Napas Serena sedikit berat, kedua tangannya juga bergetar halus. Namun, Raven justru refleks menghindar ke belakang, seakan-akan takut dia melihat sesuatu. "Rena ....""Kamu terima teleponnya dulu." Serena tidak mau lagi melihatnya.Raven mengernyit, membelakangi Serena, lalu mengangkat panggilan.Dari seberang, terdengar suara si desainer. "Pak Raven, gaya dan model awal sudah aku pastikan. Aku kirim ke email-mu, silakan dicek apa ada yang kurang sesuai."Raven merendahkan suara. "Nanti aku hubungi lagi. Lain kali jangan sembarangan telepon, aku ingin kasih kejutan untuk istriku."Begitu menutup telepon dan berbalik, Raven baru sadar Serena sudah tidak ada di tempat.Yenny buru-buru menahan Raven agar tidak pergi. "Semalam Lumi masuk rumah sakit, 'kan? Cepat ikut aku beli bingkisan untuk menjenguknya. Kalau bukan demi nenekmu waktu itu, dia juga nggak akan sampai kena sakit jantung!"Raven mengedarkan pandangan, tetap tidak menemukan Serena. Akhirnya, dia hanya bisa pergi bersama Yenn
Orang yang berdiri di hadapan Serena saat ini adalah tantenya Raven, Yenny.Kalau Dylan, temannya Raven, masih bisa bersikap manis di depan dengan memanggilnya "Kakak Ipar" tetapi di belakang sama sekali tak menghargainya, Yenny justru berbeda. Dia sejak awal terang-terangan membenci dan memusuhi Serena.Sejak Serena menikah dengan Raven, tak pernah sekali pun dia melihat wajah ramah dari Yenny. Di belakang, Yenny bukan hanya sekali menyebutnya sebagai perempuan rendah yang merebut suami orang, naik ke atas dengan cara kotor karena hamil, hingga Raven terpaksa bertanggung jawab.Waktu itu Serena sering marah sekaligus merasa terhina. Bagaimanapun dia menjelaskan, tetap tak bisa membuat Yenny memperlakukannya dengan hormat. Namun, Yenny adalah satu-satunya keluarga Raven yang masih hidup sehingga Serena terpaksa menghormatinya.Saat itu, Serena tak mengerti mengapa Yenny selalu berbicara begitu menyakitkan. Kini, dia baru sadar, semua ucapan Yenny ternyata benar.Yang benar-benar memili
Lumi memegangi dadanya. Tubuh ringkihnya tampak seolah-olah akan jatuh kapan saja. Raven segera menopangnya, melihat bibirnya yang sudah kehilangan warna. Dengan suara berat, dia memerintahkan, "Suruh sopir siapkan mobil!""Nggak, aku nggak perlu ke rumah sakit." Suara Lumi bergetar, seakan-akan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Dia mengangkat pandangan ke lantai dua. Di sudut sana, tampak ujung pakaian seseorang yang terjulur keluar.Lumi pun menampilkan senyuman dingin yang nyaris tak terlihat, "Sebaiknya kamu pergi lihat Serena."Raven mengerutkan kening, ragu sejenak. Miles buru-buru berkata, "Mama nggak apa-apa. Mama cuma mual karena kurang makan, belakangan sering begitu. Tante Lumi, aku dan Papa antar kamu ke rumah sakit ya!"Mengingat dokter juga mengatakan Serena hanya panas dalam, Raven pun mengangguk ringan. "Aku antar kamu dulu ke rumah sakit."Ucapan ayah dan anak itu terdengar jelas sampai ke lantai dua. Rasa tidak nyaman di perut semakin kuat. Kali ini, Serena tidak
Bulu mata Serena bergetar. Tadi nada bicara Lumi begitu alami, seakan-akan sedang membahas soal anak bersama suaminya.Villa Enchanted adalah tempat dia dan Raven tinggal selama tujuh tahun, tetapi dari kata-kata Lumi, terdengar seperti rumah itu adalah miliknya.Sementara Miles, dia jelas-jelas tahu yang paling Serena khawatirkan adalah dirinya, tetapi malah memakai alasan sakit untuk menipunya pulang. Hati Serena seperti jatuh ke dasar jurang es.Raut wajah Raven menegang, suaranya tanpa sadar membawa kekhawatiran. "Rena, Lumi kerja di perusahaan hanya karena ....""Jangan salah paham ya, Serena. Aku di sini hanya menggantikan sementara sekretaris Raven. Dia ada urusan keluarga, jadi aku yang bantu Raven beberapa hari." Lumi segera menyambung, lalu berjalan mendekat, meraih tangan Serena dengan akrab. "Aku serius, jangan salah paham.""Memangnya aku bilang aku salah paham?" balas Serena, lalu dengan kasar menarik tangannya kembali.Ekspresi Lumi sedikit berubah, tetapi dia segera ter
Serena terjatuh di atas ranjang empuk. Belum sempat mendorong Raven, dia sudah masuk ke pelukan yang penuh aroma kayu cendana.Itu adalah parfum pria favoritnya. Dia pernah sekadar menyebutkan dan Raven telah memakainya selama tujuh tahun.Kalau dua hari lalu, sampai mati pun Serena tidak akan percaya bahwa pernikahannya hanyalah palsu, bahwa Raven sebenarnya tidak mencintainya. Namun, sekarang ...."Tenanglah sedikit." Suara Raven lembut, tangannya menggenggam erat tangan Serena.Telapak mereka saling menempel. Dia mendekat ke leher Serena, meninggalkan jejak-jejak ciuman.Sampai tangan Raven yang panas membakar menyentuh punggungnya, Serena gemetar. Seketika, dia tersadar, lalu mendorong Raven dengan keras.Dia duduk, menahan rasa sakit di hatinya. "Aku lagi nggak enak badan."Setelah itu, Serena bangkit dan keluar, membanting pintu dengan keras. Raven pun mengerutkan alis, menatap pintu yang tertutup rapat, dan termenung.....Serena masuk ke kamar sebelah. Saat melewati ruang tamu,
Serena yang berdiri di depan pintu menyahut, "Kamu akan tahu setelah melihatnya. Aku nggak ikut kamu pulang. Kamu pulang sendiri saja."Raven seperti tidak mendengar ucapan Serena. Dia meletakkan sepatu hak tinggi di depan Serena, lalu membujuk, "Sayang, Miles lagi tunggu kamu di rumah. Ikut aku pulang ya."Serena memalingkan wajahnya dan menanggapi, "Dia cuma menunggu alat yang bisa membantunya mengerjakan tugas. Kalau aku nggak membantunya mengerjakan tugas, malam ini orang yang dicarinya bukan aku. Cepat pergi, aku nggak akan pulang."Raven langsung berlutut dengan satu kaki di lantai dan menggenggam pergelangan kaki Serena. Celananya sedikit berkerut. Dia berucap, "Kami butuh kamu."Serena mentertawakan dirinya sendiri dan mengomentari, "Sepertinya kalian lebih membutuhkan Lumi. Hari ini semua masalah selesai begitu dia datang ke sekolah. Miles juga menuruti ucapannya."Tatapan Raven menjadi muram. Dia tertawa, lalu membalas, "Ternyata kamu cemburu karena masalah ini? Sehebat apa p