Acara kemeriahan panggung prajurit masih berlangsung namun Barra meninggalkan tempat tersebut. Bahkan beberapa prajurit yang ingin berkenalan dengannya terpaksa diabaikan karena Ramses memanggilnya.
Saat Barra tiba bersamaan dengan Marissa yang baru keluar dari ruangan Jenderal Bintang Tiga tersebut.
“Selamat siang, Kapt. Anda ingin menghadap Bapak, Kapt?” tanya Marissa seraya tersenyum.
Melihat senyuman prajurit wanita tersebut membuat Barra tidak suka.
“Apakah selalu demikian kamu menggunakan kecantikanmu untuk menggoda laki-laki?” ujar Barra sarkas.
Spontan senyum Marissa hilang dan berganti dengan raut wajah terkejut,
“Hah? Apa maksud Anda, Kapt?”
Alih-alih menjawab, Barra justru melewati tubuh Marissa dan mengetuk pintu ruangan Ramses. Lelaki gagah yang sialnya memiliki wajah sempurna itu mengabaikan tatapan Marissa. Wanita itu pun hanya menarik napas dan menggelengkan kepala.
Selalu salah, batin wanita berusia 25 tahun itu.
Tiba-tiba ponsel Marissa berbunyi. Tanda indicator pesan masuk pun menyala. Segera dia membacanya, setelah itu dia terlihat menghubungi seseorang.
“Jemput aku sekarang,” ujarnya pada sang penerima telepon.
Marissa mengambil sesuatu dalam laci yang terkunci di ruangan tersebut, kemudian memasukkan dalam tas pingganngnya. Melihat jam tangan, seolah sedang memeriksa waktu yang berjalan, lalu wanita itu segera melangkah keluar dari sana.
Bersamaan dengan Barra yang juga baru saja keluar dari ruangan Ramses, lelaki itu berjalan hanya sekitar dua puluh langkah di belakang Marissa.
Marissa berjalan sangat cepat hingga tanpa sengaja menabrak seseorang. Wanita itu segera meminta maaf pada orang tersebut, dan melanjutkan langkahnya.
“Hei! Belagu sekali kamu jadi orang! Jangan merasa paling jadi anak emas, seenaknya saja menabrak orang!”
“Ehhm!”
Sosok yang menggerutu itu pun membalikkan badannya. Dan seketika matanya membulat hingga ternganga mulutnya melihat patung pahatan dewa yunani berdiri tepat di depannya.
"Anda Dewa Zeus?” ucapnya berhalusinasi. Barra mengeryitkan dahinya.
‘Ternyata semua wanita berseragam tetaplah wanita, tidak ada yang Tangguh!’ batin Barra meremehkan.
Tanpa ingin membuang waktunya, Barra berlalu begitu saja melewati wanita yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Hei! Tunggu, aduh mengapa Anda pergi! Tunggu!” pekik wanita tersebut ketika Barra sudah jauh meninggalkannya.
“Mengapa dua orang itu sama sombongnya! Apa semua yang dibanggakan oleh Panglima adalah orang-orang sombong,” umpatnya sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya ke kantin.
Barra tiba di lobi utama bersamaan dengan Marissa masuk sebuah mobil hitam yang segera melaju ketika wanita itu menutup pintunya.
“Mobil siapa itu?” tanya Barra pada prajurit yang berjaga di lobi utama.
“Mobil Serka Marissa,” jawab salah satu penjaga.
Penjelasan itu membuta Barra semakin penasaran, sehebat apa seorang sersan kepala mampu mempunyai mobil dengan tipe mahal.
“Seorang sersan kepala mampu membeli mobil itu?” pertanyaan Barra langsung dijawab oleh tawa kedua petugas jaga berpangkat kopral dan sersan dua.
”Bagi seorang Marissa itu tidak ada yang mustahil, Kapt. Anda jangan meremehkan dia, jika dia tidak suka dengan seseorang, maka bersiaplah seseorang itu akan dimutasi pindah ke daerah perbatasan.”
