Share

Bab 3. Bos Aneh

Di depanku, sepeda motor tinggi dengan roda bergerigi yang kelihatan mencolok di tempat ini. Ada tulisan Ducati Scrambler di tangki motor. Nama merk sepeda motor yang kuingat sebagai motor trail berharga MAHAL.

Bukan. Bukan harga yang kupermasalahkan. Namun, bagaimana bisa aku berboncengan dengan motor seperti itu, sedangkan aku menggunakan baju kerja? Walaupun aku menggunakan stelan celana panjang, tetapi kelihatan salah kostum.

"Ayo, naik!" teriaknya dari balik helm full face yang dia kenakan. Mau tidak mau, aku menaiki motor yang mengerikan ini. 

"Pegangan, Mbak. Nanti jatuh," ucapnya sebelum melajukan kendaraan ini.

Aku pun menuruti Ndesitman ini.

Berboncengan di motor Ducati Scrambler ini membuat jarak kami begitu dekat. Bahkan, aroma parfum maskulin seakan menguar di penciumanku. Pelan, kupegang ujung jaketnya, daripada jatuh dan pulang hanya tertinggal nama. 

Semakin lama, kecepatan bertambah seiring tangan ini mengerat di pinggangnya. Kupejamkan mata, ngeri rasanya. Kami berselip di antara mobil-mobil yang berjalan. Yang bisa aku lakukan, hanya diam dan berpegangan erat, memasrahkan hidup matiku kepadanya. 

"Sudah sampai!" ucapnya setelah sepeda motor berhenti. 

Aku membuka mata. Tubuhku masih bergetar dan kaku, perlahan kulepaskan tangan dari pinggangnya. Jengah, namun bagaimana lagi?

Kami tiba di rumah makan yang bangunannya terbuat dari bambu dengan atap jerami. Angin semilir menerpa wajahku. Sejuk, berasal dari pohon rindang yang menaungi kami.

"Mbak Laras takut naik motor?" tanyanya setelah membuka helm yang mengurung kepalanya. Dia merapikan rambutnya yang sebahu sambil tertawa terkekeh. 

Huuft! 

Ingin aku bungkam mulutnya. Seenaknya, dia mentertawakan wajah pucat dan tanganku yang masih gemetar berkeringat! Aku tidak pernah mempertaruhkan nyawa dengan mengebut di jalanan seperti tadi.

"Tadi, kenapa ngebut? Kelapa saya jadi pusing!" ucapku kesal. 

Gara-gara tadi selip sana-sini, seperti diputar-putar. Aku mendengus kesal, menatapnya. Betisku kini berdenyut. Mimpi apa aku semalam, bertemu orang seperti dia?

"Ayuk ke dalam! Saya pesankan jahe panas, meredakan pusing," ucapnya melangkah masuk, aku mengikutinya.

Kami duduk di samping kolam. Sambil menunggu pesanan, aku mengeluarkan form yang harus kuisi tentangnya. Niatku, supaya semuanya cepat selesai hari ini, dan tidak mengulang peristiwa mempertaruhkan nyawa seperti tadi.

"Pak Jazil, kita mulai wawancara, ya. Dimulai data pribadi. Bisa pinjam KTP-nya?" ucapku bersiap dengan bolpoin di tanganku. 

[ Jazil Ehsan. Lahir di Sumenep, lima tahun di atasku, dan masih lajang ] 

"Belum berkeluarga?" tanyaku memastikan yang aku baca. Masih muda dan matang. Penampilan yang lumayan, dan sudah mapan. Hanya perlu polesan untuk lebih bersinar. Sulit dipercaya masih ada stok, di zaman seperti sekarang. Makhluk unik yang perlu dilestarikan! 

Eh, kenapa aku menilai dia secara pribadi?

"Kalau saya sudah berkeluarga, tidak mungkin membonceng perempuan, apalagi dia juga sudah berkeluarga. Mbak Laras, masih lajang juga, kan?" Penjelasannya membuatku mengingat, apakah aku pernah memberi tahu statusku? Aku pikir tidak!

"Pak Lartomo yang memberitahuku," tambahnya seolah menjawab yang aku pikirkan. Aku menatapnya kesal, ternyata di perbincangan dengan bahasa yang tidak kumengerti, mereka juga membicarakan aku. 

"Tidak usah marah. Kita makan dulu," ucapnya mengambil bolpoin di tanganku dan menutup map di depanku. Aku melotot kesal ke arahnya dan bersiap menyemprotnya, mengurai kesal yang mulai menyesakkan. 

Namun, bau harum masakan dan sapaan selamat siang  membuatku menghentikan niat. Udang bakar madu berukuran besar, sukses meredakan kesalku. Mungkin karena perut kosong, menyebabkan emosi tidak stabil.

Sambil makan, kami berbincang banyak. Tentang bisnis, cita-cita bahkan tentang masa lalunya. Pembicaraan yang terlalu pribadi untuk ukuran seseorang yang baru kenal. Dia juga menjelaskan, lebih suka menaiki motor daripada mobil. Apalagi mobil ber-AC, dipastikan dia akan mabuk. 

"Badan saya dingin dan perut mual saat naik mobil ber-AC!" jelasnya. Dia seorang bos yang aneh. Bos kok tidak bisa naik mobil ber-AC. Ini berarti ... selama kami bekerja sama, kami naik motor terus? 

Sial. 

"Ndesitman," gumamku tanpa sadar.

"Hmm?" 

Mati aku!

"Gak, saya ingin cepat makan, Pak."

"Baiklah. Kalau gitu, mari kita segera makan," putus Boss jadi-jadian di hadapanku ini.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
arif
hahaha ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status