Share

Bab 8

Author: Lintang
Lumi memegangi dadanya. Tubuh ringkihnya tampak seolah-olah akan jatuh kapan saja. Raven segera menopangnya, melihat bibirnya yang sudah kehilangan warna. Dengan suara berat, dia memerintahkan, "Suruh sopir siapkan mobil!"

"Nggak, aku nggak perlu ke rumah sakit." Suara Lumi bergetar, seakan-akan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Dia mengangkat pandangan ke lantai dua. Di sudut sana, tampak ujung pakaian seseorang yang terjulur keluar.

Lumi pun menampilkan senyuman dingin yang nyaris tak terlihat, "Sebaiknya kamu pergi lihat Serena."

Raven mengerutkan kening, ragu sejenak. Miles buru-buru berkata, "Mama nggak apa-apa. Mama cuma mual karena kurang makan, belakangan sering begitu. Tante Lumi, aku dan Papa antar kamu ke rumah sakit ya!"

Mengingat dokter juga mengatakan Serena hanya panas dalam, Raven pun mengangguk ringan. "Aku antar kamu dulu ke rumah sakit."

Ucapan ayah dan anak itu terdengar jelas sampai ke lantai dua. Rasa tidak nyaman di perut semakin kuat. Kali ini, Serena tidak lagi masuk ke kamar mandi untuk muntah. Dia hanya menatap mobil yang semakin menjauh. Rasa sakit di hatinya jauh lebih menyiksa daripada rasa sakit fisik.

Seorang pembantu yang melihat wajah pucat Serena pun menatapnya dengan iba. "Nyonya, tenang saja. Tuan tetap milik Nyonya, nggak ada yang bisa merebutnya."

Serena tersenyum samar, menoleh ke arahnya. "Kamu juga sadar, sebentar lagi dia bukan milikku lagi?"

Saat Raven sepenuh hati memikirkan keselamatan cinta pertamanya, mungkin dia tidak pernah menyangka, bahwa hari-hari Serena sudah tak banyak tersisa. Ya, untuk apa memedulikan orang yang sudah mau mati?

Serena akan menyerahkan posisi Nyonya Gunawan, bahkan peran sebagai ibu Miles, kepada Lumi. Lagi pula, Miles juga hanya memikirkan Tante Lumi-nya.

Serena menyeret langkah lemahnya menuruni tangga. Kepala pelayan kembali setelah menutup pintu. Melihat Serena hendak keluar, dia buru-buru berkata, "Nyonya, tadi Tuan minta Nyonya tunggu di sini. Katanya ingin bicara dengan Nyonya setelah pulang."

"Suruh dia bicara lewat telepon saja." Usai melontarkan itu, Serena pergi tanpa menoleh.

....

Di rumah sakit, Lumi selesai diperiksa, lalu beristirahat di ranjang. Setelah dokter mengatakan tidak ada masalah besar, barulah Raven merasa lebih tenang.

Dia melirik jam di pergelangan tangannya. "Kamu istirahat baik-baik, aku ...."

Lumi seakan-akan tak melihat ketidaksabaran Raven. Dia tersenyum getir sambil menyela, "Maaf ya sudah merepotkanmu. Hari ini sepertinya aku membuat hubunganmu dengan Serena jadi buruk lagi ya?"

Raven melirik sekilas Miles yang tertidur di sampingnya, lalu menurunkan suara. "Nggak, kamu istirahat saja. Kalau Serena, nanti akan kujelaskan padanya."

"Nggak usah. Selama aku pergi, kalian berdua akan baik-baik saja. Semua ini salahku, jadinya kalian sampai sekarang belum bisa ambil akta."

Lumi menunduk, matanya memerah.

Raven terdiam. Mendengar dia menyebut hal itu, pikirannya langsung kembali ke tujuh tahun lalu. Paksaan nenek, kepergian mendadak Lumi, dia pun tidak bisa mengurus perceraian seorang diri ....

Raven berkata dengan nada datar, "Semuanya sudah berlalu, kamu nggak perlu menyalahkan diri. Waktu kamu pergi tanpa pamit dulu, aku juga nggak pernah menyalahkanmu."