Barra tak menunggu lama, kedua petugas itu bercerita bergantian tentang masa lalu Marissa. Entah apa yang membuat menarik dari cerita hidup seseorang hingga kaum lelaki pun turut mendongeng.
Barra terkejut ketika mengetahui jika Marissa adalah seorang yang pernah menikah dan suaminya sudah meninggal setahun yang lalu.
“Bahkan menurut infonya, dia sendiri yang menyebabkan suaminya terbunuh. Jangan-jangan suaminya sudah membuat dia marah hingga disingkirkan juga.”
“Dan anehnya Ibu Mella sangat menyayangi dia. Banyak yang bilang Sersan Marissa menggunakan pellet,” ucap penjaga itu menutup cerita.
Apa yang sudah diceritakan oleh kedua penjaga itu hanya satu yang menarik perhatian Barra. Suami Marissa terbunuh setahun yang lalu, dan kini wanita itu menjadi bagian dari keluarga Ramses.
‘Pasti ada sesuatu yang telah terjadi hingga menarik perhatian Ramses.’
Tidak lama Danu datang menemui Barra. Lelaki itu pun baru saja dimutasikan dan bergabung menjadi anak buah Ramses. Meskipun berbeda unit kerja, namun dalam hal tertentu Barra dan Danu mendapat hak istimewa jika itu atas perintah Ramses.
“Ayo,” ajak Barra pada Danu.
Pertemuan dengan Ramses menjadi tanda aksi Barra sudah bisa dimulai, segalanya tetap dalam garis komando. Operasi rahasia, saat ini Barra hanya mengajak juniornya terlebih dahulu.
Mereka mengendarai mobil dinas yang memang diperuntukkan bagi Barra. Danu segera mengambil alih mengemudi.
“Kita kemana, Bang?”
“Pinggiran kota sebelah utara.”
Danu menoleh pada Barra, “Kemana Bang? Bukannya di sana tidak ada pemukiman?”
Daerah pinggiran kot sebelah utara memangnlah merupakan rawa-rawa sepi, hanya saja memiliki jalan raya yang panjang dan rata. Terkadang sering digunakan untuk arena balap liar.
“Misi kita bukan menjebak pemimpin geng motor kan?” tanya Danu sambal terus melajukan mobil ke arah yang sudah disebutkan oleh seniornya.
“Tentu saja bukan, buat apa? Lihat saja nanti.”
Danu pun terdiam dan memfokuskan pandangan ke depan, hanya sesekali melihat ke kaca spion. Tidak lama kemudian tampak dua sepeda motor dari arah belakang mobil mereka.
Salah satu dari sepeda motor tersebut mendahului mobil dinas Barra, sementara yang satu lagi terlihat membayangi di belakang.
Keduanya pengemudi itu mengenakan pakaian serba hitam, berjaket kulit hitam dengan helm senada pula. Tidak ada yang bisa mengenali wajah pengemudi karena tertutup oleh helm, hanya dari gerakan tubuh yang menoleh ke arah dalam mobil dapat disimpulkan ada maksud tertentu.
“Jaga kecepatan seperti ini saja. Tenang dan jangan terpengaruh,” ujar Barra pada Danu.
Anggukan kepala Danu cukup sebagai tanda mengerti. Seharusnya dua pengendara motor tersebut dapat meninggalkan mobil yang berisikan Barra dan Danu, namun kenyataannya keduanya hanya membayangi.
Barra memeriksa GPS pada ponselnya.
“Dua ratus meter ada pom bensin. Beloklah masuk ke sana.”
Danu mengikuti instruksi Barra, setelah melihat pom bensin, mobil dinas itupun berbelok masuk.
Pengemudi motor yang berada di belakang mobil pun mengikuti masuk dan mengambil antrian khusus sepeda motor.
