“Ayo kemari, Gulzarku!”
“Iya, Tuan Putri.”
Gulzar Heer pasrah saja diseret oleh gadis dengan rambut hitam sepinggang itu. Dialah putri pertama Kerajaan Arion, Putri Arezha. Meskipun kelakuannya sedikit aneh, sang putri merupakan sosok yang cerdas dan selalu mampu memberikan solusi pada setiap permasalahan kerajaan. Oleh karena itu, Raja Faryzan sangat menyayanginya melebihi anak-anak yang lain.
“Kamu diam di sini, ya,” titah Putri Arezha.
“Baik, Tuan Putri.”
Putri Arezha memang meminta Gulzar Heer berdiri dengan bersandar di salah satu pohon. Rambut hitam pekat sebahu si kesatria wanita tertiup angin semilir membuat posenya semakin estetik, memancarkan kecantikan sekaligus kegagahan di saat bersamaan. Sang putri segera duduk di kursinya dan mulai melukis.
“Ya ampun, indah sekali. Kamu seperti mawar, indah tapi berduri, sangat menakjubkan!” seru Putri Arezha sambil menyapukan kuas.
Kesatria Mawar, julukan itu pertama kali diberikan oleh Putri Arezha. Selain arti namanya, mawar yang kuat, sosok Gulzar Heer memang tampak seperti bunga mawar, indah, elegan, tetapi berduri. Dia juga memiliki tanda lahir berbentuk mawar di lengan atas.
Akhirnya, lukisan telah selesai. Putri Arezha kembali memandangi wajah Gulzar Heer dengan mata berbinar. Sang kesatria wanita sedikit risih, tetapi hanya bisa pasrah.
“Kamu memang seperti peri, Gulzar, terlalu indah!”
“Negeri asal saya, Kerajaan Asytar banyak peri, Putri,” celetuk pelayan yang tengah menuang teh tiba-tiba. Dia langsung berlutut dan meminta maaf karena merasa bertindak tidak sopan.
Namun, jangankan marah Putri Arezha malah menolongnya berdiri dan menatap antusias. “Benarkah, Shirin? Di mana itu? Aku mau ke sana!”
“Sebaiknya, jangan Putri!” seru pelayan bernama Shirin itu panik. Wajahnya menjadi pucat pasi.
Putri Arezha seketika mengerecutkan bibir.
“Memang di sana banyak peri dan makhluk ajaib lain. Tapi ...,” Shirin berhenti sejenak, celingukan, seolah akan dimangsa binatang buas, “rajanya sangat kejam. Dulu, ibu saya adalah pelayan istana. Kata, ibu, ada selir yang dipenggal kepalanya hanya karena kesalahan kecil. Raja itu sangat buruk. Wajahnya saja yang tampan, tapi sifatnya seperti iblis,” lanjutnya.
Shirin tampak gemetar. Mungkin teringat kejadian buruk di masa kecilnya. Gadis itu memang didapatkan Putri Arezha saat pembebasan budak yang berasal dari negeri lain. Gulzar Heer menepuk pelan bahu Shirin, berusaha menenangkan. Namun, Putri Arezha yang ingin diperingatkan malah berbinar-binar. Dia mengenggam tangan Shirin.
“Setampan apa wajah sang raja?” tanyanya antusias.
“Jangan aneh-aneh, Tuan Putri! Biarpun tampan, saat ini pasti raja itu sudah menjadi kakek-kakek.” Farzam yang menyahut. “Raja Atashanoush seumuran dengan hamba.”
“Paman Farzam, selalu merusak suasana! Siapa tau, kan, di sana ada ramuan awet muda sehingga si raja itu masih tampan.” Putri Arezha memeluk lengan Gulzar Heer. “Gulzar, kamu mau, kan, menemaniku ke Kerajaan Asytar. Aku pasti aman kalau ada Gulzar.”
“Anda boleh pergi dengan Gulzar, jika mendapat izin dari Ibunya.”
Wajah Putri Arezha langsung muram. Dia tahu izin Delaram untuk membawa putrinya ke dalam bahaya adalah hal paling langka di dunia. Perintah raja saja yang bisa. Farzam menepuk bahu Gulzar Heer.