"Tapi aku menyalahkan diriku!" Suara Lumi tiba-tiba bergetar. "Aku tahu, waktu itu kamu sering dipaksa Nenek untuk menikahiku. Setelah aku menyelamatkan nyawanya, Nenek jadi ingin kita menikah. Dia bilang aku baik hati, jadi merasa tenang kalau aku bersamamu."

Lumi menghela napas, tanpa sadar terisak. "Ini salahku yang nggak berguna. Saat menyelamatkan Nenek, aku terlalu takut sampai terkena penyakit jantung. Aku juga terlalu pengecut. Setelah nikah, aku nggak mau jadi bebanmu. Aku takut kamu menolakku, jadi aku diam-diam pergi ke luar negeri untuk berobat ...."

Mendengar Lumi menyebut soal menyelamatkan neneknya, ekspresi Raven semakin lembut. "Aku benar-benar nggak menyalahkanmu, jangan terbebani. Yang penting sekarang kondisimu stabil, itu yang paling ingin kulihat. Bagaimanapun, kamu adalah penyelamat Keluarga Gunawan."

Lumi menatapnya, sorot matanya penuh harapan. "Selain sebagai penyelamatmu, aku juga ...."

"Oh ya, kita sempatkan waktu untuk urus perceraian nanti. Selama ini aku nggak bisa menemukanmu. Karena sekarang kamu sudah kembali, aku juga harus jujur pada Serena dan ambil akta ulang dengannya."

Nada Raven membawa jarak yang samar. Lumi mendadak tak bisa berkata apa-apa, bahkan kedua tangannya di bawah selimut mengepal erat. Dengan mata memerah, dia memaksakan senyuman.

"Tentu saja, sudah seharusnya kamu memilih wanita yang kamu cintai dan membangun keluarga dengannya. Aku memang harus menyerahkan posisiku."

"Ya." Raven bangkit. "Kamu istirahatlah, aku bawa Miles pulang dulu."

Lumi menggigit bibirnya. "Baik."

Setelah ayah dan anak itu pergi, ekspresi Lumi seketika menjadi dingin tanpa sedikit pun kelembutan. Lumi memijat pelipisnya. Wajah rapuhnya lenyap. Dia mengeluarkan ponsel dan menekan nomor. "Halo, tolong buatkan aku rekam medis palsu."

....

Serena kembali ke hotel, lalu langsung mematikan ponselnya. Keesokan harinya saat dia turun, resepsionis memanggilnya, "Tadi subuh ada pria bernama Pak Raven yang mencari Anda. Sesuai permintaan Anda, saya bilang kalau Anda sudah pergi dari sini."

Serena tersenyum berterima kasih. "Terima kasih sudah membantuku merahasiakannya. Maaf merepotkan."

Resepsionis tersenyum santai. "Nggak apa-apa. Hanya saja ... itu suami Anda, 'kan? Kemarin dia terlihat sangat cemas."

Senyuman Serena sedikit meredup. Dia hanya mengangguk ringan, lalu pergi. Cemas? Tidak peduli apa alasan Raven begitu panik mencarinya, sekalipun benar-benar khawatir, Serena sudah tidak membutuhkannya lagi.

Di dunia Raven, dirinya selamanya bukanlah yang utama. Raven khawatir padanya, tetapi lebih dulu mengantar Lumi ke rumah sakit. Raven panik saat dia tidak ada di rumah, tetapi tetap menemani Lumi di rumah sakit.

Perasaan selalu ditempatkan di posisi terakhir seperti ini ... sungguh tak ada artinya.

Serena naik mobil, langsung menuju pusat perbelanjaan. Tengah malam tadi, dia menerima rincian rencana perawatan dari dokter, termasuk obat apa yang perlu diminum, jam berapa harus dikonsumsi, hingga berbagai hal yang harus diperhatikan. Semua diketik langsung oleh dokter.

Dokter juga memperingatkannya, sakit kepala, muntah, penglihatan kabur itu belum seberapa. Dua bulan lagi, meskipun ingin operasi pun sudah terlambat. Ketika saraf gerak atau bahasa tertekan, dia bisa kehilangan kemampuan bicara, bahkan lumpuh dan tak mampu mengurus diri sendiri.

