Share

6. Ciuman yang Membebaskan

Penulis: Sandra Dhee
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-25 22:17:39

Rose memejamkan mata saat bibir Ethan menyentuh bibirnya. Perlahan.

Tidak memaksa. Tidak liar. Tapi lembut dan penuh rasa.

Rose seharusnya mundur. Ia tahu ini salah. Bahkan sangat salah. Tapi tubuhnya tak patuh. Ia membeku, lalu tenggelam dalam sentuhan itu. Ada sesuatu dalam ciuman Ethan yang membuatnya merasa hidup, seolah seluruh peran, topeng, dan kepalsuan yang ia pakai selama lima tahun terakhir luluh begitu saja.

Ciuman itu tidak berlangsung lama. Tapi cukup untuk menggetarkan dunia kecilnya.

Dan saat Ethan melepaskan diri, matanya masih menatapnya dalam.

“Sekarang… aku sudah menangkap ekspresi yang kucari,” katanya pelan.

Rose menatapnya dengan bingung, pipinya memerah. “Ekspresi apa maksudmu?”

“Yang tak bisa kau buat-buat.”

Ia mengangkat kameranya kembali, menunjukkan layar kecil di belakang body kamera.

Satu foto terpampang. Wajah Rose dengan mata sedikit terpejam, bibir sedikit terbuka, dan wajah yang seolah… terbangun dari tidur panjang.

Hasilnya memukau. Ia tampak rapuh sekaligus kuat. Seperti wanita yang baru saja menemukan sisi dirinya yang nyata.

Rose terpaku. “Aku terlihat…”

“Hidup,” Ethan menyelesaikan kalimatnya.

"Kau tahu apa yang menarik darimu, Rose?" katanya perlahan, nada suaranya seolah sedang membaca pikirannya.

Rose menahan napas. “Apa?”

“Bukan kecantikanmu. Tapi kesedihan yang kau sembunyikan di balik senyum sempurna itu.”

Rose terdiam. Kata-kata itu menghantam bagian hatinya yang paling rapuh. Tidak ada satu pun fotografer atau pewawancara yang pernah berkata sejujur itu.

Bahkan Noah, suaminya sendiri, tidak pernah melihat dirinya seperti itu.

Ethan melihat melewati kulit dan gaun mahalnya. Ia menatap langsung ke luka di dalam jiwanya.

Hening melingkupi mereka beberapa detik sebelum Rose menghela napas panjang dan mundur setapak.

“Aku tidak tahu harus bilang apa,” ujarnya pelan, hampir berbisik.

“Kau tidak perlu bilang apa-apa,” jawab Ethan. “Cukup jujur pada dirimu sendiri. Itu sudah lebih dari cukup.”

Ada kehangatan aneh yang tersisa di dadanya saat ia mengambil tas dan pamit. Ethan tidak menahannya, hanya mengangguk, dengan tatapan mata yang terlalu sulit untuk diartikan. Antara campuran profesionalisme dan sesuatu yang jauh lebih berbahaya.

Namun saat berada di dalam mobil, Rose menatap refleksinya di kaca jendela. Ia menyentuh bibirnya sendiri yang detik itu masih bisa merasakan jejak lembut Ethan di sana.

Ciuman itu… bukan hanya tentang hasrat. Ada sesuatu yang membebaskannya. Ia ingin membencinya, tapi yang muncul justru rasa penasaran yang dalam.

Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia tersenyum. Bukan senyum sosial yang kosong, tapi senyum kecil yang hangat dan muncul dari dada.

***

Rumah Rose tampak sunyi ketika ia tiba.

Lampu ruang tamu menyala redup, dan seorang pelayan menyambutnya.

Rose membuka sepatu hak tinggi dan meletakkan tasnya, hendak menuju kamar ketika suara Noah terdengar dari arah ruang kerja.

“Kau pulang terlambat.” Nada suaranya datar tapi menusuk. Rose menoleh. Noah duduk di sofa kulit dengan segelas bourbon di tangan, dasi longgar, dan ekspresi yang seperti biasa, tenang namun beracun.

“Studio foto Ethan Knoxx, ingat?” jawab Rose tenang.

Noah meneguk minumannya, menatapnya dari ujung rambut sampai kaki. “Aku lupa kau masih punya hobi menjadi pusat perhatian.”

Rose tersenyum samar. “Seseorang harus menjaga reputasi keluarga ini di depan kamera, kan?”

Sebuah balasan halus tapi tajam.

Noah mendongak. Matanya menajam, tapi bibirnya melengkung sedikit. “Kau mulai pandai bicara, Rose. Biasanya kau hanya diam dan mengangguk.”

