Share

Bab 7

last update Last Updated: 2023-12-20 19:19:43

"Dia, jangan pergi!" teriak Dani sambil mengangkat tangannya, berusaha mencegah Diandra yang memutar badan sambil menutup mulut.

Perawat yang mendengar keributan di lorong itu pun lantas berlari berusaha mengamankan situasi itu.

"Ada apa ini? Jangan bikin keributan di rumah sakit! Banyak pasien yang butuh istirahat," terang seorang pria.

"Dia!" panggil Dani lagi.

Dia berlari dan hilang dari pandangan mata saat melewati dinding. Wanita muda itu tak melihat jalan, sampai menabrak kakaknya yang tadi ingin menyusul.

Wajah Dia membentur dada bidang Imran. Lelaki itu tampak bingung, dan belum sempat bertanya, Dia malah berlari lagi dengan isakan tangis yang tak pernah berhenti.

Dia masuk ke dalam ruangan putrinya. Ia luruh di lantai sambil memeluk lututnya sendiri. Meredam panas dan hancur dalam hati.

Begitu Imran membuka pintu lalu masuk dan berjongkok, lelaki itu menyentuh pundak adiknya. "Ada apa sebenarnya? Ceritakan, Dia!"

Dengan napas yang begitu berat, dan dengan mata yang sudah tampak lelah hingga timbul lingkaran kecoklatan, Dia bercerita. Apa yang ia lihat barusan adalah seorang lelaki yang selama ini ia cintai.

"Mas Dani ada di sana, Mas. Aku bertemu dengannya tadi. Aku melihatnya bahkan aku sempat memukulnya." Dia menangis lagi.

"Apa? Memukul? Memangnya Dani salah apa? Aku tak sempat melihat lelaki itu tadi." Dengan kepala miring, Imran terus mencoba menatap wajah adiknya yang tersembunyi di balik tangan.

"Dia bersama istri barunya." Dia semakin menjadi. Wanita itu lemas lalu pingsan tak sadarkan diri.

"Astaghfirullah," pekik Imran lalu membawa adiknya ke ruangan lain untuk mendapatkan pertolongan.

Lain di tempat, Dani yang tadi mengejar Dia tak melihat istrinya itu lagi. Dani tak tahu saat Dia masuk ke dalam ruangan putri mereka. Pria itu terus digandeng oleh seorang wanita yang tak lain juga istri keduanya.

"Mas, udahlah! Enggak usah dicari lagi. Dia udah pergi," tegas wanita itu.

"Jangan cegah aku lagi, Wi! Aku yang salah. Sejak pagi meninggalkannya. Tapi, kenapa Dia ada di rumah sakit ini juga? Bahkan saking gugupnya, aku tidak sadar telah melalaikannya. Ponselku tiba-tiba hilang dari saku."

"Ponsel kamu tadi ada meja, Mas. Ketinggalan, terus aku simpan di laci." Dengan santainya, wanita itu memberitahu pada Dani.

"Apa?" Kenapa kamu enggak ngomong?" Dani sampai terkejut.

"Aku bingung dan panik liat anak kita. Dia masih bayi. Dia kritis begitu, mana mungkin aku bisa tenang."

"Astaga, Dewiiiii. Lain kali jangan diulangi lagi!" Dani memegangi keningnya. Kepalanya berat, ditambah dengan rasa lelah sejak pagi harus menjaga bayinya.

Malam itu, ia terpaksa tak bisa pulang. Dani terduduk di kursi tunggu depan ruangan bayinya yang masih belum ada kemajuan. Ia segera menyalakan ponselnya setelah mendapatkannya dari Dewi.

Dengan napas tak tenang, pria itu menekan kontak Diandra. Sayangnya, Dia tak mengangkatnya karena wanita muda itu terpejam belum sadar.

Saat Imran mendengar suara ponsel dari dalam tas adiknya, ia segera membuka dan melihat siapa yang tengah menelpon malam-malam begini. Padahal kantuk sudah merajai matanya. Imran yang duduk di kursi dalam ruangan itu langsung meraih tas Dia yang ada di meja.

Tampak nama suami Diandra pada ponsel itu. Imran langsung mematikannya. Sesuai dengan apa yang adiknya katakan tadi, Dani dan istri barunya. Tentu Imran kembali mendidih saat teringat ucapan itu.

Rupanya Dani tak putus asa. Pria itu kembali menelpon ponsel Diandra. Oleh Imran, ponsel itu ditatap penuh kebencian. Jika bukan di rumah sakit, ia akan menemui Dani sekarang dan menghadiahi dengan bogeman.

