The execution"Sebutan permintaan terakhirmu?" tanya pria paruh baya dengan kumis berikut brewok berwarna putih pada tawanan barunya.Pria berkepala plontos yang menurut para anak buahnya adalah sosok Dokter Jarl. Kedua tangan dan kakinya di ikat jadi satu dengan sebuah tiang besi berwarna hitam.Pandangan pria itu masih saja kosong, seolah mengartikan bahwa dirinya sudah pasrah akan keadaan."Boss … sepertinya dia tidak menjawab pertanyaan boss," ucap salah satu anak buah Connan yang memiliki jambang lebat dekat kedua telinganya."Pecut dia … habisi hingga badannya penuh luka tak tersisa. Setelah itu kalian bisa bunuh Dia," perintah Connan."Maaf boss … kalau boleh tahu, mmm … membunuhnya dengan cara apa? Tembak dengan pistol kah? Tusuk dengan benda tajam kah? Atau bakar hidup-hidup?" tanya Simon si pemilik jambang."Aaahh … itu terserah kalian! Untuk apa kalian tanyakan ini padaku, huh? Bukankah kalian sudah kubayar mahal untuk mengurus parasit ini! Bahkan untuk membunuh saja kalian
"Hi Billie … lama tidak berjumpa denganmu,” sapa pria tua dengan logat britishnya.Pria tua itu membentangkan kedua tangannya dan tersernyum dengan lebar. Pertemuan untuk kedua pria tua ini yang pertama kali, sejak kasus kematian putri tercintanya.Keduanya tak banyak bicara, apalagi sejak Connan memfitnah pria yang sudah menjaga putrinya sejak kecil sebagai pembunuh utama. Pria yang bekerja sebagai pengasuh Charrise akhirnya di jatuhi hukuman seumur hidup oleh pihak pengadilan. Namun, Tuhan selalu berada di pihak yang benar. Billie tidak terbukti bersalah, ia pun dibebaskan saat menjalani hukuman di tahun ke-delapan.Sejak dibebaskan oleh penjara Brooklyn, Billie pun pergi dari Brooklyn dan memilih untuk menghilang, tanpa diketahui oleh pihak manapun.Merasa kehilangan sahabat baiknya, Tuan Cana memerintahkan untuk mencari Billie dan juga kedua cucunya yang juga menghilang tanpa jejak. Pencarian dilakukan secara tersembunyi tanpa diketahui oleh Connan.“Cana … bukankah kau diberitak
“Ben … ini gajimu selama satu bulan, kamu bekerja di sini,” ujar wanita paruh baya berpakaian Hanbok sambil menyerahkan sebuah kertas berwarna putih bertuliskan nama Ben.Sebelum menerima amplop berwarna putih, pemberian dari bossnya, Ben membungkuk empat puluh lima derajat, sebagai tanda penghormatan darinya.“Terima kasih Nyonya Jang Geum atas pemberiannya. Aku akan berusaha lebh giat lagi dan tekun bekerja,” ucap Ben sambil menerima amplop putih tersebut.Nyonya Jang Geum merasa senang, karena selama satu bulan ini, pekerjaannya sangat terbantu dengan kehadriannya Ben. Selain itu, Ben juga anak muda yang cekatan dan mudah sekali dalam mempelajari hal asing baginya.“Ya … ya … sudah sana, cepat kau bersihkan lantai, meja dan kursi. Setelah itu buka kedainya ya. Aku akan mempersiapkan makanan-makanan serta minuman yang begitu nikmat. Bukan hanya sekedar penampilannya saja yang begitu menarik, akan tetapi rasanya begitu nikmat.Dengan cepat, Ben langsung menyimpan amplop putih pada s
“Aku mohon padamu, Elmo. Tolonglah aku. Pinjamkan ponselmu sebentar saja,” rengek Ben.Sejak Nyonya Jang Geum mengusulkan untuk mencari tahu gadis pujaannya melalui social media, Ben sudah bertekad akan mampir ke rumah sahabatnya, Elmo. Kali ini rencana dirinya untuk mampir ke rumah sahabatnya, adalah untuk meminjam ponsel pintarnya demi melihat social media Zora.“Kau ini kenapa, hyung? Kenapa merengek seperti anak kecil seperti itu? Tumben sekali, kau ingin meminjam ponsel pintarku,” ujar Elmo penasaran.Ben langsung menggaruk lehernya yang tidak gatal, kemudian mengacak-acak rambutnya. Kedua netranya menyiratkan kelelahan bekerja.“Aku ingin meminjam ponsel pintarmu, karena aku ingin … mmm … tolong buatkan aku sosial media. Aku juga ingin punya seperti anak-anak muda di desa ini,” kilah Ben.Elmo merasa aneh melihat tingkah laku Ben yang tak biasa. Elmo berpikir pasti ada sesuatu yang telah terjadi, sampai sahabatnya ini meminta hal yang tak pernah sama sekali ia inginkan.Yah, sej