Rose melangkah perlahan ke arah tangga.

“Noah,” katanya tanpa menatap, “aku lelah hari ini. Aku ingin beristirahat.”

Tapi Noah menaruh gelasnya dengan suara keras di meja. “Berhenti di situ.”

Langkah Rose terhenti. Ia bisa merasakan tatapan tajam itu di punggungnya.

“Duduk," perintah Noah tegas.

Rose diam sejenak, lalu menurut. Ia duduk di seberang, dengan posturnya yang tetap anggun. Noah menatapnya dari ujung kaki ke ujung kepala seolah sedang menilai barang antik.

“Seharusnya kau bersyukur aku membiarkanmu melakukan hal-hal remeh itu,” katanya datar. “Kau tahu berapa banyak wanita yang ingin berada di posisimu?”

Rose menatap balik, kali ini dengan mata yang tidak lagi kosong. “Ya. Tapi mereka tidak tahu rasanya berada di dalamnya.”

Noah terdiam, jelas tak menyangka balasan secepat itu. Dulu, Rose akan menunduk, meminta maaf, mencoba menjelaskan. Tapi mengapa kali ini tidak. Ia tetap duduk tegak, tenang, seperti wanita yang tahu bahwa diamnya pun bisa jadi senjata.

Noah mencondongkan tubuh, suaranya lebih rendah. “Kau berubah, Rose. Apa karena aku terlalu sibuk, atau karena seseorang membuatmu merasa hidup lagi?”

Rose tersenyum. Tapi bukan senyum manis, melainkan senyum dingin yang menusuk. “Bukankah itu bagus kalau aku mulai hidup lagi?”

Noah menatapnya dalam. “Hati-hati, Rose. Beberapa hal sebaiknya tetap mati.”

Rose bangkit. “Mungkin. Tapi aku tidak mau menjadi salah satunya.”

Ia berjalan menuju tangga, meninggalkan Noah yang diam di tempatnya. Rose merasa ada sesuatu dalam dirinya yang baru malam ini.

Ia tahu Noah sedang menahan amarah, tapi anehnya… ia tidak takut. Ia tidak lagi merasa kecil di hadapan suaminya yang selama ini mendominasi dan manipulatif. Ia hanya merasa… berjarak.

Dan di balik jarak itu, ada kebebasan yang mulai tumbuh.

***

Di dalam kamar, Rose membuka blouse dan celananya, lalu berdiri di depan cermin besar di dekat tempat tidur.

Ia memandang dirinya di pantulan cermin. Kulit pucat, rambut yang masih rapi, bibir yang sedikit membengkak.

Untuk pertama kalinya, ia melihat sosok di pantulan itu bukan sekadar “Istri Noah Ferdinand.” Ia melihat Olivia Rose.

Ia tersenyum tipis. “Wajah di balik topeng,” gumamnya pelan.

Dan di saat itu juga, tanpa sadar, hatinya berdegup bukan karena rasa takut kehilangan Noah, tapi karena bayangan Ethan yang muncul di pikirannya.

Malam itu, ketika Noah sudah tertidur, Rose memandangi langit dari jendela kamarnya. Hujan turun perlahan membasahi jendela.

Rose melamun. Ia menempelkan jari ke bibirnya, masih bisa merasakan sentuhan lembut Ethan yang memulai semuanya. Ia tahu itu salah. Ia tahu dunia bisa runtuh jika rahasia itu terbongkar.

Tapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia tidak peduli.

Yang penting, untuk sesaat saja, ia merasa hidup. Bukan sebagai istri Noah Ferdinand. Bukan sebagai ikon fashion atau trofi publik. Tapi sebagai wanita bernama Rose, yang akhirnya menemukan cerminan dirinya di balik ciuman seorang pria asing.

***

Keesokan paginya, Noah bersikap seperti biasa. Tenang, seolah tidak pernah terjadi apa pun. Ia membaca koran di meja makan, sementara Rose menyeduh teh. Tak ada yang terlihat aneh, namun sebenarnya ada ketegangan samar di udara.

“Jadi... kamu akan memulai karir modelmu lagi? Bagaimana sesi fotomu kemarin?” tanya Noah tanpa menatap.

“Bagus,” jawab Rose singkat. “Fotografernya tahu bagaimana membuatku tampak nyata.”

Noah menatapnya sekilas. “Nyata? Kau selalu tampak nyata, Rose. Setidaknya di depan kamera.”

Rose meletakkan cangkirnya. “Mungkin kau benar. Tapi di depanmu, aku hanya bayangan.”