“Ayo Gulzar, kita pulang.”
Gulzar Heer mengangguk. Mereka pun berpamitan pada sang putri. Shirin sempat berterima kasih kepada Farzam karena mencegah Putri Arezha dari rencananya yang gila.
***
Sejauh mata memandang, pohon-pohon berdaun lebat dengan batang sebesar tiga orang dewasa mendominasi. Desa mereka memang terletak di kaki bukit dengan dikelilingi hutan. Senyuman aneh terbit di bibir Farzam dan Gulzar Heer.
Farzam melompat lebih dulu menaiki sebatang pohon dengan gesit. Gulzar tak mau kalah mengikuti jejak sang ayah. Keduanya pun melakukan rutinitas biasa setiap keluar masuk Hutan Kematian, lomba lari di antara dahan-dahan pohon.
“Ayah semakin lamban,” ejek Gulzar Heer, saat berhasil melewati Farzam. Tangannya dengan tangkas menyingkirkan ranting yang menganggu, lalu melompat cepat ke dahan terdekat.
Farzam terkekeh dan mencoba menambah kecepatan. Kakinya hampir saja terpeleset. Namun, dia segera meraih sulur berlumut untuk bergelantungan, lalu melemparkan diri ke dahan lainnya. Lelaki itu melakukan gerakan salto di udara sebelum mendarat dengan mulus. Latihan rutin membuat tubuh tua bukan halangan. Gulzar Heer yang sempat terhenti karena khawatir melanjutkan larinya.
Persaingan mereka semakin seru. Beberapa kali ular besar yang bergelung di pohon hampir terinjak. Beberapa kali pula salah seorang hampir terjatuh, tetapi selalu bisa berakhir dengan gerakan dramatis yang mengagumkan. Akhirnya, perlombaan dimenangkan oleh Gulzar Heer.
“Hahaha ... putriku semakin hebat saja. Aku sudah tidak bisa mengalahkan larimu, Nak,” puji Farzam sambil mengatur napas.
“Itu karena aku lebih muda. Jika usia kita sama, Ayah pasti lebih hebat.”
Farzam kembali tergelak. Namun, tawanya terhenti mendadak hingga mirip ringkikan kuda. Gulzar Heer juga tampak menelan ludah. Ya, keduanya memang kesatria paling pemberani. Namun, ada satu sosok yang sangat mereka takuti, Delaram, sang ibu. Kabar “baiknya” wanita tua itu tengah berdiri di depan pintu dengan wajah sangar sambil mengacungkan wajan penggorengan.
“Ehem! Apa yang terjadi pada putriku, Farzam? Kudengar dia terkena panah beracun ...,” desis Delaram dengan sorot mata membunuh.
Farzam dan Gulzar Heer saling pandang. Mereka kadang lupa kemampuan pengendalian mana elemen angin milik Delaram sudah tingkat tinggi. Dia bisa mendapatkan informasi dari tempat-tempat jauh hanya dengan menajamkan pendengaran.
“Aku tidak apa-apa, Bu. Pangeran Fayruza sudah mengatasinya.” Gulzar Heer mencoba menenangkan sang ibu.
“Gulzar, masuk!” Aura hijau menyelimuti tubuh Delaram.
Gulzar Heer memasuki rumah sembari memberi isyarat kepada sang ayah bahwa dia tak bisa membantu. Farzam hanya menunduk. Delaram pun segera meluncurkan serangan omelannya.
“Padahal, dulu aku sudah sangat bahagia ketika kamu bawa bayi perempuan yang cantik. Tapi tapi tapi ....” Suara Delaram bergetar hebat. “Kenapa kamu mendidiknya menjadi seperti sekarang? Impianku memiliki anak gadis yang manis hancur.”
Delaram memukuli sang suami dengan wajan secara membabi buta.
“Iya, iya, maafkan aku.”
Farzam hanya bisa pasrah, mencari aman dan tak ingin terlibat pertengkaran lebih jauh. Namun, setelah puas memukul, Delaram tampak hendak menutup pintu. Farzam cepat menahannya.
“Ini sudah senja, Delaram. Izinkan aku masuk dulu.”
“Kamu, kan, kesatria yang sangat hebat, Farzam. Tidur saja di luar!”