Imran masih menahan penuh sesak. Lalu dengan terpaksa mengangkatnya. "Hallo!"

"Hallo, Mas Imran ini? Dia mana, Mas?"

Terlihat Dani berkedip bergitu cepat sambil berharap dalam hati, Dia mau bicara dengannya.

"Untuk apa kamu mencari Dia?"

"Dia salah paham, Mas."

"Jadi benar kalau kabar kau punya istri baru secara diam-diam itu? Tega kau dengan anak dan istrimu."

"Mas, maafkan aku. Aku bisa jelaskan semuanya. Aku bisa memberikan semua alasan yang Dia ingin dengar."

"Ceraikan adikku!"

Satu kalimat yang langsung menancap pada ulu hati Dani. Lelaki itu tampak sedih sekali. Tak mengindahkan sentuhan lembut di sebelahnya.

"Mas, aku mohon. Dengarkan aku dulu, berikan teleponnya pada Dia. Aku mau dia mendengarkan aku."

"Dia belum sadar. Asal kau tau juga, Aqila sedang kritis. Dia akan menjalani operasi dua hari lagi. Kau malah bersenang-senang dengan istri barumu? Dasar bedebah!"

"Tuuut."

Terdengar sambungan telepon telah terputus. Dani lemas tak berdaya. Kini ia menatap pintu ruangan yang tertutup itu. Di sana ada putranya juga yang tengah kritis. Dua anaknya saat ini telah mengalami gejala yang sama.

***

Pagi itu, tubuh Dia terasa sakit semua ketika ia bangun. Wanita itu merasa perutnya begitu perih karena sejak kemarin pagi, hanya sekali diisi makanan.

"Dia sayang, kamu sudah bangun, Nak?" Wajah keriput yang tampak lemah itu ada di sampingnya.

Dia terisak lagi. Air matanya kali ini serasa sudah kering. Wanita cantik itu berubah pucat dan napasnya berat. "Ibuu. Maafkan Dia, Bu. Dia udah jadi anak yang nyusahin Ibu terus. Bikin Ibu sedih."

"Dia, kamu tidak pernah bikin Ibu susah. Ibu akan selalu ada untuk kamu, Sayang. Sekarang, makanlah! Kamu harus kuat demi anakmu. Ibu dengar, Aqila sudah menunjukkan keadaan yang membaik."

"Benarkah, Bu?"

Halimah mengangguk pelan. Mereka berdua akhirnya tersenyum lega.

"Di mana Mas Imran, Bu?"

"Dia pulang, istirahat sebentar katanya karena semalaman dia jaga. Ibu ke sini diantar oleh Mega. Dia pulang barengan Imran. Biarkan dia mengurus suaminya. Ibu yang akan menemani kamu."

Setelah perut rata Dia terisi sedikit bubur, ia ingin segera menemui putrinya. Dua wanita itu keluar dari ruangan dan berjalan menuju kamar Aqila yang tak jauh dari kamar Dia di rawat semalam.

Sampai di sana, Dia menatap putrinya yang sudah sadar dan tersenyum. Namun, Aqila belum bisa bicara. Entah apa yang menyebabkannya hanya bisa membuka mata dan tersenyum saja itu. Beberapakali Dia mengajak Aqila bicara, tetapi gadis mungil itu tetap diam dan terkadang menggeleng kepala.

Waktu berlalu begitu cepat, pagi menjelang siang, siang berganti sore mereka masih di sana. Dia meminta Ibunya menjaga Aqila di ruangan itu. Sementara Dia, keluar dari sana untuk membersihkan dirinya yang terasa lengket semua badan. Dia ingin pulang dulu mengambil baju ganti.

Namun, saat ia sampai di luar ruangan, bertepatan pula dengan seorang pria tengah menyandar pada dinding bercat putih dengan tangan menyangga dagu. Dia kenal betul dengan pakaian lelaki itu. Ya, dia Dani. Namun, lelaki itu sendirian.

Saat Dani mendongak, ia melihat istri pertamanya berdiri mematung dengan tubuh mengarah padanya. Kedua mata Dani melebar, ia langsung melangkah mendekat pada Dia.

"Dia!"

"Dia, tunggu!"

Dani mengejar Dia. Langkah Dia yang sudah tak bisa cepat lagi akhirnya Dani dapatkan. Pria itu memeluk erat istrinya dari belakang. "Sayang ...."

"Lepaskan aku, Mas. Aku mau pulang!"

"Dia, dengarkan dulu penjelasan Mas."

