Share

Bab 6

Author: Lintang
Serena terjatuh di atas ranjang empuk. Belum sempat mendorong Raven, dia sudah masuk ke pelukan yang penuh aroma kayu cendana.

Itu adalah parfum pria favoritnya. Dia pernah sekadar menyebutkan dan Raven telah memakainya selama tujuh tahun.

Kalau dua hari lalu, sampai mati pun Serena tidak akan percaya bahwa pernikahannya hanyalah palsu, bahwa Raven sebenarnya tidak mencintainya. Namun, sekarang ....

"Tenanglah sedikit." Suara Raven lembut, tangannya menggenggam erat tangan Serena.

Telapak mereka saling menempel. Dia mendekat ke leher Serena, meninggalkan jejak-jejak ciuman.

Sampai tangan Raven yang panas membakar menyentuh punggungnya, Serena gemetar. Seketika, dia tersadar, lalu mendorong Raven dengan keras.

Dia duduk, menahan rasa sakit di hatinya. "Aku lagi nggak enak badan."

Setelah itu, Serena bangkit dan keluar, membanting pintu dengan keras. Raven pun mengerutkan alis, menatap pintu yang tertutup rapat, dan termenung.

....

Serena masuk ke kamar sebelah. Saat melewati ruang tamu, Miles memanggilnya, tetapi dia tidak menghiraukannya.

Serena meraih ponsel. Jemarinya bergetar, membuka status dan menggulir ke postingan terbaru.

Di sana, foto akta nikah menusuk matanya. Itu adalah foto yang dia unggah beberapa hari lalu, hari jadi pernikahannya yang ketujuh dengan Raven.

Serena masih ingat, hari pernikahan mereka adalah 9 September, hari yang sangat berarti. Waktu itu dia dan Raven buru-buru ke kantor catatan sipil untuk foto dan mendaftar, lalu langsung pergi mengadakan resepsi.

Setelahnya, Dylan yang menyerahkan akta nikah mereka, sambil mengucapkan banyak doa keberuntungan.

Bahkan di postingan itu, Dylan juga meninggalkan komentar dan like, mendoakan mereka langgeng sampai tua.

Saat itu, bukankah Lumi sudah kembali?

Melihat akta nikah itu, Dylan pasti mentertawakannya begitu bodoh, ditipu selama tujuh tahun tanpa menyadari apa-apa.

Mata Serena memerah. Dia berusaha keras menahan air mata. Ya sudahlah, anggap saja dia buta. Dia terima dirinya sudah ditipu selama tujuh tahun.

Mulai sekarang, dia akan menghilang, pergi menemani kakaknya untuk menikmati waktu terakhirnya. Dia akan merestui Raven dengan wanita itu.

Serena menyeret langkah berat, hendak tidur, tetapi tiba-tiba dokter meneleponnya. "Bu Serena, aku sudah melihat hasil pemeriksaan. Tumor otak Anda terlalu terlambat ditemukan, sebelumnya juga nggak ada pengobatan sama sekali. Jadi, kondisi Anda nggak memungkinkan untuk naik pesawat ataupun kapal."

Hati Serena mencelos. "Maksudnya gimana? Naik kapal pun nggak boleh?"

"Nggak boleh. Pertama, Anda bahkan belum menjalani pengobatan konservatif apa pun, tubuh Anda nggak kuat. Kedua, rute keluar negeri Anda akan melewati daerah dengan ketinggian tertentu, itu bisa memicu gejala tumor otak Anda."

Nada dokter tegas, tak bisa dibantah.

Serena menggenggam erat ponsel, bertanya dengan kecewa, "Kalau aku nggak bisa naik pesawat atau kapal, apa ada cara lain untuk pergi?"

Dokter terdiam sejenak. "Harus pergi ya?"

Serena menggigit bibirnya. Orang yang benar-benar dicintai Raven sudah kembali, untuk apa dia bertahan? Menunggu diusir dari Keluarga Gunawan, lalu ditinggalkan suami dan anak?

Suaranya lembut tetapi tegas. "Aku harus pergi. Tolong, apa pun caranya bantu aku. Uang bukan masalah."

Dokter menghela napas dengan pasrah. "Kalau begitu, aku buatkan rencana perawatan sepuluh hari. Kalau setelah satu siklus kondisi membaik, Anda bisa pergi, bahkan mungkin bisa langsung naik pesawat."

