Share

Bab 10

Author: Lintang
Napas Serena sedikit berat, kedua tangannya juga bergetar halus. Namun, Raven justru refleks menghindar ke belakang, seakan-akan takut dia melihat sesuatu. "Rena ...."

"Kamu terima teleponnya dulu." Serena tidak mau lagi melihatnya.

Raven mengernyit, membelakangi Serena, lalu mengangkat panggilan.

Dari seberang, terdengar suara si desainer. "Pak Raven, gaya dan model awal sudah aku pastikan. Aku kirim ke email-mu, silakan dicek apa ada yang kurang sesuai."

Raven merendahkan suara. "Nanti aku hubungi lagi. Lain kali jangan sembarangan telepon, aku ingin kasih kejutan untuk istriku."

Begitu menutup telepon dan berbalik, Raven baru sadar Serena sudah tidak ada di tempat.

Yenny buru-buru menahan Raven agar tidak pergi. "Semalam Lumi masuk rumah sakit, 'kan? Cepat ikut aku beli bingkisan untuk menjenguknya. Kalau bukan demi nenekmu waktu itu, dia juga nggak akan sampai kena sakit jantung!"

Raven mengedarkan pandangan, tetap tidak menemukan Serena. Akhirnya, dia hanya bisa pergi bersama Yenny.

Di toko hadiah di samping, Serena terus memperhatikan mereka berdua. Setelah keduanya pergi, barulah dia keluar. Dengan tenang, dia menenteng hadiah, lalu membawanya ke rumah sakit untuk diberikan kepada dokter.

Saat keluar, Serena melewati lantai rawat inap dan kebetulan melihat Yenny keluar dari salah satu kamar pasien. Jelas sekali itu kamar Lumi.

Ujung jari Serena menegang. Saat lewat, dia tak tahan untuk melirik ke dalam. Sekilas, dia langsung tertegun.

Lumi sedang bersandar di bahu Raven, wajahnya tampak lemah, tangannya menekan dada seperti sedang menahan perasaan sedih. Raven membelakangi pintu, tak terlihat jelas ekspresinya. Namun, tubuhnya yang tidak bergerak itu sudah cukup menunjukkan betapa penuh kasih sayangnya.

Seketika, hati Serena terasa membeku. Dia segera mempercepat langkah, tak mau lagi melihat. Baru saja masuk lift, dia malah berpapasan dengan Yenny.

Yenny menyilangkan tangan di dada, tersenyum mengejek. "Mereka baru pasangan yang benar-benar ditakdirkan, paham?"

Tanpa ekspresi, Serena menekan tombol lift, tak menjawab. Apakah mereka pasangan serasi atau tidak, sudah bukan urusannya lagi. Lagi pula, sepuluh hari lagi dia akan benar-benar pergi.

Saat kembali, Serena meminta sopir mengubah arah menuju kantor. Jika Raven tidak ada, biasanya sekretarisnya yang mengurus hal-hal kecil yang tidak perlu Raven urus sendiri. Sekarang sekretarisnya tidak ada, jadi yang masih bisa memutuskan soal urusan personalia hanyalah pemegang saham, yaitu Zohair.

Serena langsung menemuinya, menyampaikan bahwa dia ingin mengundurkan diri. Zohair tentu saja sangat terkejut.

Dia tersenyum. "Kamu bertengkar dengan Raven ya? Kenapa tiba-tiba mau mundur dari posisi di perusahaan? Toh hanya jabatan kosong, nggak benar-benar bekerja. Keluar atau nggak juga nggak ada bedanya."

Semua orang bereaksi sama, semua orang berkata begitu.

"Aku nggak mau terlalu banyak terikat dengan perusahaan. Belakangan ini ada gosip di luar, aku nggak mau ada kesalahpahaman. Lebih baik lepas saja jabatan kosong ini dan mengurus keluarga dengan tenang di rumah."

Serena berbohong dengan ekspresi datar. Dia hanya ingin benar-benar memutus segala kaitan dengan Raven.

