Share

BAB 6. SOSOK BERJAKET HITAM

Acara kemeriahan panggung prajurit masih berlangsung namun Barra meninggalkan tempat tersebut.  Bahkan beberapa prajurit yang ingin berkenalan dengannya terpaksa diabaikan karena Ramses memanggilnya.

Saat Barra tiba bersamaan dengan Marissa yang baru keluar dari ruangan Jenderal Bintang Tiga tersebut.

“Selamat siang, Kapt.  Anda ingin menghadap Bapak, Kapt?”  tanya Marissa seraya tersenyum.

Melihat senyuman prajurit wanita tersebut membuat Barra tidak suka.

“Apakah selalu demikian kamu menggunakan kecantikanmu untuk menggoda laki-laki?”  ujar Barra sarkas.

Spontan senyum Marissa hilang dan berganti dengan raut wajah terkejut,

“Hah?  Apa maksud Anda, Kapt?”

Alih-alih menjawab, Barra justru melewati tubuh Marissa dan mengetuk pintu ruangan Ramses.  Lelaki gagah yang sialnya memiliki wajah sempurna itu mengabaikan tatapan Marissa.  Wanita itu pun hanya menarik napas dan menggelengkan kepala.

Selalu salah, batin wanita berusia 25 tahun itu.

Tiba-tiba ponsel Marissa berbunyi.  Tanda indicator pesan masuk pun menyala.  Segera dia membacanya, setelah itu dia terlihat menghubungi seseorang.

“Jemput aku sekarang,”  ujarnya pada sang penerima telepon.

Marissa mengambil sesuatu dalam laci yang terkunci di ruangan tersebut, kemudian memasukkan dalam tas pingganngnya.  Melihat jam tangan, seolah sedang memeriksa waktu yang berjalan, lalu wanita itu segera melangkah keluar dari sana.

Bersamaan dengan Barra yang juga baru saja keluar dari ruangan Ramses, lelaki itu berjalan hanya sekitar dua puluh langkah di belakang Marissa.

Marissa berjalan sangat cepat hingga tanpa sengaja menabrak seseorang.  Wanita itu segera meminta maaf pada orang tersebut, dan melanjutkan langkahnya.

“Hei!  Belagu sekali kamu jadi orang!  Jangan merasa paling jadi anak emas, seenaknya saja menabrak orang!”

“Ehhm!”

Sosok yang menggerutu itu pun membalikkan badannya.  Dan seketika matanya membulat hingga ternganga mulutnya melihat patung pahatan dewa yunani berdiri tepat di depannya.

"Anda Dewa Zeus?”  ucapnya berhalusinasi.  Barra mengeryitkan dahinya.

‘Ternyata semua wanita berseragam tetaplah wanita, tidak ada yang Tangguh!’  batin Barra meremehkan.

Tanpa ingin membuang waktunya, Barra berlalu begitu saja melewati wanita yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Hei!  Tunggu, aduh mengapa Anda pergi!  Tunggu!”  pekik wanita tersebut ketika Barra sudah jauh meninggalkannya.

“Mengapa dua orang itu sama sombongnya!  Apa semua yang dibanggakan oleh Panglima adalah orang-orang sombong,”  umpatnya sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya ke kantin.

Barra tiba di lobi utama bersamaan dengan Marissa masuk sebuah mobil hitam yang segera melaju ketika wanita itu menutup pintunya.

“Mobil siapa itu?”  tanya Barra pada prajurit yang berjaga di lobi utama.

“Mobil Serka Marissa,”  jawab salah satu penjaga.

Penjelasan itu membuta Barra semakin  penasaran, sehebat apa seorang sersan kepala mampu mempunyai mobil dengan tipe mahal.

“Seorang sersan kepala mampu membeli mobil itu?”  pertanyaan Barra langsung dijawab oleh tawa kedua petugas jaga berpangkat kopral dan sersan dua.

”Bagi seorang Marissa itu tidak ada yang mustahil, Kapt.  Anda jangan meremehkan dia, jika dia tidak suka dengan seseorang, maka bersiaplah seseorang itu akan dimutasi pindah ke daerah perbatasan.”