Sepuluh hari .... Raut wajah Serena suram. Dia tidak ingin tinggal selama itu. Dalam sepuluh hari, siapa tahu apa yang akan terjadi.

Namun, karena dokter sudah berkata demikian, Serena hanya bisa menurut.

....

Keesokan harinya saat Serena keluar, aroma sarapan yang harum menguar di ruang tamu.

Raven menepis tangan Miles, menegur, "Mamamu belum bangun. Tunggu sampai dia keluar, baru kita makan."

Miles mengusap tangannya, cemberut, lalu duduk.

Serena menggenggam erat gagang pintu, tak menyangka mereka masih di sana. "Kalian bisa pulang nggak?"

Raven tertegun sejenak, lalu segera menghampirinya dan membujuk dengan lembut, "Aku tahu kemarin Miles berlebihan, memang seharusnya diberi pelajaran. Tapi belakangan ini kamu terlihat sangat lelah dan seperti orang sakit. Aku nggak tenang membiarkanmu sendiri."

Serena termangu, tak menyangka Raven pun ingin ikut. Dia memalingkan wajah, menunduk. "Kalau kamu nggak setuju, aku tidak akan pulang lagi."

"Kamu ...." Raven menahan kelembutan di matanya, tak mengerti kenapa Serena kali ini begitu keras sampai harus melawan anak sendiri.

Serena meraih mantel, beralasan mau jogging. "Nanti tolong bereskan sisa makanan dan sampah."

Miles terus menatapnya, menyadari dari awal sampai akhir, ibunya tidak pernah memberi tatapan padanya. Hatinya terasa sesak. "Mama!"

Serena tak menggubris, langsung menutup pintu dengan keras. Ayah dan anak saling memandang.

Ekspresi Raven menjadi dingin. Dia menegur, "Kamu cuma boleh makan telur dan susu. Setelah itu, pergi ke sekolah. Kalau malam ini kamu nggak bisa membuat mamamu pulang, kamu nggak boleh pulang!"

Miles tak berani bersuara dan nyaris menangis. Dia hanya bisa mengangguk dengan patuh.

Pembantu di samping pun membereskan tas Miles, lalu mengantarnya ke sekolah. Raven juga pergi ke kantor.

Serena berkeliling di luar selama dua jam. Saat dia kembali, benar saja, mereka sudah pergi. Dia segera meminta resepsionis mengganti kamar di lantai atas, lalu pergi ke rumah sakit membicarakan rencana perawatan dengan dokter.

Menjelang sore, sekitar pukul 5 atau 6, saat hendak kembali ke hotel, Serena mendapat telepon dari kepala pelayan. "Nyonya lagi di mana? Tolong segera pulang ya! Tuan Miles sakit, aku nggak bisa menghubungi Tuan Raven!"

Tatapan Serena sedikit berubah. Dia lantas menolak. "Panggil saja dokter keluarga, aku nggak bisa mengobati orang sakit."

"Tapi ... tapi Tuan Miles sampai pingsan! Dia terus berkeringat dingin dan berulang kali memanggil Nyonya!"

Begitu mendengar itu, langkah Serena langsung terhenti. Dia menarik napas panjang. "Kamu yakin dia memanggilku? Bukan orang lain?"

Kepala pelayan tertegun, entah kenapa merasa gugup. Dia buru-buru melirik Miles yang sedang mengawasinya berakting, tiba-tiba menjadi bingung.

"Nyonya, mana mungkin? Nyonya 'kan mamanya. Kalau bukan memanggil Nyonya, lalu ...." Belum selesai berbicara, telepon sudah ditutup.

Miles menatap tak percaya. "Mama nggak mau pulang?"

Kepala pelayan mengangguk dengan pasrah.

Wajah Miles memerah karena kesal. Dia mengepalkan tangan. "Mama berubah! Kenapa Mama sama sekali nggak khawatir padaku? Hanya karena aku bilang beberapa kata yang nggak enak didengar di sekolah? Picik sekali!"

Kepala pelayan buru-buru melambaikan tangan. "Jangan bicara begitu, Tuan! Kalau Tuan Raven sampai tahu, beliau akan marah lagi."

Miles tetap kesal. Dia duduk di kursi sambil mendengus, lalu mengambil ponsel.