Sebuah keheningan panjang terjadi.

Noah menatap istrinya lama, mencoba membaca sesuatu di matanya, tapi Rose kini pandai menyembunyikan rahasia.

Dan entah mengapa, sikap pasif namun tenangnya membuat Noah merasa tidak nyaman.

Ia bangkit dari kursinya, berdiri di belakang Rose, tangannya menyentuh bahu istrinya dengan gerakan posesif.

“Jangan bermain api, sayang,” bisiknya ke telinga Rose.

Rose menatap cangkir tehnya tanpa ekspresi. “Kalau aku terbakar,” katanya datar, “setidaknya aku tahu bagaimana rasanya hidup sebelum hangus.”

Noah menarik napas panjang, menahan emosi. Ia tahu ada sesuatu yang berubah pada Rose. Sesuatu yang tidak bisa ia kontrol. Dan bagi pria seperti Noah Ferdinand, kehilangan kendali adalah bentuk penghinaan paling besar.

Namun bagi Rose, kehilangan kendali justru terasa seperti… kebebasan pertama setelah lima tahun hidup dalam sangkar emas.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kekasih Gelap Sang Istri Milyarder   7. Rahasia di Balik Foto Lama

    Studio itu masih diselimuti aroma kopi dan pancake yang samar. Tirai besar menutup sebagian jendela, menyisakan cahaya matahari yang merayap di dinding penuh foto hitam putih. Di antara semua bingkai itu, Ethan duduk diam di kursinya, memandang sesuatu yang sudah lama berusaha ia lupakan.Di meja kayu yang penuhi coretan tinta dan gulungan film lama, tergeletak sebuah foto tua. Kertasnya menguning di tepinya, tapi wajah-wajah di dalamnya masih jelas, dua pria muda tersenyum berdampingan.Yang pertama, pria berjas dengan senyum angkuh dan tatapan percaya diri, tak lain adalah Noah Ferdinand, jauh lebih muda, namun dengan aura yang sama. Ambisius dan menawan.Di sampingnya, seorang pria berusia tiga puluh-an, dengan mata hangat dan senyum lembut. Wajah itu tak asing. Mirip Ethan, hanya lebih ramah dan lebih terang.Itu adalah ayahnya. Elliot Knoxx.Ethan mengelus permukaan foto itu dengan ujung jarinya, suaranya pelan nyaris seperti gumaman doa.“Jadi begini akhirnya, Ayah…”Matanya men

  • Kekasih Gelap Sang Istri Milyarder   6. Ciuman yang Membebaskan

    Rose memejamkan mata saat bibir Ethan menyentuh bibirnya. Perlahan.Tidak memaksa. Tidak liar. Tapi lembut dan penuh rasa.Rose seharusnya mundur. Ia tahu ini salah. Bahkan sangat salah. Tapi tubuhnya tak patuh. Ia membeku, lalu tenggelam dalam sentuhan itu. Ada sesuatu dalam ciuman Ethan yang membuatnya merasa hidup, seolah seluruh peran, topeng, dan kepalsuan yang ia pakai selama lima tahun terakhir luluh begitu saja.Ciuman itu tidak berlangsung lama. Tapi cukup untuk menggetarkan dunia kecilnya.Dan saat Ethan melepaskan diri, matanya masih menatapnya dalam.“Sekarang… aku sudah menangkap ekspresi yang kucari,” katanya pelan.Rose menatapnya dengan bingung, pipinya memerah. “Ekspresi apa maksudmu?”“Yang tak bisa kau buat-buat.”Ia mengangkat kameranya kembali, menunjukkan layar kecil di belakang body kamera.Satu foto terpampang. Wajah Rose dengan mata sedikit terpejam, bibir sedikit terbuka, dan wajah yang seolah… terbangun dari tidur panjang.Hasilnya memukau. Ia tampak rapuh s

  • Kekasih Gelap Sang Istri Milyarder   5. Rasa di Balik Lensa

    “Kau datang tepat waktu,” kata Ethan sambil mendekat. “Kupikir kau mungkin berubah pikiran.”Rose mengerjap pelan. “Mungkin. Hampir saja. Tapi pagi ini tiba-tiba rasanya terlalu tenang untuk dihabiskan sendirian.”Ethan menatapnya sejenak, seolah mempelajari wajahnya lewat lensa yang tak kasatmata. “Kau terlihat berbeda dari semalam.”“Berbeda bagaimana?”“Lebih… segar dan bersemangat,” ujarnya sambil tersenyum samar. “Mungkin karena sinar matahari, atau mungkin karena kau akhirnya melepaskan sesuatu.”Rose tak menjawab. Ia hanya berjalan ke arah dinding yang penuh dengan foto-foto hitam putih maupun berwarna. Potret lanskap, manusia, dan beberapa wajah yang tampak terlalu jujur untuk disebut ‘pose’.“Fotomu terasa jujur,” katanya pelan. “Tidak banyak yang berani memotret seperti ini. Kebanyakan orang ingin terlihat sempurna.”“Kesempurnaan membosankan,” jawab Ethan ringan. “Aku lebih suka kejujuran, meskipun bentuknya retak.”Kata-kata itu membuat Rose menoleh. Tatapan mereka bertemu

