aja, emangnya lo, orang frustasi."

"Iya-iya!"

Reno menatapku lekat saat berhenti di lampu merah. Aku jadi salah tingkah.

"Gue nggak bakal biarin lo bunuh diri, Pus."

Aku menelan ludah dengan susah payah. Jangan-jangan Reno mau menyatakan cinta sekarang?

"Karena lo adalah kakak ipar gue."

Aku langsung terjingkat kaget. "Ha? Maksudnya?"

"Iya, Pita itu selingkuhan gue. Gue sering tidur bareng sama dia di hotel. Mantap banget. Lagian, si Pita kenapa sih milih suami nggak jelas kayak gitu."

"Pita? Adikku? Suka tidur di hotel bareng kamu?" Aku menelan ludah dengan susah payah.

Reno mengangguk, dengan wajah merasa bersalah. "Karena lo adalah orang yang disayangi Pita, gue nggak bakalan biarin lo mati. Gue nggak mau Pita kekasih tercintaku itu sedih."

Aku benar-benar shock.

"Tapi boong, eaaa!!!" Reno terkekeh saat melihat ekspresiku yang berubah garang. "Ketipu, ya? Cieee ...."

Aku menepuk jidat sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuannya. Perasaan, Reno dulu tidak setengil ini di sekolah.

"Mana mungkin, Pus, aku selingkuh sama Pita. Pernah ngobrol sama Pita aja nggak pernah."

"Garing!"

Reno mengerem mobilnya secara mendadak. "Jadi bunuh diri nggak?"

Aku langsung terkesiap. Menyadari di mana tempat kami berhenti.

Di depan salon kecantikan paling terkenal di kota ini.

Tunggu-tunggu!

DI DEPAN SALON KECANTIKAN.

Ya, di depan salon kecantikan kami berhenti.

Aku terbelalak dengan mata yang membulat sempurna.

"Daripada bunuh diri mendingan lo masuk aja ke salon sono, gue bayarin. Mumpung gue lagi baik. Rubah penampilan lo biar makin cantik."

Aku terdiam beberapa detik. Speechless, sambil berpikir.

Mau bunuh diri apa masuk salon, ya? Kalau masuk ke salon itu wajahku pasti jadi mulus, jerawat hilang semua, syukur-syukur bisa makin cantik. Bisa bikin mas Aldi menyesal udah ninggalin aku. Apalagi gratis karena dibayarin si Reno.

"Ah, kelamaan mikirnya, yaudah kita ke rel kereta api aja. Biar lo cepet matinya." Reno kembali melajukan mobilnya meninggalkan gedung salon kecantikan itu.

"Eh, Reno!! Aku mau masuk salon aja kalau dibayarin." Aku masih memandangi salon kecantikan itu dari balik kaca mobil.

Reno malah terekekeh. "Haha mulus banget idup lo kalau gue bayarin. Gue nggak punya duit haha. Lagian lo siapa gue."

Aku menggeram, menahan murka. Kirain beneran. Gagal deh balas dendam sama mas Aldi.

"Daripada buat bayarin lo masuk salon mending gue bayar si Pita aja buat nemenin gue nanti malem."

"Kamu pikir dia itu apa? Orang Pita udah hamil kok."

"Heh, Pita itu hamil anakku."

Apa?

Ini orang gimana sih? Omongannya plin-plan banget.

Kalau bener dia ngajak Pita selingkuh.

Berarti Reno aja yang aku bunuh.

Atau ...

Fano aja?

Reno atau Fano?

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status