"Kalau Mama nggak pulang, aku akan telepon Tante Lumi. Biar Tante yang menemaniku mengerjakan PR. Aku 'kan nggak harus selalu butuh Mama!"

Saat itu juga, Serena sudah tiba di depan gedung Grup Gunawan. Dia menemui Raven, menyerahkan surat pengunduran diri.

Jari Raven berhenti di sudut kanan bawah, di mana nama "Serena" tertulis dengan indah. Dia mengangkat kepala, bingung. "Di perusahaan ini, jabatanmu hanya jabatan kosong. Kenapa tiba-tiba mau resign?"

Kuku Serena sampai menancap ke telapak tangannya. Baru saja hendak mencari alasan, Raven tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arahnya.

Serena kaget, mundur selangkah. Bersamaan dengan itu, terdengar suara ketukan sepatu hak tinggi dari luar kantor.

"Raven, tadi Miles meneleponku. Katanya sendirian di rumah nggak ada yang menemani, jadi aku pulang dulu ya ...." Lumi mendadak mendorong pintu. Saat melihat Serena, dia tertegun.

Saat ini, wajah Serena pucat pasi. Dia pun bisa melihat di mata Raven yang biasanya selalu tenang, kini ada setitik rasa bersalah dan gugup.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 10

    Napas Serena sedikit berat, kedua tangannya juga bergetar halus. Namun, Raven justru refleks menghindar ke belakang, seakan-akan takut dia melihat sesuatu. "Rena ....""Kamu terima teleponnya dulu." Serena tidak mau lagi melihatnya.Raven mengernyit, membelakangi Serena, lalu mengangkat panggilan.Dari seberang, terdengar suara si desainer. "Pak Raven, gaya dan model awal sudah aku pastikan. Aku kirim ke email-mu, silakan dicek apa ada yang kurang sesuai."Raven merendahkan suara. "Nanti aku hubungi lagi. Lain kali jangan sembarangan telepon, aku ingin kasih kejutan untuk istriku."Begitu menutup telepon dan berbalik, Raven baru sadar Serena sudah tidak ada di tempat.Yenny buru-buru menahan Raven agar tidak pergi. "Semalam Lumi masuk rumah sakit, 'kan? Cepat ikut aku beli bingkisan untuk menjenguknya. Kalau bukan demi nenekmu waktu itu, dia juga nggak akan sampai kena sakit jantung!"Raven mengedarkan pandangan, tetap tidak menemukan Serena. Akhirnya, dia hanya bisa pergi bersama Yenn

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 9

    Orang yang berdiri di hadapan Serena saat ini adalah tantenya Raven, Yenny.Kalau Dylan, temannya Raven, masih bisa bersikap manis di depan dengan memanggilnya "Kakak Ipar" tetapi di belakang sama sekali tak menghargainya, Yenny justru berbeda. Dia sejak awal terang-terangan membenci dan memusuhi Serena.Sejak Serena menikah dengan Raven, tak pernah sekali pun dia melihat wajah ramah dari Yenny. Di belakang, Yenny bukan hanya sekali menyebutnya sebagai perempuan rendah yang merebut suami orang, naik ke atas dengan cara kotor karena hamil, hingga Raven terpaksa bertanggung jawab.Waktu itu Serena sering marah sekaligus merasa terhina. Bagaimanapun dia menjelaskan, tetap tak bisa membuat Yenny memperlakukannya dengan hormat. Namun, Yenny adalah satu-satunya keluarga Raven yang masih hidup sehingga Serena terpaksa menghormatinya.Saat itu, Serena tak mengerti mengapa Yenny selalu berbicara begitu menyakitkan. Kini, dia baru sadar, semua ucapan Yenny ternyata benar.Yang benar-benar memili

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 8

    Lumi memegangi dadanya. Tubuh ringkihnya tampak seolah-olah akan jatuh kapan saja. Raven segera menopangnya, melihat bibirnya yang sudah kehilangan warna. Dengan suara berat, dia memerintahkan, "Suruh sopir siapkan mobil!""Nggak, aku nggak perlu ke rumah sakit." Suara Lumi bergetar, seakan-akan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Dia mengangkat pandangan ke lantai dua. Di sudut sana, tampak ujung pakaian seseorang yang terjulur keluar.Lumi pun menampilkan senyuman dingin yang nyaris tak terlihat, "Sebaiknya kamu pergi lihat Serena."Raven mengerutkan kening, ragu sejenak. Miles buru-buru berkata, "Mama nggak apa-apa. Mama cuma mual karena kurang makan, belakangan sering begitu. Tante Lumi, aku dan Papa antar kamu ke rumah sakit ya!"Mengingat dokter juga mengatakan Serena hanya panas dalam, Raven pun mengangguk ringan. "Aku antar kamu dulu ke rumah sakit."Ucapan ayah dan anak itu terdengar jelas sampai ke lantai dua. Rasa tidak nyaman di perut semakin kuat. Kali ini, Serena tidak