Zohair tidak curiga, langsung menempelkan stempel dewan direksi pada surat pengunduran diri. "Baiklah, kamu bawa ini ke departemen personalia. Tapi, kenapa buru-buru sekali? Raven sudah diberi tahu?"

Serena menggumam pelan, lalu meneruskan, "Nanti kalau dia ke kantor dan melihat surat itu, dia akan tahu. Belakangan ini dia sibuk, aku nggak mau ganggu karena hal kecil ini. Terima kasih, Pak."

Selesai berkata, dia pun langsung menyerahkan berkas ke departemen personalia.

Setelah diam-diam menyelesaikan urusan itu, Serena baru bisa bernapas lega. Saat keluar dari perusahaan, hari sudah gelap.

Lampu-lampu kota memantul di wajah setiap orang, semua tampak terburu-buru, masing-masing punya tempat untuk pulang. Hanya Serena yang tidak punya.

Dia seperti akar tumbuhan air yang terlepas, tanpa tujuan. Perusahaan keluarga dan kerabatnya semua ada di luar negeri. Kalau bukan karena Raven, dulu dia tidak akan nekat kembali ke sini, meninggalkan karier, dan rela menjadi ibu rumah tangga.

Namun, hasilnya? Dia memberikan segalanya, pada akhirnya hanya berakhir dengan ditinggalkan begitu saja.

Semua orang di sekitarnya menganggapnya lelucon, semua tahu bahwa dia dan Raven sebenarnya tidak pernah benar-benar menikah. Mereka mempermainkannya seperti badut.

Serena diam, melangkah tanpa arah di jalan, hingga tiba-tiba menerima telepon. Melihat nama Dylan, Serena sontak menggenggam erat ponselnya. Dia teringat ucapan yang dilontarkan Dylan di kantor waktu itu. Ekspresi menghina itu seperti duri yang menusuk hati Serena.

Tanpa ragu, dia menolak panggilan. Namun, telepon kembali masuk tanpa henti, seolah-olah kalau tidak diangkat, Dylan tidak akan berhenti.

Serena menarik napas panjang, menekan rasa kesal di dadanya, lalu mengangkat. Terdengar suara Dylan yang santai dari seberang. "Kak, lagi ngapain? Cepat datang ke bar, kita lagi minum. Raven sepertinya mabuk, nggak ada yang bisa antar pulang."

Dulu, Serena menganggap Dylan sebagai teman terbaiknya di sini. Karena Dylan adalah sahabat dekat Raven, sikapnya selalu hangat, membuat Serena merasa seperti ada keluarga di sini. Kini, Serena merasa menjadikannya teman tulus adalah hal yang menjijikkan.

Suaranya dingin, penuh jarak. "Carikan saja sopir pengganti. Aku lagi nggak bisa jemput dia."

Dylan jelas terkejut, tak menyangka Serena akan menjawab begitu. Kemudian, dia tertawa. "Tapi kami cuma bisa merepotkanmu sekarang. Di sini nggak ada sopir pengganti. Lebih baik kamu cepat datang. Kalau nggak, Raven nggak bisa pulang. Kamu dan Miles pasti akan khawatir, 'kan?"

Belum sempat Serena menolak, Dylan langsung menutup telepon, jelas ingin memaksanya datang.

Awalnya Serena tidak ingin peduli, tetapi tiba-tiba teringat soal Dylan dan pacarnya yang sempat bertengkar sampai hampir putus. Malam itu, mereka berdua datang meminta Raven dan dirinya menjadi penengah. Saat bertengkar, kalung pacar Dylan terjatuh di rumah dan Serena yang menemukannya.

Barang-barang yang dibawa Serena hanya pakaiannya. Kalung itu ditinggalkan di rumah. Raven tidak mungkin terpikir untuk mengembalikannya. Jadi, Serena kembali ke rumah, mengambil kalung itu untuk diberikan kepada Dylan agar diserahkan ke pacarnya.

Begitu sampai di rumah, Miles langsung meletakkan game-nya dan berlari ke arah Serena. "Mama!"

Serena berpura-pura tidak mendengar, berjalan cepat melewatinya seperti angin.