Serena tetap memilih untuk tidak operasi. Dia tidak mau bertaruh dengan kemungkinan yang tidak pasti itu. Dia hanya ingin menggunakan sisa waktu untuk pergi ke luar negeri menemani keluarganya. Dia juga bersyukur bisa bertemu dokter sebaik itu. Semalam dokter menasihatinya panjang lebar, jadi mungkin dokter kekurangan tidur karena dirinya.

Sebagai ungkapan terima kasih, Serena berniat membeli hadiah untuknya. Namun tak disangka, baru saja masuk pusat perbelanjaan, dia bertemu seseorang yang benar-benar tidak ingin dilihatnya.

Serena memandang wanita berusia kurang dari 40 tahun yang mengenakan mantel merah di kejauhan. Dia segera menghentikan langkah dan berbalik.

Namun, wanita itu sudah melihatnya dan cepat-cepat mengejarnya. "Berhenti!"

Serena terpaksa berhenti dan berbalik menghadapnya. Kemudian, dia menyapa, "Tante."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 10

    Napas Serena sedikit berat, kedua tangannya juga bergetar halus. Namun, Raven justru refleks menghindar ke belakang, seakan-akan takut dia melihat sesuatu. "Rena ....""Kamu terima teleponnya dulu." Serena tidak mau lagi melihatnya.Raven mengernyit, membelakangi Serena, lalu mengangkat panggilan.Dari seberang, terdengar suara si desainer. "Pak Raven, gaya dan model awal sudah aku pastikan. Aku kirim ke email-mu, silakan dicek apa ada yang kurang sesuai."Raven merendahkan suara. "Nanti aku hubungi lagi. Lain kali jangan sembarangan telepon, aku ingin kasih kejutan untuk istriku."Begitu menutup telepon dan berbalik, Raven baru sadar Serena sudah tidak ada di tempat.Yenny buru-buru menahan Raven agar tidak pergi. "Semalam Lumi masuk rumah sakit, 'kan? Cepat ikut aku beli bingkisan untuk menjenguknya. Kalau bukan demi nenekmu waktu itu, dia juga nggak akan sampai kena sakit jantung!"Raven mengedarkan pandangan, tetap tidak menemukan Serena. Akhirnya, dia hanya bisa pergi bersama Yenn

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 9

    Orang yang berdiri di hadapan Serena saat ini adalah tantenya Raven, Yenny.Kalau Dylan, temannya Raven, masih bisa bersikap manis di depan dengan memanggilnya "Kakak Ipar" tetapi di belakang sama sekali tak menghargainya, Yenny justru berbeda. Dia sejak awal terang-terangan membenci dan memusuhi Serena.Sejak Serena menikah dengan Raven, tak pernah sekali pun dia melihat wajah ramah dari Yenny. Di belakang, Yenny bukan hanya sekali menyebutnya sebagai perempuan rendah yang merebut suami orang, naik ke atas dengan cara kotor karena hamil, hingga Raven terpaksa bertanggung jawab.Waktu itu Serena sering marah sekaligus merasa terhina. Bagaimanapun dia menjelaskan, tetap tak bisa membuat Yenny memperlakukannya dengan hormat. Namun, Yenny adalah satu-satunya keluarga Raven yang masih hidup sehingga Serena terpaksa menghormatinya.Saat itu, Serena tak mengerti mengapa Yenny selalu berbicara begitu menyakitkan. Kini, dia baru sadar, semua ucapan Yenny ternyata benar.Yang benar-benar memili

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 8

    Lumi memegangi dadanya. Tubuh ringkihnya tampak seolah-olah akan jatuh kapan saja. Raven segera menopangnya, melihat bibirnya yang sudah kehilangan warna. Dengan suara berat, dia memerintahkan, "Suruh sopir siapkan mobil!""Nggak, aku nggak perlu ke rumah sakit." Suara Lumi bergetar, seakan-akan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Dia mengangkat pandangan ke lantai dua. Di sudut sana, tampak ujung pakaian seseorang yang terjulur keluar.Lumi pun menampilkan senyuman dingin yang nyaris tak terlihat, "Sebaiknya kamu pergi lihat Serena."Raven mengerutkan kening, ragu sejenak. Miles buru-buru berkata, "Mama nggak apa-apa. Mama cuma mual karena kurang makan, belakangan sering begitu. Tante Lumi, aku dan Papa antar kamu ke rumah sakit ya!"Mengingat dokter juga mengatakan Serena hanya panas dalam, Raven pun mengangguk ringan. "Aku antar kamu dulu ke rumah sakit."Ucapan ayah dan anak itu terdengar jelas sampai ke lantai dua. Rasa tidak nyaman di perut semakin kuat. Kali ini, Serena tidak