Barra tak menunggu lama, kedua petugas itu bercerita bergantian tentang masa lalu Marissa.  Entah apa yang membuat menarik dari cerita hidup seseorang hingga kaum lelaki pun turut mendongeng.

Barra terkejut ketika mengetahui jika Marissa adalah seorang yang pernah menikah dan suaminya sudah meninggal setahun yang lalu.

“Bahkan menurut infonya, dia sendiri yang menyebabkan suaminya terbunuh.  Jangan-jangan suaminya sudah membuat dia marah hingga disingkirkan juga.”

“Dan anehnya Ibu Mella sangat menyayangi dia. Banyak yang bilang Sersan Marissa menggunakan pellet,”  ucap penjaga itu menutup cerita.

Apa yang sudah diceritakan oleh kedua penjaga itu hanya satu yang menarik perhatian Barra.  Suami Marissa terbunuh setahun yang lalu, dan kini wanita itu menjadi bagian dari keluarga Ramses.

‘Pasti ada sesuatu yang telah terjadi hingga menarik perhatian Ramses.’

Tidak lama Danu datang menemui Barra.  Lelaki itu pun baru saja dimutasikan dan bergabung menjadi anak buah Ramses.  Meskipun berbeda unit kerja, namun dalam hal tertentu Barra dan Danu mendapat hak istimewa jika itu atas perintah Ramses.

“Ayo,” ajak Barra pada Danu.

Pertemuan dengan Ramses menjadi tanda aksi Barra sudah bisa dimulai, segalanya tetap dalam garis komando.  Operasi rahasia, saat ini Barra hanya mengajak juniornya terlebih dahulu.

Mereka mengendarai mobil dinas yang memang diperuntukkan bagi Barra.  Danu segera mengambil alih mengemudi.

“Kita kemana, Bang?”

“Pinggiran kota sebelah utara.”

Danu menoleh pada Barra, “Kemana Bang?  Bukannya di sana tidak ada pemukiman?”

Daerah pinggiran kot sebelah utara memangnlah merupakan rawa-rawa sepi, hanya saja memiliki jalan raya yang panjang dan rata.  Terkadang sering digunakan untuk arena balap liar.

“Misi kita bukan menjebak pemimpin geng motor kan?”  tanya Danu sambal terus melajukan mobil ke arah yang sudah disebutkan oleh seniornya.

“Tentu saja bukan, buat apa? Lihat saja nanti.”

Danu pun terdiam dan memfokuskan pandangan ke depan, hanya sesekali melihat ke kaca spion.  Tidak lama kemudian tampak dua sepeda motor dari arah belakang mobil mereka.

Salah satu dari sepeda motor tersebut mendahului mobil dinas Barra, sementara yang satu lagi terlihat membayangi di belakang.

Keduanya pengemudi itu mengenakan pakaian serba hitam, berjaket kulit hitam dengan helm senada pula.  Tidak ada yang bisa mengenali wajah pengemudi karena tertutup oleh helm, hanya dari gerakan tubuh yang menoleh ke arah dalam mobil dapat disimpulkan ada maksud tertentu.

“Jaga kecepatan seperti ini saja.  Tenang dan jangan terpengaruh,” ujar Barra pada Danu.

Anggukan kepala Danu cukup sebagai tanda mengerti.  Seharusnya dua pengendara motor tersebut dapat meninggalkan mobil yang berisikan Barra dan Danu, namun kenyataannya keduanya hanya membayangi.

Barra memeriksa GPS pada ponselnya.

“Dua ratus meter ada pom bensin.  Beloklah masuk ke sana.”

Danu mengikuti instruksi Barra, setelah melihat pom bensin, mobil dinas itupun berbelok masuk.

Pengemudi motor yang berada di belakang mobil pun mengikuti masuk dan mengambil antrian khusus sepeda motor.

“Bang, mereka ini bodoh atau bagaimana?  Terlihat jelas sekali kalau mengikuti kita.”

Danu memperhatikan pengendara motor yang sementara sedang mengisi bahan bakar.  Sedangkan mobil Barra dan Danu masih menunggu dua antrian mobil di depannya.

“Sepertinya tidak sesederhana itu,”  ujar Barra.

                    

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status