Miles tertegun, lalu buru-buru mengejarnya sampai pintu. Dia menatap punggung Serena yang enggan menoleh, lalu berteriak dengan kesal, "Mama, aku makin benci sama Mama! Aku lebih suka Tante Lumi!"

Langkah kaki Serena berhenti sejenak, lalu dia tetap berjalan maju.

"Kalau Tante Lumi jadi mamaku, aku nggak akan peduli sama Mama lagi! Mama jahat banget!"

Serena mendadak berhenti, menarik napas dalam-dalam, lalu akhirnya berbalik. Dia menatap Miles dengan dingin.

Mata Miles langsung berbinar, bahkan tampak sedikit bangga. Biasanya kalau dia bilang tidak suka atau benci, ibunya pasti panik dan sedih, lalu berusaha menenangkannya dengan penuh penjelasan. Dia percaya kali ini juga akan sama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 10

    Napas Serena sedikit berat, kedua tangannya juga bergetar halus. Namun, Raven justru refleks menghindar ke belakang, seakan-akan takut dia melihat sesuatu. "Rena ....""Kamu terima teleponnya dulu." Serena tidak mau lagi melihatnya.Raven mengernyit, membelakangi Serena, lalu mengangkat panggilan.Dari seberang, terdengar suara si desainer. "Pak Raven, gaya dan model awal sudah aku pastikan. Aku kirim ke email-mu, silakan dicek apa ada yang kurang sesuai."Raven merendahkan suara. "Nanti aku hubungi lagi. Lain kali jangan sembarangan telepon, aku ingin kasih kejutan untuk istriku."Begitu menutup telepon dan berbalik, Raven baru sadar Serena sudah tidak ada di tempat.Yenny buru-buru menahan Raven agar tidak pergi. "Semalam Lumi masuk rumah sakit, 'kan? Cepat ikut aku beli bingkisan untuk menjenguknya. Kalau bukan demi nenekmu waktu itu, dia juga nggak akan sampai kena sakit jantung!"Raven mengedarkan pandangan, tetap tidak menemukan Serena. Akhirnya, dia hanya bisa pergi bersama Yenn

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 9

    Orang yang berdiri di hadapan Serena saat ini adalah tantenya Raven, Yenny.Kalau Dylan, temannya Raven, masih bisa bersikap manis di depan dengan memanggilnya "Kakak Ipar" tetapi di belakang sama sekali tak menghargainya, Yenny justru berbeda. Dia sejak awal terang-terangan membenci dan memusuhi Serena.Sejak Serena menikah dengan Raven, tak pernah sekali pun dia melihat wajah ramah dari Yenny. Di belakang, Yenny bukan hanya sekali menyebutnya sebagai perempuan rendah yang merebut suami orang, naik ke atas dengan cara kotor karena hamil, hingga Raven terpaksa bertanggung jawab.Waktu itu Serena sering marah sekaligus merasa terhina. Bagaimanapun dia menjelaskan, tetap tak bisa membuat Yenny memperlakukannya dengan hormat. Namun, Yenny adalah satu-satunya keluarga Raven yang masih hidup sehingga Serena terpaksa menghormatinya.Saat itu, Serena tak mengerti mengapa Yenny selalu berbicara begitu menyakitkan. Kini, dia baru sadar, semua ucapan Yenny ternyata benar.Yang benar-benar memili

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 8

    Lumi memegangi dadanya. Tubuh ringkihnya tampak seolah-olah akan jatuh kapan saja. Raven segera menopangnya, melihat bibirnya yang sudah kehilangan warna. Dengan suara berat, dia memerintahkan, "Suruh sopir siapkan mobil!""Nggak, aku nggak perlu ke rumah sakit." Suara Lumi bergetar, seakan-akan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Dia mengangkat pandangan ke lantai dua. Di sudut sana, tampak ujung pakaian seseorang yang terjulur keluar.Lumi pun menampilkan senyuman dingin yang nyaris tak terlihat, "Sebaiknya kamu pergi lihat Serena."Raven mengerutkan kening, ragu sejenak. Miles buru-buru berkata, "Mama nggak apa-apa. Mama cuma mual karena kurang makan, belakangan sering begitu. Tante Lumi, aku dan Papa antar kamu ke rumah sakit ya!"Mengingat dokter juga mengatakan Serena hanya panas dalam, Raven pun mengangguk ringan. "Aku antar kamu dulu ke rumah sakit."Ucapan ayah dan anak itu terdengar jelas sampai ke lantai dua. Rasa tidak nyaman di perut semakin kuat. Kali ini, Serena tidak