"Aku enggak mau. Aku mau kita pisah aja. Aku enggak akan mengganggu kebahagiaan kamu sama istri barumu itu, Mas."

"Dia sayang ...."

"Lepas!" Dia meronta ingin terlepas.

"Sampai kapan pun, aku tidak akan menceraikan kamu, Dia.

"Lelaki egois! Lantas kau ingin aku mati pelan-pelan karena ulahmu itu, Mas? Hah!"

"Dia, aku menikah karena Mama. Mama yang meminta. Aku tidak bisa menolaknya, Dia. Apalagi Dewi seorang janda."

Semakin pilu hati Dia mendengarnya. Tangisnya kembali pecah. "Kamu menikahi janda, tapi tidak memikirkan istrimu sendiri yang akan jadi janda? Ceraikan aku sekarang!"

"Enggak akan, Dia! Sampai kiamat pun, aku tidak akan menceraikan kamu!" bentak Dani dengan keras karena ia sudah lelah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (10)
goodnovel comment avatar
au nom de lalun
daebak, menjandakan istri demi janda, sungguh brengsek sekali anda
goodnovel comment avatar
Yusuf Tafseer
memang apa masalah nya lelaki punya dua istri kan agama Islam membolehkan .........
goodnovel comment avatar
Ma E
ya begitulah nasib perempuan KL suami gagah kaya ya kmn lagi KL ga poligami
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kejutan Anniversary    Bab 111

    Sembilan bulan sudah mereka menanti, akhirnya pagi itu, Aruna merasa tak enak perasaan. Tiba-tiba merasa jantung berdebar-debar, tapi ia masih sibuk menyiapkan makan pagi di meja makan bersama pembantu. Ia merasa tak tahan untuk buang air kecil saat itu. Aruna menoleh pada pembantu, lalu berkata, "Bik, aku ke kamar mandi dulu, ya. Nanti kalau baby Al nangis, tolong ajak dulu. Soalnya Mas Zain belum pulang.""Baik, Mbak." Pembantu yang tadinya mencuci piring itu pun langsung membalas. Saat masuk ke kamar mandi, Aruna menunaikan hajatnya. Kandungan yang sudah membesar membuatnya sering buang air kecil. Namun, saat ia membuka celana, ia melihat bercak flek seperti saat ia hendak melahirkan baby Al saat itu. Aruna mendelik. Ia sudah yakin, hari itu juga ia bakal melahirkan. Dalam hatinya berdesir rasa khawatir. Setelah selesai, lalu mengganti celana yang baru, dan mencuci tangan, Aruna langsung keluar. "Bik," teriaknya. "Bik, tolong!" Pembantu tadi langsung tergopoh-gopoh menghampir

  • Kejutan Anniversary    Bab 110

    "Mas, aku kok khawatir ya, sama baby Al." Aruna menyentuh lengan suaminya. "Wajar begitu, Sayang. Namanya juga ibunya. Nanti setelah sampai bandara, kita video call." Zain menjawab dengan santai. Mereka saat ini berada di atas awan, di dalam pesawat yang menuju ke sebuah kota sejuk di mana orang-orang menyebutnya kota apel. Begitu pesawat landing, mereka Oun segera melangkah keluar. Menuju hotel untuk menginap. Dua koper besar masuk ke dalam taksi, mereka langsung menuju ke tempat wisata itu sekaligus menikmati waktu bulan madu yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Sampai di hotel, Aruna menghela napas panjang. Ia langsung membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Sementara Zain yang baru masuk, langsung menahan senyuman. Seisi ruang kepalanya mulai berkenalan, Zain tertawa. Pintu kamar hotel ia tutup. Pria itu melepas sepatu, lalu jaket hitamnya. Kemudian ia ikut merebahkan diri di sana. Memeluk tubuh Aruna dengan erat dan rasa bahagia. "Mas," panggil Aruna. "Hem. Kamu capek

  • Kejutan Anniversary    Bab 109

    "Besok Mas bicara sama dia. Kalau kamu yakin, Mas akan bertindak tegas." Aruna mengangguk. Ia segera memeluk suaminya lagi. Lalu malam berlalu begitu cepat. Paginya, Aruna mendadak malas bangun. Ia sengaja tiduran di atas ranjang sejak setelah Subuh. Tentunya bersama baby Al yang sudah bangun lebih awal. Bayi kecil itu kini mulai bersuara riang. Entah apa yang ingin ia ucapkan, yang jelas ia sangat lucu. "Sayang, kamu enggak bangun?" Zain baru saja masuk ke kamar. Ia baru saja keluar untuk mengambil air minum. "Males. Lagi pengen tidur-tiduran. Perutku mual lagi, Mas."Zain mendekat. Ia kembali mengusap kepala yang ditumbuhi rambut lebat itu. Lalu mencium kening Aruna yang wangi. "Kangen lagi? Barusan mandi," sindir Zain sambil meringis. "Iya, males mandi juga. Masa belum ada sejam udah mandi lagi. Rajin banget.""Maklumin dong, Yang. Kan namanya juga pengantin baru. Enggak ada istilah liburnya." Kali ini pria itu tertawa lepas. "Hem. Dasar laki-laki. Ke sana terus pikirannya."

