Share

Bab 7

"Dia, jangan pergi!" teriak Dani sambil mengangkat tangannya, berusaha mencegah Diandra yang memutar badan sambil menutup mulut.

Perawat yang mendengar keributan di lorong itu pun lantas berlari berusaha mengamankan situasi itu.

"Ada apa ini? Jangan bikin keributan di rumah sakit! Banyak pasien yang butuh istirahat," terang seorang pria.

"Dia!" panggil Dani lagi.

Dia berlari dan hilang dari pandangan mata saat melewati dinding. Wanita muda itu tak melihat jalan, sampai menabrak kakaknya yang tadi ingin menyusul.

Wajah Dia membentur dada bidang Imran. Lelaki itu tampak bingung, dan belum sempat bertanya, Dia malah berlari lagi dengan isakan tangis yang tak pernah berhenti.

Dia masuk ke dalam ruangan putrinya. Ia luruh di lantai sambil memeluk lututnya sendiri. Meredam panas dan hancur dalam hati.

Begitu Imran membuka pintu lalu masuk dan berjongkok, lelaki itu menyentuh pundak adiknya. "Ada apa sebenarnya? Ceritakan, Dia!"

Dengan napas yang begitu berat, dan dengan mata yang sudah tampak lelah hingga timbul lingkaran kecoklatan, Dia bercerita. Apa yang ia lihat barusan adalah seorang lelaki yang selama ini ia cintai.

"Mas Dani ada di sana, Mas. Aku bertemu dengannya tadi. Aku melihatnya bahkan aku sempat memukulnya." Dia menangis lagi.

"Apa? Memukul? Memangnya Dani salah apa? Aku tak sempat melihat lelaki itu tadi." Dengan kepala miring, Imran terus mencoba menatap wajah adiknya yang tersembunyi di balik tangan.

"Dia bersama istri barunya." Dia semakin menjadi. Wanita itu lemas lalu pingsan tak sadarkan diri.

"Astaghfirullah," pekik Imran lalu membawa adiknya ke ruangan lain untuk mendapatkan pertolongan.

Lain di tempat, Dani yang tadi mengejar Dia tak melihat istrinya itu lagi. Dani tak tahu saat Dia masuk ke dalam ruangan putri mereka. Pria itu terus digandeng oleh seorang wanita yang tak lain juga istri keduanya.

"Mas, udahlah! Enggak usah dicari lagi. Dia udah pergi," tegas wanita itu.

"Jangan cegah aku lagi, Wi! Aku yang salah. Sejak pagi meninggalkannya. Tapi, kenapa Dia ada di rumah sakit ini juga? Bahkan saking gugupnya, aku tidak sadar telah melalaikannya. Ponselku tiba-tiba hilang dari saku."

"Ponsel kamu tadi ada meja, Mas. Ketinggalan, terus aku simpan di laci." Dengan santainya, wanita itu memberitahu pada Dani.

"Apa?" Kenapa kamu enggak ngomong?" Dani sampai terkejut.

"Aku bingung dan panik liat anak kita. Dia masih bayi. Dia kritis begitu, mana mungkin aku bisa tenang."

"Astaga, Dewiiiii. Lain kali jangan diulangi lagi!" Dani memegangi keningnya. Kepalanya berat, ditambah dengan rasa lelah sejak pagi harus menjaga bayinya.

Malam itu, ia terpaksa tak bisa pulang. Dani terduduk di kursi tunggu depan ruangan bayinya yang masih belum ada kemajuan. Ia segera menyalakan ponselnya setelah mendapatkannya dari Dewi.

Dengan napas tak tenang, pria itu menekan kontak Diandra. Sayangnya, Dia tak mengangkatnya karena wanita muda itu terpejam belum sadar.

Saat Imran mendengar suara ponsel dari dalam tas adiknya, ia segera membuka dan melihat siapa yang tengah menelpon malam-malam begini. Padahal kantuk sudah merajai matanya. Imran yang duduk di kursi dalam ruangan itu langsung meraih tas Dia yang ada di meja.

Tampak nama suami Diandra pada ponsel itu. Imran langsung mematikannya. Sesuai dengan apa yang adiknya katakan tadi, Dani dan istri barunya. Tentu Imran kembali mendidih saat teringat ucapan itu.

Rupanya Dani tak putus asa. Pria itu kembali menelpon ponsel Diandra. Oleh Imran, ponsel itu ditatap penuh kebencian. Jika bukan di rumah sakit, ia akan menemui Dani sekarang dan menghadiahi dengan bogeman.

Imran masih menahan penuh sesak. Lalu dengan terpaksa mengangkatnya. "Hallo!"

"Hallo, Mas Imran ini? Dia mana, Mas?"

Terlihat Dani berkedip bergitu cepat sambil berharap dalam hati, Dia mau bicara dengannya.

"Untuk apa kamu mencari Dia?"

"Dia salah paham, Mas."

"Jadi benar kalau kabar kau punya istri baru secara diam-diam itu? Tega kau dengan anak dan istrimu."

"Mas, maafkan aku. Aku bisa jelaskan semuanya. Aku bisa memberikan semua alasan yang Dia ingin dengar."

"Ceraikan adikku!"

Satu kalimat yang langsung menancap pada ulu hati Dani. Lelaki itu tampak sedih sekali. Tak mengindahkan sentuhan lembut di sebelahnya.