"Ouch. Elmo kenapa kau memukulku?" tanya Ben sedikit kesal."Maafkan aku hyung. Aku hanya terkejut dengan ide gilamu. Tapi jujur saja, Aku tak yakin dengan ide ini," balas Elmo sambil terus mengutak-atik layar ponsel.Pemuda bermata sipit itu terus saja mencari beberapa status mengenai Zora. Elmo masih ingat, dalam status yang terpampang nyata di sosial media milik gadis yang digadang-gadang sebagai gadis tercantum itu pernah menulis sebuah status mengenai Ben."Kenapa kau terkejut? Bukankah hal yang normal jika seorang pria mengajak gadis yang ia suka jalan berdua?" ucap Ben dengan percaya diri.Kedua manik Elmo melirik ke arah Ben berdiri tanpa aba-aba. Tangan kanan Elmo kini menepuk kening Ben, sambil sesekali memeriksa suhu tubuh pemuda berwajah eropa.Entah harus berkata apa lagi pada sahabatnya ini. Rasanya cinta sudah membutakan jalan pikiran serta akal sehatnya. "Kau ini kenapa sih, Elmo? Aku tidak merasa pusing atau demam," gerutu Ben sambil menurunkan tangan pria bertubuh k
“Entahlah, kak. Mungkin ada baiknya jika kamu ke sekolah kami bertiga untuk menangani administrasi,” usul Brie.“Ya sudah. Semoga saja masih ada sisa untuk kebutuhan makan sehari-hari,” balas Ben.nekadEsok harinya, Ben melunasi semua kewajiban administrasi lembaga belajar-mengajar ketiga adiknya. Setidaknya dari upah bulanan yang diterima oleh Ben dari hasil keringatnya di kedai masih ada sisa sedikit.Menurut Brie, sisa uang yang ia terima dari upah kakaknya ini, tidak akan cukup untuk membayar lunas hutang-hutang ayahnya pada renteiner.Hati kecil Ben bergejolak saat Brie mengingatkan kembali akan hutang-hutang ayahnya yang belum terbayarkan, secara dirinya juga ingin membuktikan pada snag gadis pujaannya untuk memberikan hadiah sekaligus mengajaknya berkencan.“Ah iya … hutang ayah. Apa kamu tahu, berapa hutang-hutang ayah?” tanya Ben pada ketiga adiknya.“Seingatku, ayah berhutang tidak hanya pada satu orang lintah darat saja, hyung. Kalau tidak salah, sekitar sepuluh orang,” ja
"Insya Allah bisa. Lebih baik aku bekerja keras, tenagaku masih kuat dan cukup mampu melakukan serta otakku masih bisa berpikir dan menyerap hal-hal yang baru. Daripada aku harus meminta-minta. Bukankah itu juga tidak baik. Apa Kata orang di desa ini, kalau aku hanya mengandalkan kekayaan orang-orang saja," jelas Ben.Baik Elmo dan Lee paham akan jalan pikiran Ben. Tidak ada istilah meminta-minta apalagi memanfaatkan orang lain demi keuntungannya sendiri."Jika dirasa itu baik untukmu, maka lanjutkanlah. Tapi, jika kau sudah lelah … istirahat sejenaklah hyung," nasihat Lee."Terima kasih banyak Lee. Baiklah sebelum larut malam, Kami bertiga pamit. Aku takut ayah khawatir," pamit Ben.Keinginan terpendamTiba dirumah, ketiga putra Alexi langsung membersihkan diri, dan bersiap untuk makan malam. Kali ini sedikit berbeda dari makan malam sebelumnya, dimana anggota keluarga yang hadir lengkap.Tuan Alexi duduk menghadap ke arah empat anaknya, menyantap makan malam buatan putri kesayangann
“Stoopp. Kalian salah. Bukan dia yang sudah mengambil laptop salah satu pengunjung kami. Tapi pemuda yang tergeletak di bawah itulah pencurinya,” ucap seorang pria dengan rambut di kepang.Wajah Ben sudah babak belur akibat serangan bogem mentah yang bertubi-tubi dari para pejalan kaki. Belum sembuh dengan luka lebam di wajah akibat bogem mentah dari para lintah darat. Kini ia harus merasakan sakit yang begitu dahsyat.Beberapa pejalan kaki yang menyerang Ben langsung mmeminta maaf, dan beberapa orang lagi langsung mengurus pencuri untuk di bawa ke kantor pihak berwajib. Dan beberapa orang lagi membawa Ben menuju rumah sakit kecil, guna mendapatkan pertolongan, termasuk diantaranya adalah pegawai gerai.Dua jam setelah mendapatkan perawatan kecil dari dokter, Ben pun pulang bersama pegawai gerai. Pegawai gerai sengaja meminta Ben untuk mengikutinya kembali ke gerai.“Maaf kak, bisakah kakak ikut dengan saya ke gerai,” pinta pria berambut kepang.“Untuk apa? Bukankah masalahnya sudah s