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 7

    Bulu mata Serena bergetar. Tadi nada bicara Lumi begitu alami, seakan-akan sedang membahas soal anak bersama suaminya.Villa Enchanted adalah tempat dia dan Raven tinggal selama tujuh tahun, tetapi dari kata-kata Lumi, terdengar seperti rumah itu adalah miliknya.Sementara Miles, dia jelas-jelas tahu yang paling Serena khawatirkan adalah dirinya, tetapi malah memakai alasan sakit untuk menipunya pulang. Hati Serena seperti jatuh ke dasar jurang es.Raut wajah Raven menegang, suaranya tanpa sadar membawa kekhawatiran. "Rena, Lumi kerja di perusahaan hanya karena ....""Jangan salah paham ya, Serena. Aku di sini hanya menggantikan sementara sekretaris Raven. Dia ada urusan keluarga, jadi aku yang bantu Raven beberapa hari." Lumi segera menyambung, lalu berjalan mendekat, meraih tangan Serena dengan akrab. "Aku serius, jangan salah paham.""Memangnya aku bilang aku salah paham?" balas Serena, lalu dengan kasar menarik tangannya kembali.Ekspresi Lumi sedikit berubah, tetapi dia segera ter

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 6

    Serena terjatuh di atas ranjang empuk. Belum sempat mendorong Raven, dia sudah masuk ke pelukan yang penuh aroma kayu cendana.Itu adalah parfum pria favoritnya. Dia pernah sekadar menyebutkan dan Raven telah memakainya selama tujuh tahun.Kalau dua hari lalu, sampai mati pun Serena tidak akan percaya bahwa pernikahannya hanyalah palsu, bahwa Raven sebenarnya tidak mencintainya. Namun, sekarang ...."Tenanglah sedikit." Suara Raven lembut, tangannya menggenggam erat tangan Serena.Telapak mereka saling menempel. Dia mendekat ke leher Serena, meninggalkan jejak-jejak ciuman.Sampai tangan Raven yang panas membakar menyentuh punggungnya, Serena gemetar. Seketika, dia tersadar, lalu mendorong Raven dengan keras.Dia duduk, menahan rasa sakit di hatinya. "Aku lagi nggak enak badan."Setelah itu, Serena bangkit dan keluar, membanting pintu dengan keras. Raven pun mengerutkan alis, menatap pintu yang tertutup rapat, dan termenung.....Serena masuk ke kamar sebelah. Saat melewati ruang tamu,

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 5

    Serena yang berdiri di depan pintu menyahut, "Kamu akan tahu setelah melihatnya. Aku nggak ikut kamu pulang. Kamu pulang sendiri saja."Raven seperti tidak mendengar ucapan Serena. Dia meletakkan sepatu hak tinggi di depan Serena, lalu membujuk, "Sayang, Miles lagi tunggu kamu di rumah. Ikut aku pulang ya."Serena memalingkan wajahnya dan menanggapi, "Dia cuma menunggu alat yang bisa membantunya mengerjakan tugas. Kalau aku nggak membantunya mengerjakan tugas, malam ini orang yang dicarinya bukan aku. Cepat pergi, aku nggak akan pulang."Raven langsung berlutut dengan satu kaki di lantai dan menggenggam pergelangan kaki Serena. Celananya sedikit berkerut. Dia berucap, "Kami butuh kamu."Serena mentertawakan dirinya sendiri dan mengomentari, "Sepertinya kalian lebih membutuhkan Lumi. Hari ini semua masalah selesai begitu dia datang ke sekolah. Miles juga menuruti ucapannya."Tatapan Raven menjadi muram. Dia tertawa, lalu membalas, "Ternyata kamu cemburu karena masalah ini? Sehebat apa p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status