  • Kekasih Gelap Sang Istri Milyarder   4. Sindiran Tajam

    Suara hujan sudah berhenti ketika Rose tiba di rumah tengah malam. Udara lembap masih menempel di kulitnya, dan ujung gaun merah anggur itu kini kusut serta berat oleh air. Ia tak peduli. Begitu masuk ke kamarnya, Rose langsung melepaskan sepatu hak tinggi yang sejak tadi membelit kakinya, meletakkan clutch nya di meja rias, melepas gaunnya asal-asalan, lalu memakai gaun tidur tipis dan berbaring di ranjang tanpa menghapus make up atau membersihkan diri.Tubuhnya terasa lelah, tapi yang lebih berat adalah pikirannya. Setiap kali memejamkan mata, bayangan Noah dan Giselle di balkon hotel muncul lagi. Semua tampak jelas, menyakitkan, dan nyata. Ia menarik selimut hingga menutupi dada, berharap bisa tertidur sebelum pikirannya menenggelamkannya lebih dalam.Entah jam berapa akhirnya ia terlelap.Ketika cahaya pagi menembus tirai besar di kamarnya, Rose membuka mata perlahan. Kepalanya sedikit berat, tapi bukan karena alkohol, melainkan karena kenyataan. Ia menoleh ke sisi tempat tidur ya

  • Kekasih Gelap Sang Istri Milyarder   3. Keinginan Untuk Tumbuh

    "Terima kasih," ucap Rose sekilas."Sudah lama juga saya bermimpi bisa bekerja sama dengan Anda. Saya akan mengangkat karir model Anda lagi seperti dulu. Bahkan lebih tinggi dari sebelumnya. Jika Anda tertarik, Anda bisa datang mencari saya." jelas Ethan.Rose menatap pria itu, tapi karena tatapannya terlalu menusuk, ia langsung mengalihkan pandangan."Aku... Sudah lama meninggalkan dunia itu." "Sayang sekali..." gumam Ethan, "Begini saja. Anda bisa memikirkannya baik-baik. Saya akan menggelar pameran dalam waktu dekat, dan saya ingin bekerja sama dengan Anda di pameran tersebut. Judulnya... 'wajah di balik topeng'."Ethan kembali memberikan sebuah kertas. Kali ini undangan acara pameran yang ia maksud. Rose menelan ludah. Ia merasa tema acara itu sangat sesuai dengan kehidupannya."Entah mengapa, saya merasa Anda sangat cocok untuk menjadi model saya dalam acara ini. Saya yakin Anda juga merasakannya," tambah Ethan seakan mengerti apa yang sedang dipikirkan Rose.Rose ingin berbicar

  • Kekasih Gelap Sang Istri Milyarder   2. Tatapan yang Menusuk

    Rose menatap bayangannya di cermin raksasa yang tergantung di sisi ballroom. Senyumnya masih sama seperti lima menit lalu. Terlihat lembut, manis, dan sempurna di hadapan publik. Namun matanya… bukan lagi mata seorang istri yang bahagia.Di dalam pupilnya, ada retakan. Retakan halus yang tak terlihat bagi siapa pun, tapi cukup tajam untuk melukai dirinya sendiri.“Noah dan Rose, mari kembali naik ke atas panggung. Saatnya prosesi tiup lilin!” seru MC dengan semangat.Tamu-tamu bersorak. Tepuk tangan menggema. Rose menoleh pelan, melihat Noah berdiri di ujung ruangan. Pria itu sudah kembali dari balkon seolah tak terjadi apa-apa. Dasi hitamnya masih rapi, wajahnya tenang. Bahkan terlalu tenang untuk pria yang baru saja mencium sekretarisnya.Tatapan mereka bertemu. Rose tidak berkata apa-apa, tapi tatapan itu… dingin, tajam, dan menusuk sampai ke dasar nurani. Noah sempat tertegun sepersekian detik sebelum memasang senyum yang nyaris terlihat kaku.Ia melangkah menghampiri Rose, menyod

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status