“Bang, mereka ini bodoh atau bagaimana? Terlihat jelas sekali kalau mengikuti kita.”
Danu memperhatikan pengendara motor yang sementara sedang mengisi bahan bakar. Sedangkan mobil Barra dan Danu masih menunggu dua antrian mobil di depannya.
“Sepertinya tidak sesederhana itu,” ujar Barra.
***
“Apa yang sedang kamu lakukan?”Rangga terperanjat ketika tiba-tiba suara bariton khas milik Barra terdengar dari belakang tubuhnya. Lelaki muda itu masih mengawasi kepergian Mella dan Marissa, bersamaan dengan Suster yang sedang menggendong bayi mungil melambaikan tangan seperti hal yang sering dilakukan oleh anak kecil melepas ibu dan neneknya pergi.“Siap tidak ada, Kapt,” ujar Rangga sedikit canggung. Raut wajahnya melukiskan kesan tidak nyaman bertemu dengan pria yang selalu berwajah masam padanya.“Jika kamu berpikiran jahat padanya, enyahkan jauh-jauh sebelum kamu lakukan!”Tatapan yang tajam terasa seperti mengiris iris mata Rangga. Barra memang sedang mengancamnya. Rangga hanya bisa menelan air liurnya saja.“Jenderal Ramses masih memberikan kesempatan padamu, tetapi aku tidak. Aku akan percaya jika kamu membuktikan dengan perbuatan dan bukan rekayasa. Ingat feelingku akan mengetahui kamu sedang memainkan trik konyol atau memang tulus membela kebenaran!”Angin yang bere
Dua pekan berlalu. Sepanjang waktu yang seakan landai digunakan oleh Barra untuk berunding dengan tim kuasa hukum militernya. Sebab target dari pembunuhan suami pertama Marissa adalah keluarga atau kerabat dari anggota Militer Darlan.Berbeda dengan sang suami, Marissa tetap menjalankan tugasnya sebagai pengawal pribadi Mella dan saat ini akan menghadiri acara istri petinggi militer Darlan.“Ada acara kemana?” tanya Barra saat melihat istrinya sudah mengenakan baju dinas safarinya.Marissa merapikan sedikit anak rambut yang keluar dari sanggulnya, kemudian merapikan riasan yang natural pada wajah cantiknya.“Iya, Ibu ada acara pertemuan arisan di wisma anyelir.”“Wisma anyelir?”“Gedung pertemuan di sebelah kantor Panglima Tertinggi.”“Hati-hati,” pesan Barra seraya membetulkan kerah baju Marissa.Rutinitas yang mulai disukai oleh Barra, sebagai pasangan sah Marissa. Kebahagiannya adalah dapat memberikan perhatian disela kesibukkannya sebagai anggota militer yang penuh dengan ris
Pertanyaan Marissa hanya ditanggapi dengan tatapan Barra. Lelaki itu mengerutkan dahinya seraya mengeraskan rahang, terlihat jelas jika dirinya sedang memikirkan sesuatu.Drrt, drrt.Getaran ponsel yang ada di atas nakas mengalihkan perhatian Barra. Dengan satu jangkauan tangannya yang panjang, benda pipih tersebut sudah berpindah tempat. Sebuah pesan masuk dan terbaca sepintas oleh mata Marissa.‘Rencana berhasil’ demikian sepotong penggalan pesan.Barra membaca dan kemudian menghapus pesan tersebut.“Mengapa dihapus? Rencana apa?” tanya Marissa.Barra terdiam, dan kembali pada posisi sebelumnya memandang Marissa dengan tatapan yang sulit diartikan oleh wanita itu.“Ada apa?”“Adik sudah siap?” akhirnya Barra bersuara.“Si – siap apa, Bang?” suara Marissa tergagap. Tatapannya sontak kebawah kemudian menatap Barra lalu beralih lagi ke arah tidak menentu.“Dik? Ada apa? Sudah siap kah?” ulang Barra bingung.“Eh – eh,” gumam Marissa lirih. Tidak tahu bagaimana wajahnya sek