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 7

    Bulu mata Serena bergetar. Tadi nada bicara Lumi begitu alami, seakan-akan sedang membahas soal anak bersama suaminya.Villa Enchanted adalah tempat dia dan Raven tinggal selama tujuh tahun, tetapi dari kata-kata Lumi, terdengar seperti rumah itu adalah miliknya.Sementara Miles, dia jelas-jelas tahu yang paling Serena khawatirkan adalah dirinya, tetapi malah memakai alasan sakit untuk menipunya pulang. Hati Serena seperti jatuh ke dasar jurang es.Raut wajah Raven menegang, suaranya tanpa sadar membawa kekhawatiran. "Rena, Lumi kerja di perusahaan hanya karena ....""Jangan salah paham ya, Serena. Aku di sini hanya menggantikan sementara sekretaris Raven. Dia ada urusan keluarga, jadi aku yang bantu Raven beberapa hari." Lumi segera menyambung, lalu berjalan mendekat, meraih tangan Serena dengan akrab. "Aku serius, jangan salah paham.""Memangnya aku bilang aku salah paham?" balas Serena, lalu dengan kasar menarik tangannya kembali.Ekspresi Lumi sedikit berubah, tetapi dia segera ter

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 6

    Serena terjatuh di atas ranjang empuk. Belum sempat mendorong Raven, dia sudah masuk ke pelukan yang penuh aroma kayu cendana.Itu adalah parfum pria favoritnya. Dia pernah sekadar menyebutkan dan Raven telah memakainya selama tujuh tahun.Kalau dua hari lalu, sampai mati pun Serena tidak akan percaya bahwa pernikahannya hanyalah palsu, bahwa Raven sebenarnya tidak mencintainya. Namun, sekarang ...."Tenanglah sedikit." Suara Raven lembut, tangannya menggenggam erat tangan Serena.Telapak mereka saling menempel. Dia mendekat ke leher Serena, meninggalkan jejak-jejak ciuman.Sampai tangan Raven yang panas membakar menyentuh punggungnya, Serena gemetar. Seketika, dia tersadar, lalu mendorong Raven dengan keras.Dia duduk, menahan rasa sakit di hatinya. "Aku lagi nggak enak badan."Setelah itu, Serena bangkit dan keluar, membanting pintu dengan keras. Raven pun mengerutkan alis, menatap pintu yang tertutup rapat, dan termenung.....Serena masuk ke kamar sebelah. Saat melewati ruang tamu,

  • Kepalsuan Selama 7 Tahun: Suami dan Anakku Menyesal   Bab 5

    Serena yang berdiri di depan pintu menyahut, "Kamu akan tahu setelah melihatnya. Aku nggak ikut kamu pulang. Kamu pulang sendiri saja."Raven seperti tidak mendengar ucapan Serena. Dia meletakkan sepatu hak tinggi di depan Serena, lalu membujuk, "Sayang, Miles lagi tunggu kamu di rumah. Ikut aku pulang ya."Serena memalingkan wajahnya dan menanggapi, "Dia cuma menunggu alat yang bisa membantunya mengerjakan tugas. Kalau aku nggak membantunya mengerjakan tugas, malam ini orang yang dicarinya bukan aku. Cepat pergi, aku nggak akan pulang."Raven langsung berlutut dengan satu kaki di lantai dan menggenggam pergelangan kaki Serena. Celananya sedikit berkerut. Dia berucap, "Kami butuh kamu."Serena mentertawakan dirinya sendiri dan mengomentari, "Sepertinya kalian lebih membutuhkan Lumi. Hari ini semua masalah selesai begitu dia datang ke sekolah. Miles juga menuruti ucapannya."Tatapan Raven menjadi muram. Dia tertawa, lalu membalas, "Ternyata kamu cemburu karena masalah ini? Sehebat apa p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status