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 7

    Bulu mata Serena bergetar. Tadi nada bicara Lumi begitu alami, seakan-akan sedang membahas soal anak bersama suaminya.Villa Enchanted adalah tempat dia dan Raven tinggal selama tujuh tahun, tetapi dari kata-kata Lumi, terdengar seperti rumah itu adalah miliknya.Sementara Miles, dia jelas-jelas tahu yang paling Serena khawatirkan adalah dirinya, tetapi malah memakai alasan sakit untuk menipunya pulang. Hati Serena seperti jatuh ke dasar jurang es.Raut wajah Raven menegang, suaranya tanpa sadar membawa kekhawatiran. "Rena, Lumi kerja di perusahaan hanya karena ....""Jangan salah paham ya, Serena. Aku di sini hanya menggantikan sementara sekretaris Raven. Dia ada urusan keluarga, jadi aku yang bantu Raven beberapa hari." Lumi segera menyambung, lalu berjalan mendekat, meraih tangan Serena dengan akrab. "Aku serius, jangan salah paham.""Memangnya aku bilang aku salah paham?" balas Serena, lalu dengan kasar menarik tangannya kembali.Ekspresi Lumi sedikit berubah, tetapi dia segera ter

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 6

    Serena terjatuh di atas ranjang empuk. Belum sempat mendorong Raven, dia sudah masuk ke pelukan yang penuh aroma kayu cendana.Itu adalah parfum pria favoritnya. Dia pernah sekadar menyebutkan dan Raven telah memakainya selama tujuh tahun.Kalau dua hari lalu, sampai mati pun Serena tidak akan percaya bahwa pernikahannya hanyalah palsu, bahwa Raven sebenarnya tidak mencintainya. Namun, sekarang ...."Tenanglah sedikit." Suara Raven lembut, tangannya menggenggam erat tangan Serena.Telapak mereka saling menempel. Dia mendekat ke leher Serena, meninggalkan jejak-jejak ciuman.Sampai tangan Raven yang panas membakar menyentuh punggungnya, Serena gemetar. Seketika, dia tersadar, lalu mendorong Raven dengan keras.Dia duduk, menahan rasa sakit di hatinya. "Aku lagi nggak enak badan."Setelah itu, Serena bangkit dan keluar, membanting pintu dengan keras. Raven pun mengerutkan alis, menatap pintu yang tertutup rapat, dan termenung.....Serena masuk ke kamar sebelah. Saat melewati ruang tamu,

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 5

    Serena yang berdiri di depan pintu menyahut, "Kamu akan tahu setelah melihatnya. Aku nggak ikut kamu pulang. Kamu pulang sendiri saja."Raven seperti tidak mendengar ucapan Serena. Dia meletakkan sepatu hak tinggi di depan Serena, lalu membujuk, "Sayang, Miles lagi tunggu kamu di rumah. Ikut aku pulang ya."Serena memalingkan wajahnya dan menanggapi, "Dia cuma menunggu alat yang bisa membantunya mengerjakan tugas. Kalau aku nggak membantunya mengerjakan tugas, malam ini orang yang dicarinya bukan aku. Cepat pergi, aku nggak akan pulang."Raven langsung berlutut dengan satu kaki di lantai dan menggenggam pergelangan kaki Serena. Celananya sedikit berkerut. Dia berucap, "Kami butuh kamu."Serena mentertawakan dirinya sendiri dan mengomentari, "Sepertinya kalian lebih membutuhkan Lumi. Hari ini semua masalah selesai begitu dia datang ke sekolah. Miles juga menuruti ucapannya."Tatapan Raven menjadi muram. Dia tertawa, lalu membalas, "Ternyata kamu cemburu karena masalah ini? Sehebat apa p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status