Delaram membanting pintu. Farzam menghela napas berat. Sebenarnya, dia juga sedikit menyesal mendidik Gulzar Heer terlalu keras.
Gulzar Heer memang membuatnya bangga. Namun, kadang lelaki tua itu berharap sang putri bisa bersikap manis layaknya anak gadis beranjak dewasa. Namun, jiwa kesatria sudah terpatri. Gulzar Heer berlaku seperti bawahan kepada atasan.
Seekor kupu-kupu emas melintas. Hewan bersayap indah itu hinggap sebentar di bingkai jendela, lalu terbang kembali menembus hutan. Farzam mendadak teringat kejadian bertahun-tahun lalu.
***
Pangeran Heydar memasuki pondok dengan wajah semringah. Nyanyian terlantun merdu dari bibirnya. Shirin yang tengah mengelus perut seketika mengalihkan pandangan."Kau tampak senang, Sayang. Ada apa?"Pangeran Heydar menghampiri Shirin, mendekap dari belakang. Lengan kekarnya melingkar erat di pinggang sang istri. Dia meletakkan dagu di bahu Shirin, lalu memejamkan mata sejenak."Ya, Sayang. Ada kabar yang sangat membahagiakan."Shirin melepaskan pelukan Pangeran Heydar. Dia berbalik dengan cepat dan menatap antusias. Wanita itu memang paling tak tahan dengan rasa penasaran."Kabar gembira apa, Sayang? Jangan membuatku penasaran!" cecarnya.Pangeran Heydar menyengir lebar, lalu mengecup perut istrinya yang mulai membukit. "Aku mendapat pesan dari Gulzar""Apa? Cepat bacakan! Cepat bacakan!" desak Shirin. Dia hampir saja menjambak rambut sang suami."Tenanglah, Sayang. Pesannya tidak akan hilang jika kamu sedikit bersabar.""Jangan membuatku tambah kesal, Heydar! Kau tahu aku sangat mer
Pangeran Fayruza tersentak, lalu menatap lekat Delaram yang masih tersengal-sengal. Delaram mengatur napas sejenak. Pakaiannya tampak basah oleh keringat. Wajah cantik dan tegas itu sampai memerah."Anda harus ikut saya untuk menyelamatkan Pangeran Heydar!" seru Delaram setelah napasnya lebih teratur.Kecemasan Delaram menular kepada Pangeran Fayruza. "Ada apa dengan Kak Heydar, Bi?" desaknya. Pangeran Fayruza terus menatap lekat meminta penjelasan. Delaram hendak menyahut. Namun, udara tiba-tiba terasa menyesakkan. Aroma mawar menyeruak diikuti kerlipan-kerlipan cahaya keemasan yang semakin lama memperjelas wujudnya, belasan kupu-kupu.Houri langsung melakukan salam penghormatan. Kupu-kupu yang paling indah perlahan menjelma menjadi wanita cantik dengan tiara indah di kepala. Dialah ratu peri kupu-kupu emas. Sang ratu menghampiri Ghumaysa dan menusukkan tongkatnya ke perut wanita itu."Argggh!" Erangan memilukan terasa memekakkan telinga. "Tidak! Tidak! Tidaaak!"Teriakan Ghumaysa m
"Arghhh!" Erangan Ayzard memenuhi udara.Dia langsung melompat ke belakang menghindari serangan Gulzar Heer. Pedang suci menghantam sebongkah batu dan membuatnya hancur berkeping. Ayzard tampak mencengkeram dada kiri dengan napas tersengal. Dia terbatuk, lalu memuntahkan darah. Kabut hitam yang semula memberikan tambahan energi secara terus-menerus tak bisa lagi mengalir ke tubuh Ayzard seperti terhalang sesuatu.Gulzar Heer tak ingin membuang kesempatan. Dia memusatkan kekuatan. Pedang suci berpendar. Kilat putih melesat mengincar Ayzard. Ghumaysa melihat ada yang tak beres pada Ayzard seketika membuat perisai dari kabut hitam.Ledakan besar memekakkan telinga. Kilat putih pedang suci berbelok ke segala arah. Beberapa siluman jahat terbakar olehnya. Sementara itu, Ayzard kembali muntah darah. Ghumaysa mendecakkan lidah.“Si bodoh Heydar pasti melakukan sesuatu yang konyol!” umpatnya, lalu menggertakkan gigi.“Lawanmu adalah kami, Wanita Iblis!” bentak Kyra seraya melesatkan panah-pan