  • Kejutan Anniversary    Bab 108

    Aruna segera mengetik pesan untuk suaminya saat di kamar. "Baru juga hidup tenang, ada aja yang ganggu. Iseng banget," gumamnya sendiri. ["Mas, aku takut."]["Takut kenapa?"]["Ada yang melempar boneka serem ke halaman setelah Mas berangkat tadi."]["Hah. Serius?"]["Iya lah, masa aku bohong. Enggak lucu juga. Lagian tadi pas Mas berangkat ada mobil berhenti di depan rumah."]["Mobil tetangga kali. Itu palingan yang ngelempar orang gila. Suka ada orang gila masuk komplek kali satpam depan ngantuk."]["Mas aneh banget, sih. Orang ini pagi-pagi. Mana mungkin satpam ngantuk? Kan gantian yang jaga semalam sama pagi ini."]["Ya udah, pokoknya hati-hati aja kalo di rumah. Jangan keluar kalo gitu. Mama udah dikasih tau?"]["Enggak. Aku enggak enakan ngasih taunya."]["Ya biar hati-hati juga. Ya udah, aku ada pasien lagi, Sayang. Kamu nikmati hari di rumah, ya! Mau dibawakan apa nanti kalo pulang?"]["Apa aja deh, Mas. Yang penting Mas pulang dengan selamat."]["Ciee, so sweet banget. Kayak

  • Kejutan Anniversary    Bab 107

    "Sayang, jangan marah dong. Aku enggak kayak gitu. Please!" Zain memohon dengan kaki berjongkok di depan istrinya. "Mas jahat. Nuduh aku sama mama kayak orang-orang di cerita itu, kan? Aku emang bukan anak mama. Aku emang bukan menantu yang baik bahkan bukan dari keluarga kaya. Tapi aku sama mama tetap baik-baik aja." Sambil mengusap wajah, Aruna melengos. "Iya, aku minta maaf. Aku udah buat kamu salah paham. Maafin, ya.""Apa aku pergi aja? Enggak tinggal di sini lagi. Biar Mas enggak menduga-duga kalo aku sama mama lagi enggak enakan.""Kenapa buntutnya jadi panjang gini, sih? Aku enggak ada maksud bilang begitu, Sayang." Zain tampak stres membujuk Aruna yang tak kunjung paham. Pria itu menggaruk kepalanya sendiri. "Aku capek lah, Run. Kamu enggak mau ngalah. Aku udah ngalah, udah ngejelasin panjang lebar, juga udah segalanya. Bujuk kamu gimana pun, tetap saja kamu begitu. Terserah lah." Zain merebahkan diri di atas ranjang dengan kedua tangan di belakang kepala. Ia langsung meme

  • Kejutan Anniversary    106

    Dua bulan sudah mereka menjalin hubungan suami istri. Kehidupan mereka terlihat baik-baik saja. Sampai tiba saat Zain baru bangun tidur siang di hari liburnya, ia melihat ke samping. Ada Aruna yang berselimut sampai kepalanya. Baby Al yang menangis di dalam keranjang tidur pun tak dihiraukan. Zain bergegas bangkit lalu meraih putra sambungnya itu lalu mengajaknya keluar dari kamar. Zain meminta pembantu mengajak putranya itu, lalu ia kembali ke kamar karena curiga. Pikirannya tertuju pada sang istri yang sejak tadi tak merespon apa pun. "Yang, kamu enggak apa-apa?" Pria itu menatap istrinya setelah duduk di tepi ranjang. "Yang," panggilnya lagi. "Kamu enggak apa-apa?" Disentuhnya kening sang istri, ternyata dan ia terkejut saat merasakan kening Aruna terasa panas. "Yang, kamu demam?" Zain langsung membuka selimut tebal itu, lalu menyentuh tubuh istrinya juga. "Ya Allah, kamu sakit?" Ia pun kembali menyelimuti tubuh Aruna lagi. Karena tak menjawab, Zain makin panik. Aruna seperti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status