"Mas, aku mohon. Dengarkan aku dulu, berikan teleponnya pada Dia. Aku mau dia mendengarkan aku."

"Dia belum sadar. Asal kau tau juga, Aqila sedang kritis. Dia akan menjalani operasi dua hari lagi. Kau malah bersenang-senang dengan istri barumu? Dasar bedebah!"

"Tuuut."

Terdengar sambungan telepon telah terputus. Dani lemas tak berdaya. Kini ia menatap pintu ruangan yang tertutup itu. Di sana ada putranya juga yang tengah kritis. Dua anaknya saat ini telah mengalami gejala yang sama.

***

Pagi itu, tubuh Dia terasa sakit semua ketika ia bangun. Wanita itu merasa perutnya begitu perih karena sejak kemarin pagi, hanya sekali diisi makanan.

"Dia sayang, kamu sudah bangun, Nak?" Wajah keriput yang tampak lemah itu ada di sampingnya.

Dia terisak lagi. Air matanya kali ini serasa sudah kering. Wanita cantik itu berubah pucat dan napasnya berat. "Ibuu. Maafkan Dia, Bu. Dia udah jadi anak yang nyusahin Ibu terus. Bikin Ibu sedih."

"Dia, kamu tidak pernah bikin Ibu susah. Ibu akan selalu ada untuk kamu, Sayang. Sekarang, makanlah! Kamu harus kuat demi anakmu. Ibu dengar, Aqila sudah menunjukkan keadaan yang membaik."

"Benarkah, Bu?"

Halimah mengangguk pelan. Mereka berdua akhirnya tersenyum lega.

"Di mana Mas Imran, Bu?"

"Dia pulang, istirahat sebentar katanya karena semalaman dia jaga. Ibu ke sini diantar oleh Mega. Dia pulang barengan Imran. Biarkan dia mengurus suaminya. Ibu yang akan menemani kamu."

Setelah perut rata Dia terisi sedikit bubur, ia ingin segera menemui putrinya. Dua wanita itu keluar dari ruangan dan berjalan menuju kamar Aqila yang tak jauh dari kamar Dia di rawat semalam.

Sampai di sana, Dia menatap putrinya yang sudah sadar dan tersenyum. Namun, Aqila belum bisa bicara. Entah apa yang menyebabkannya hanya bisa membuka mata dan tersenyum saja itu. Beberapakali Dia mengajak Aqila bicara, tetapi gadis mungil itu tetap diam dan terkadang menggeleng kepala.

Waktu berlalu begitu cepat, pagi menjelang siang, siang berganti sore mereka masih di sana. Dia meminta Ibunya menjaga Aqila di ruangan itu. Sementara Dia, keluar dari sana untuk membersihkan dirinya yang terasa lengket semua badan. Dia ingin pulang dulu mengambil baju ganti.

Namun, saat ia sampai di luar ruangan, bertepatan pula dengan seorang pria tengah menyandar pada dinding bercat putih dengan tangan menyangga dagu. Dia kenal betul dengan pakaian lelaki itu. Ya, dia Dani. Namun, lelaki itu sendirian.

Saat Dani mendongak, ia melihat istri pertamanya berdiri mematung dengan tubuh mengarah padanya. Kedua mata Dani melebar, ia langsung melangkah mendekat pada Dia.

"Dia!"

"Dia, tunggu!"

Dani mengejar Dia. Langkah Dia yang sudah tak bisa cepat lagi akhirnya Dani dapatkan. Pria itu memeluk erat istrinya dari belakang. "Sayang ...."

"Lepaskan aku, Mas. Aku mau pulang!"

"Dia, dengarkan dulu penjelasan Mas."

"Aku enggak mau. Aku mau kita pisah aja. Aku enggak akan mengganggu kebahagiaan kamu sama istri barumu itu, Mas."

"Dia sayang ...."

"Lepas!" Dia meronta ingin terlepas.

"Sampai kapan pun, aku tidak akan menceraikan kamu, Dia.

"Lelaki egois! Lantas kau ingin aku mati pelan-pelan karena ulahmu itu, Mas? Hah!"

"Dia, aku menikah karena Mama. Mama yang meminta. Aku tidak bisa menolaknya, Dia. Apalagi Dewi seorang janda."

Semakin pilu hati Dia mendengarnya. Tangisnya kembali pecah. "Kamu menikahi janda, tapi tidak memikirkan istrimu sendiri yang akan jadi janda? Ceraikan aku sekarang!"

"Enggak akan, Dia! Sampai kiamat pun, aku tidak akan menceraikan kamu!" bentak Dani dengan keras karena ia sudah lelah.

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Yusuf Tafseer
memang apa masalah nya lelaki punya dua istri kan agama Islam membolehkan .........
goodnovel comment avatar
Ma E
ya begitulah nasib perempuan KL suami gagah kaya ya kmn lagi KL ga poligami
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
thor itu mertua SOMBONG JULID biar kena STROKE dan diam nggak bisa bicara sampai mati perempuan tidak tahu diri JANDA PERAMPOK suami orang biar kena LAKNAT Aqila semoga cepat sembuh dan Pulih hingga Mamanya bisa senang bahagia walaupun nanti hidup tanpa suami dan ayah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status