Brak.Pintu tiba-tiba terbuka, Marissa berdiri di depannya seraya menatap ke dalam. Tepatnya pada Rangga, wajah wanita yang mempunyai hubungan personal sangat dekat itu memancarkan sorot kekecewaan. Langkah kaki perlahan mendekat, tanpa bicara Marissa berdiri tepat berjarak satu jengkal lengannya.Plak!Tamparan keras tak pelak mendarat di wajah Rangga. Lelaki itu terkejut, demikian juga Barra.“Icha –““Salah apa aku padamu, Rang? Tega kamu mau mencelakakanku. Kalau aku naik mobil yang salah seharusnya kamu datangi aku, bukan kau biarkan saja.” Marissa tidak menghiraukan ucapan Barra, serentetan kalimat terlontar dengan emosi jiwa.Ruangan kerja Ramses yang mempunyai dua pendingin udara sepertinya tidak mampu mendinginkan suasana hati Marissa. Tangannya masih mengepal dan bibirnya sedikit terbuka, hingga barisan gigi yang terkatup rapat terlihat.“Mbak, maafkan aku. Aku terpaksa!”“Kita selalu bahas rencana ini berdua, apa kau ceritakan semua rencanaku pada mereka!” ucap Mar
“Apa maksudnya?” Ramses yang mengikuti langkah Barra terhenyak dengan tuduhan menantunya.Ya Barra sudah resmi sekarang sebagai suami Marissa sesugguhnya. Ketika semua sudah pergi, sepertinya Barra menepati janjinya. Mulai menyerang lawannya, tetapi Ramses heran mengapa dalam rumahnya ada penyusup. Dan orang itu mengapa harus Rangga.Barra tidak langsung menjawab. Dengan gayanya yang elegan, lelaki itu berbalik badan menghadap Ramses dan kemudian kepalanya menoleh ke arah Rangga.“Itu yang sedang aku tanyakan padanya. Pada hari Icha masuk dalam mobil yang salah, sebenarnya dia sudah tahu. Aku sudah memeriksa CCTV dari sekitar tempat dimana mobilku dan mobil target parkir bersebelahan.”Ramses, Danu, Mella, bahkan Marissa terkejut mendengar penjelasan Barra. Terlebih Marissa, dalam benaknya ingin menyangkal pendapat lelaki tersebut, namun ketika Barra mengatakan berdasarkan bukti rekaman CCTV dia jadi dilema.“Apa benar itu Rang?” tanya Marissa.Matanya masih terlihat sayu, me
Ternyata bukan sekedar kegilaan ucapan saja, esok harinya Barra menghadap Ramses dan juga Mella mengemukakan keinginannya untuk menikah secara resmi.Alasan yang digunakan oleh lelaki itu, untuk melindungi Marissa secara penuh dan juga keberadaan bayi yang diadopsi oleh mereka.“Memang benar sekali kabar tentangmu yang pandai negosiasi, berdebat dan juga melumpuhkan lawan.”Ramses tertawa, sementara Mella sudah heboh sendiri bersama si kecil.“Oma sih Yes!” serunya.“Bukankah secara administrasi sudah kalian lakukan jauh hari,” balas Barra sedikit sarkas membuat Ramses semakin tertawa lepas.“Aku bangga dengan satria muda seperti ini, kuharap setelah rencana awalmu kupenuhi segera selesaikan misi kita sebelum pesta demokrasi tahun depan.”“Yes Sir!”“Ya sudah kapan kalian akan melangsung-““Hari ini.” Barra memotong kalimat Mella.Wanita itu terkejut nyaris melupakan ada manusia kecil dalam gendongannya.“Lihat kan dia sudah tergila-gila pada anak perempuanmu,” goda Ramses.Barra