"Ayo kemarilah, Putriku," panggil Ayzard lagi.Ghumaysa yang menyamar menjadi Daria tak ingin ketinggalan. Dia juga menampakkan diri, lalu meracuni pikiran Gulzar Heer dengan ucapan manis. Tak ketinggalan, sihir hitam dalam bentuk kabut tipis diembuskan untuk semakin melemahkan mental."Anakku yang cantik, kami sangat rindu kemarilah," bujuk Ghumaysa."Baik, Ayah, Ibu."Jarak yang memisahkan Gulzar Heer dengan Ayzard dan Ghumaysa semakin sempit. Ayzard diam-diam menyeringai. Tangannya menggenggam erat gagang pedang hitam."Berhenti, Farah! Ayah dan Ibu ada di sini, Anakku!" seruan dari suara yang tak asing menghentikan langkah Gulzar Heer.Dia berbalik. Atashanoush dan Daria berdiri di sana. Kekuatan kasih sayang terhadap anak semata wayang membuat mereka bisa menembus dimensi yang dibuat Ghumaysa dan menampakkan diri."Dasar adik durhaka! Berani kamu menyamar menjadi aku!" bentak Ghumaysa berusaha mengacaukan pikiran Gulzar Heer."Kaulah yang menyamar, Ghumaysa!" sergah Daria yang as
Sudah sepuluh kali Kayvan menghela napas berat. Dia juga terus memandangi langit malam dari jendela menara sihir. Lelaki tua itu mendecakkan lidah, lalu mulai mondar-mandir memutari bejana sihir sambil memijat-mijat kening.Bruk!Kayvan terduduk. Akibat mondar-mandir tak jelas, dia bertabrakan dengan Kaili yang baru memasuki ruangan sambil membawa beberapa alat sihir. Untunglah, pemuda itu berhasil menangkap semua barang bawaannya sebelum membentur lantai. Kalau tidak, bisa-bisa ruangan utama menara sihir akan meledak. "Maafkan saya, Guru," tutur Kaili takzim sembari membantu sang guru berdiri. Tentu saja, dia meletakkan alat-alat sihir dengan hati-hati terlebih dulu."Akulah yang salah sudah menabrakmu."Hening. Kaili diam-diam melirik wajah Kayvan. Mereka menjadi guru dan murid bertahun-tahun. Dia bisa merasakan keresahan hanya dari sorot mata atau bahkan sedikit kernyitan di dahi gurunya."Ada apa, Guru? Apa Anda mencemaskan Nona Shirin?" celetuk Kaili setelah terdiam cukup lama.
Rombongan Gulzar Heer telah tiba di Kerajaan Asytar. Gelembung yang dibuat Pangeran Fayruza perlahan menyembul dari kolam istana. Putri Arezha, Raja Faryzan, Kaili telah menunggu dengan wajah cemas. Mereka kompak menghela napas lega begitu rombongan penyelamat Shirin dan Pangeran Heydar kembali tanpa terluka.Pangeran Heydar langsung berlutut di hadapan ayah dan kakaknya. Meskipun di bawah kendali sihir hitam, ingatan pernah hampir membunuh Raja Faryzan masih terekam. Pangeran Heydar terus menggumamkan kata maaf dengan suara bergetar hebat. Raja Faryzan menepuk bahu sang putra dengan lembut.“Bangunlah, Nak. Kejadian itu sudah terlanjur terjadi, Heydar. Sekarang, lebih baik mencoba menebus kesalahanmu dengan menyelamatkan lebih banyak nyawa.”Pangeran Heydar masih enggan bangun meskipun lututnya tampak terluka. Putri Arezha mendecakkan lidah.“Kenapa kita kembali ke istana? Harusnya kita langsung ke kuil suci!” protes Gulzar Heer.“Tubuhmu baru pulih, istirahatlah dulu,” pinta Pangera